Jangan Remehkan KLB Hepatitis Akut

Nurul Qomariyah Pramisti
Binokular
Published in
7 min readMay 10, 2022

Empat kasus Hepatitis Akut pada anak ditemukan di Indonesia. WHO sudah menetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa.

Belum tuntas pandemi COVID-19, kini muncul masalah kesehatan baru yakni penyebaran hepatitis akut. Menurut laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), pada 5 April 2022, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menerima laporan dari Inggris Raya mengenai 10 kasus hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya (acute hepatitis of unknown etiology) pada anak-anak usaia 11 bulan hingga 5 tahun, selama periode Januari-Maret 2022 di Skotlandia Tengah.

Pada 15 April 2022, WHO menyatakan kasus hepatitis akut ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Jumlah kasus terus meningkat, Per 21 April 2022 tercatat sebanyak 169 kasus yang dilaporkan di 12 negara yakni Inggris (114), Spanyol (13), Israel (12), Amerika Serikat (9), Denmark (6), Irlandia (5), Belanda (4), Italia (4), Norwegia (2), Perancis (2), Romania (1), dan Belgia (1).

Rinciannya, kasus terjadi pada anak usia 1 bulan hingga 16 tahun. Sebanyak 17 anak di antaranya memerlukan transplantasi hati dan 1 kasus dilaporkan meninggal.

Mengenal Hepatitis

Menurut laman WHO, hepatitis adalah peradangan hati yang paling banyak disebabkan oleh virus. Ada lima virus hepatitis utama yang menyebabkan infeksi akut dan/atau kronis, yang disebut tipe A, B, C, D, dan E. Khusus tipe B dan C telah menyebabkan penyakit kronis pada ratusan juta orang di seluruh dunia. Tipe ini menjadi penyebab utama sirosis, kanker hati, dan kematian yang terkait hepatitis viral. WHO memperkirakan sekitar 354 juta orang di seluruh dunia hidup dengan hepatitis B atau C.

Hepatitis bisa dicegah dengan vaksinasi. Studi WHO memperkirakan 4,5 juta kematian dapat dicegah di negara-negara pendapatan rendah dan menengah pada 2030 melalui vaksinasi, tes diagnostif, obat-obatan dan kampanye edukasi. Strategi global WHO untuk hepatitis bertujuan untuk mengurangi infeksi baru hingga 90% dan kematian hingga 65% pada 2016–2030.

WHO menyebut bahwa di wilayah Eropa diperkirakan ada 15 juta orang hidup dengan hepatitis B kronis dan 14 juta orang diduga terinfeksi hepatitis C.

Terkait hepatitis akut yang kini sudah ditetapkan WHO sebagai KLB, sejauh ini belum diketahui jenisnya. Yang pasti, gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah peningkatan enzim hati, sindrom jaundice akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri abdomen, diare, dan muntah-muntah). Pada sebagian besar kasus tidak ditemukan gejala demam.

Hingga saat ini belum diketahui penyebab penyakit ini. Hasil pemeriksaan laboratorium telah dilakukan. Diketahui, virus hepatitis tipe A, B, C, D, dan E tidak ditemukan sebagai penyebab dari penyakit tersebut. Adenovirus terdeteksi pada 74 kasus yang setelah dilakukan tes molekuler, teridentifikasi sebagai F type 41. SARS-CoV-2 ditemukan pada 20 kasus, sedangkan 19 kasus terdeteksi adanya ko-infeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus.

Kasus di Indonesia

Hepatitis akut ditemukan juga di Indonesia. Pada 1 Mei 2022, Kemenkes RI meningkatkankewaspadaan dalam dua pekan terakhir setelah WHO menyatakan KLB pada hepatitis akut yang menyerang anak-anak di Eropa, Amerika, dan Asia sejak 15 April 2022.

Kewaspadaan meningkat setelah tiga pasien anak yang dirawat di RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo (RSCM) Jakarta dengan dugaan hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya meninggal dunia. Ketiga pasien anak tersebut meninggal pada waktu yang berbeda pada minggu ketiga dan keempat di bulan April 2022.

Ketiganya merupakan rujukan dari rumah sakit di Jakarta Timur dan Jakarta Barat. Gejala pasien adalah mual, muntah, diare berat, demam, kuning, kejang, dan penurunan kesadaran. Kemenkes RI tengah melakukan investigasi penyebab kejadian hepatitis akut ini melalui pemeriksaan panel virus secara lengkap.

