Investasi Telkomsel ke Gojek: Kolaborasi Dua Juara Lokal

Indra Buwana
Binokular
Published in
5 min readNov 18, 2020

Apa jadinya jika dua perusahaan teknologi dan komunikasi terbesar di Indonesia berkolaborasi? Inilah yang dilakukan PT Telekomunikasi Selular atau Telkomsel yang baru saja berinvestasi ke PT Aplikasi Karya Anak Bangsa alias Gojek. Tidak tanggung-tanggung, Telkomsel menyuntikkan dana sebesar US$ 150 juta atau sekitar Rp 2,1 triliun ke Gojek. Investasi ini menjadi babak baru kolaborasi yang pernah terjadi antara keduanya yang pernah terjalin untuk penyediaan paket data terjangkau untuk mitra pengemudi Gojek pada tahun 2018 lalu.

Telkomsel merupakan perusahaan telekomunikasi dengan basis pelanggan terbesar di Indonesia. Dari perbandingan jumlah pelanggan operator selular yang dirilis Katadata tahun 2018, Telkomsel menjadi yang teratas dengan 163 juta pengguna dibanding Indosat dengan 58 juta, XL Axiata 54,9 juta, dan Smartfren 12,27 juta. Di tahun 2020, pelanggan Telkomsel sedikit turun di angka 160,07 juta pelanggan dari rilis terbaru info memo PT Telekomunikasi Indonesia Tbk., induk perusahaan Telkomsel.

Jumlah pelanggan sebesar itu didukung dengan 228.000 base transceiver station (BTS) dengan kapabilitas layanan 4G. Telkomsel pun mengklaim sudah menjangkau 95% populasi Indonesia. Jumlah pelanggan terbesar dan cakupan yang luas membuat Telkomsel menjadi rajanya operator seluler di Indonesia.

Sedangkan, Gojek sudah bertransformasi menjadi penyedia super app di Indonesia. Ada lebih dari 20 jenis layanan yang disediakan Gojek lewat aplikasinya, meskipun layanan flagship Gojek tetap ada di ride hailing, pemesanan makanan, dan dompet digital. Ini memperlihatkan Gojek menjadi perusahaan aplikasi yang mencoba berbisnis di ceruk pasar yang luas.

Gojek sendiri sudah menggaet berbagai investor korporasi kelas kakap, contohnya Google, Facebook, PayPal, Mitsubishi, dan Tencent. BUMN negara tetangga, Temasek, pun ikut urunan sebagai salah satu investor Gojek. Pemain lokal tidak ketinggalan. Astra International menjadi investor lokal terbesar Gojek yang sudah menyuntikkan dana sebesar US$ 250 juta atau sekitar Rp 3,5 triliun. Dengan banyaknya investor dari berbagai seri pendanaan, Gojek sudah lulus menjadi decacorn sejak April 2019 lalu dengan valuasi menembus US$ 10 miliar atau sekitar Rp 142 triliun.

Melihat sekilas kiprah kedua perusahaan, sinergi ini terlihat akan saling menguntungkan. Tapi apa benar demikian?

Investasi Telkomsel ke Gojek bukan tanpa tujuan. Dua perusahaan berbasis teknologi ini bekerja sama untuk mewujudkan ekosistem digital yang lebih mumpuni. Lagipula, Telkomsel bisa mengambil untung dari utilisasi teknologi Gojek. Kita sendiri tahu bahwa bisnis Telkomsel tidak jauh-jauh dari telekomunikasi. Apakah ini bisa dianggap sebagai upaya Telkomsel untuk memperluas cakupannya ke bisnis digital lainnya?

Direktur Utama Telkomsel Setyanto Hantoro menuturkan kerja sama Telkomsel dan Gojek memperkuat posisi kedua perusahaan sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Ia juga berpendapat kerja sama dengan Gojek dapat mempercepat transformasi Telkomsel sebagai perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi digital.

Pihak Telkom sebagai induk perusahaan pun mengamini hal itu. Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah memaknai investasi tersebut dapat meningkatkan keunggulan kompetitif Telkomsel untuk mengembangkan bisnis layanan digital.

Pasar digital Indonesia adalah sektor yang menjanjikan. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkapkan bahwa pengguna internet di Indonesia mencapai 196,7 juta jiwa hingga kuartal kedua 2020. Potensi yang terlalu sayang untuk dilewatkan bagi Telkomsel jika hanya berkutat di bisnis telekomunikasi.

