Jalan Panjang Mengamsterdamkan Jakarta

Arlian Buana
Binokular
Published in
4 min readJul 29, 2020

Perkenalkan desainer Bino: William Handoko. Hobinya bersepeda. “Tapi tolong dicatat, ya,” katanya, “aing bersepeda sebelum pandemi.”

William Handoko pesepeda yang baik. Setiap bersepeda ia selalu memenuhi standar keselamatan dan mematuhi protokol kesehatan. Dari Bandung ia membawa cita-cita mulia, “Meng-Amsterdam-kan Jakarta”. Jadilah seperti William Handoko.

Sejak berlaku Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya di Indonesia, salah satu pemandangan umum di jalanan adalah minimnya kendaraan bermotor dan sedikit demi sedikit memasifnya anak-anak muda bersepeda.

Begitu PSBB dilonggarkan, sepeda semakin banyak, berlayar di tengah-tengah lautan kendaraan bermotor. Hingga hari ini, pemandangan orang bersepeda di kawasan sekitar Monas, Thamrin, dan Sudirman, sudah menjadi normal baru. Begitu pula di banyak tempat lain di pelbagai belahan kota Jakarta.

Tentu saja ini merupakan perubahan sosial yang menggembirakan. Pandemi membuat orang lebih sadar kesehatan, dan bersepeda adalah salah satu aktivitas menyehatkan yang bisa membuat ketahanan tubuh kita semakin baik. Lama-lama, jika pesepeda berhasil menggusur keberadaan kendaraan bermotor di jalanan, mereka bisa mengamsterdamkan Jakarta.

Popularitas sepeda di tengah pandemi tidak hanya terjadi di kota-kota besar Indonesia, tentu saja. Di Eropa, setelah periode lockdown, orang-orang seperti bangkit dari kematian dan tahu-tahu hobi bersepeda. Banyak pekerja yang sebelumnya terbiasa dengan trasportasi umum kini khawatir penyebaran virus corona di sana karena terlalu banyak kerumunan, mereka pun beralih ke sepeda. Setelah keluar dari karantina, sepeda memainkan peran sentral bagi angkatan kerja untuk kembali bergerak. Pemerintah mereka berusaha menghidupkan kembali ekonomi tetapi tidak dapat sepenuhnya bergantung pada kendaraan umum karena kebutuhan social distancing. Sepeda tiba-tiba menjadi komponen utama untuk menggerakkan roda ekonomi.

Di Eropa, di mana banyak kota telah mengintegrasikan sepeda sebagai moda transportasi, pandemi mempercepat transisi ekologis untuk membatasi lalu lintas mobil dan mengurangi polusi. Perancis, Italia, Inggris dan negara tetangga mereka rela menggelontorkan ratusan juta euro untuk infrastruktur bersepeda agar warganya mengayuh pedal.

Di Paris, orang-orang mendapatkan subsidi hingga 500 euro (sekitar Rp.8,5 juta) untuk membeli sepeda listrik dan 50 euro (sekitar Rp.850ribu) untuk servis sepeda tua. Ribuan orang pun rela mengantre di toko sepeda. Penjualan sepeda meningkat pesat dan toko-toko kehabisan stok.

“Sekitar lima-enam tahun lalu kita bicara tentang peralihan dari bahan bakar fosil ke mobil listrik,” kata Christophe Najdovski, Wakil Walikota Paris untuk Transportasi dan Ruang Publik.

“Sekarang, kita bicara peralihan dari semua jenis mobil ke kendaraan lain — terutama sepeda.”

Pemerintah Inggris mengucurkan dana 250 juta pound (Rp.4,7 triliun) untuk merealokasi lebih banyak ruang publik bagi pesepeda, memperluas trotoar dan membuat koridor khusus sepeda dan bus. Program ini memperkuat program “Cycle to Work” yang juga didukung para pengusaha, dan diperkirakan pemerintah dapat menghemat anggaran Layanan Kesehatan Nasional sampai 8 miliar euro (Rp.137 triliun) karena warga lebih banyak olahraga.

Milan memperkenalkan program Strade Aperte, atau “jalan terbuka”, menciptakan 35 kilometer jalur baru bagi pesepeda dan pejalan kaki untuk mengubah pusat kota dan mengurangi polusi. Dan pemerintah Italia memperkenalkan subsidi 70 persen untuk pembelian sepeda.

Di Amerika Serikat, tepatnya di kota New York, pemerintah kotanya telah membuka 100 mil jalan khusus pejalan kaki dan pengendara sepeda — meski masih untuk sementara, dan penegakan hukum belum menentu. Tapi setidaknya pemerintah sudah berkomitmen untuk mengakomodasi kepentingan banyak warganya. Mereka merilis proposal Green Wave: A Plan for Cyling in New York City, menyusul tingginya angka pesepeda yang terbunuh di jalanan. Program Green Wave menjanjikan penambahan jalur sepeda yang terlindungi 30 mil per tahun.

Sejauh ini, yang terdepan dalam trasformasi ini memang Paris. Jalur-jalur sepeda terus dibikin. “Orang-orang Paris bangun tidur dan langsung mendapati jalur sepeda baru tepat di depan pintu rumah mereka,” kata Pak Najdovski.

William Handoko apa tidak ingin?

Di Indonesia, seiring lonjakan pesepeda, yang menurut Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) mencapai 1.000 persen di DKI Jakarta saja, topik pemberitaan dan pembicaraan mengenai sepeda pun meningkat. Mesin Newstensity mencatat lompatan siginifikan dari Maret ke Juni, dan trennya semakin meninggi pada Juli.

Pemberitaan dengan topik “Sepeda” pada Mei
Pemberitaan dengan topik “Sepeda” pada Juni
Pemberitaan dengan topik “Sepeda” pada Juli

Namun, tren percakapan dan pemberitaan tersebut masih jauh dari topik integrasi sepeda sebagai moda transportasi utama pascapandemi. Dua topik yang paling banyak dibicarakan adalah “Pajak Sepeda” dan “Kecelakaan Sepeda”. Topik pertama mengemuka setelah ada isu sepeda dikenai pajak, dan topik kedua dibicarakan karena terjadi banyak kecelakaan di jalanan. Topik terakhir inilah yang kemudian sedikit menyinggung tentang kewajiban pemerintah untuk menyediakan jalur-jalur sepeda.

Tampaknya William Handoko dan kompatriotnya masih harus bersabar. Jalan menuju cita-cita mulianya masih sangat panjang dan berliku.

--

--

Arlian Buana
Binokular

Seperti kata pepatah Kemang Timur, “Main data aja, Booor!”