Lalu bagaiman dengan Gojek? Gojek bisa memanfaatkan basis pelanggan dan jaringan Telkomsel yang luas. Jangan lupakan soal dana segar yang baru masuk ke kantong Gojek. Suntikan dana Telkomsel ini penting bagi Gojek, terlebih jika mengingat banyaknya startup yang tumbang akibat serangan pandemi seperti Sorabel, HOOQ, dan Airy Rooms.

Angka Rp 2,1 triliun yang disuntikkan Telkomsel ke Gojek sekilas merupakan angka yang fantastis dan memang demikian adanya. Terlebih angka sebesar itu disuntikkan saat masa pandemi seperti ini. Namun, dengan asumsi valuasi Gojek yang masih berada di angka Rp 142 triliun, angka Rp 2,1 triliun “hanyalah” 1,4% dari keseluruhan valuasi Gojek. Jumlah yang besar, tapi presentasenya minim.

Gojek pun memiliki banyak investor yang masuk dari berbagai seri pendanaan. Dari laporan Kontan.co.id yang mengutip data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham, ada sekitar 107 entitas yang memiliki saham Gojek pada April 2020. Dengan banyaknya investor ini berarti Telkomsel harus bersaing dengan berbagai kepentingan investor yang ada di Gojek.

Yang jelas, butuh waktu bagi investasi Telkomsel untuk berbuah. Terlebih jika Telkomsel menginginkan produk digital baru hasil investasinya di Gojek. Sebenarnya Telkomsel tidak terlalu asing dengan produk layanan digital seperti HOOQ dan MAXstream, tapi keduanya kalah bersaing dengan produk serupa yang lebih populer. Paling tidak dengan investasinya di Gojek, Telkomsel bisa mendapat insight baru soal pengembangan layanan digital.

Bukan hal yang aneh jika Gojek terlihat sebagai pihak yang lebih diuntungkan. Suntikan dana memang krusial bagi startup yang sedang mengejar pertumbuhan bisnisnya, tak terkecuali Gojek. Perlu diketahui jika Gojek tercatat sudah beroperasi di Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, dan India. Dan Gojek akan membutuhkan lebih banyak dana untuk memperkuat cengkeraman bisnisnya, baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Meskipun demikian, Telkomsel, lebih tepatnya Telkom, sedikit banyak telah mendapat dampak positif instan dari investasinya. Tanggal 17 November, saham berkode TLKM yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia naik 4,89% setelah diumumkannya investasi Telkomsel ke Gojek.

Dilansir bisnis.com, Analis Reliance Sekuritas Anissa Septiwijaya menilai positif investasi Telkomsel ke Gojek mengingat keduanya adalah pemimpin pasar di masing-masing sektor. Hal itu yang kemudian direspon positif oleh pasar yang melambungkan kinerja saham TLKM.

Pemantauan Media

Newstensity pun memonitor pemberitaan soal investasi Telkomsel ke Gojek. Dari tanggal 16 November hingga 18 November pukul 15.00, Newstensity menangkap ada 300 berita dari media daring dan cetak.

Grafik menunjukkan puncak pemberitaan terjadi pada tanggal 17 November dengan 205 berita. Baru kemudian jumlah berita turun pada keesokan harinya. Pola ini wajar terjadi untuk sebuah peristiwa yang terjadi secara singkat.

Berita pada tanggal 17 November didominasi oleh berita dari portal media daring. Hal ini mengingat pengumuman kerja sama tersebut baru dilakukan pada tanggal tersebut sehingga media daring berlomba untuk merilis berita terbaru. Sedangkan berita dari media cetak baru menyusul keesokan harinya.

Hampir seluruh sentimen pemberitaan untuk isu investasi Telkomsel ke Gojek bernuansa positif. Di media daring, ada 253 berita bersentimen positif atau mencakup 97% dari seluruh berita daring. Lalu ada 4 berita negatif dengan proporsi 2% dan 4 berita netral dengan proporsi 1%. Sedangkan dari media cetak, ada 39 berita yang kesemuanya bersentimen positif.

Dominasi sentimen positif dapat dipahami karena memang investasi Telkomsel ke Gojek merupakan kabar baik. Isi beritanya kerap mengangkat soal keuntungan yang akan dibawa dari investasi itu. Tidak lupa soal profil positif dari masing-masing perusahaan. Maklum saja, Telkomsel dan Gojek adalah perusahaan terdepan di ranahnya masing-masing.

Dengan demikian, narasi yang terbangun di media pun akhirnya memberikan optimisme tentang kerja sama keduanya. Sekaligus memberi keyakinan akan masa depan ekosistem dunia digital di Indonesia.

--

--