“Selama masa investigasi, kami mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dan tetap tenang. Lakukan tindakan pencegahan seperti mencuci tangan, memastikan makanan dalam keadaan matang dan bersih, tidak bergantian alat makan, menghindari kontak dengan orang sakit serta tetap melaksanakan protokol kesehatan,” kata Juru Bicara Kemenkes RI dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid.

Terbaru, pada 9 Mei 2022, media melaporkanseorang anak berusia 7 tahun dari Tulungagung, Jawa Timur, meninggal dunia, diduga hepatitis akut. Pasien anak asal Kecamatan Kedungwaru tersebut diberitakan sempat dirawat selama 4 hari di RSUD dr Iskak Tulungagung, sebelum akhirnya meninggal dunia.

Kemenkes RI langsung melakukan koordinasi untuk mengetahui faktor risiko dari kasus tersebut. Siti Nadia Tarmizi menyebut, dengan demikian ada total 4 kasus dugaan penularan hepatitis akut di Indonesia. Laporan dari beberapa daerah mengidentifikasi terjadinya sindrom kuning pada pasien.

Pemerintah mengimbau agar orang tua segera memeriksakan kesehatan anaknya jika memiliki gejala kuning, sakit perut, muntah-muntah dan diare mendadak, buang air kecil berwarna teh tua, buang air besar berwarna pucat, kejang, dan penurunan kesadaran.

Kemenkes RI membantahadanya kaitan antara vaksinasi COVID-19 dengan penyakit hepatitis akut ini. “Kejadian ini dihubungkan dengan vaksinasi COVID-19 itu tidak benar, karena kejadian saat ini tidak ada bukti bahwa itu berhubungan dengan vaksinasi COVID-19,” kata Lead Scientist untuk kasus ini, Prof. dr. Hanifah Oswari, Sp. A(K).

Prof. Dr. dr. Hanifah Oswari, Sp. A, yang merupakan dokter Spesialis Anak Konsultan Gastro Hepatologi RSCM FK UI menyebutkan bahwa dugaan awal disebabkan oleh Adenovirus, SARS CoV-2, virus ABV dll. Virus tersebut utamanya menyerang saluran cerna dan saluran pernafasan.

Untuk mencegah risiko infeksi, Prof Hanifah menyarankan agar orang tua meningkatkan kewaspadaan dengan melakukan tindakan pencegahan. Langkah awal yang bisa dilakukan dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

“Untuk mencegah dari saluran pencernaan, jagalah kebersihan dengan cara mencuci tangan dengan sabun, memastikan makanan atau minuman yang dikonsumsi itu matang, tidak menggunakan alat-alat makan bersama dengan orang lain serta menghindari kontak anak-anak kita dari orang yang sakit agar anak-anak kita tetap sehat,” jelas Prof. Hanifah.

Sebagai upaya peningkatan kewaspadaan, pencegahan, dan pengendalian infeksi hepatitis akut pada anak, pemerintah telah menerapkan beberapa hal, di antaranya dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/2515/2022 tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis of Unknown Etiology).

Selain itu, Kemenkes telah menunjuk antara lain Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso dan Laboratorium Fakultas Kedokteran UI sebagai laboratorium rujukan untuk pemeriksaan spesimen.

Pemberitaan Media

Maraknya kasus hepatitis akut mendapatkan sorotan media yang cukup ramai, di tengah hingar bingar pemberitaan tentang Lebaran dan arus mudik. Berdasarkan pantauan alat big data Newstensitymilik PT Nestara Teknologi Teradata, sepanjang periode 1–9 Mei 2022, terdapat 8.288 pemberitaan dengan kata kunci “hepatitis” dan “virus hepatitis”.

Pemberitaan mulai ramai pada 1 Mei 2022 saat Juru Bicara Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi, menyatakan pihaknya sedang melakukan investigasi penyebab kejadian hepatitis akut ini melalui pemeriksaan panel virus secara lengkap. Terkait dengan 3 pasien anak yang dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta dengan dugaan hepatitis akut meninggal tanpa penyebab.

Pemberitaan mulai menanjak pada tanggal 2 Mei 2022 saat 3 pasien anak meninggal di RSCM yang penyebabnya masih misterius. Pada tanggal 5 Mei 2022, di Jawa Timur ditemukan 114 suspek hepatitis misterius yang tersebar di 18 Kabupaten/Kota. Puncak pemberitaan terjadi pada tanggal 9 Mei 2022 dengan 1.702 berita dalam sehari.

Grafik 1. Sentimen pemberitaan tentang Isu Virus Hepatitis

Pemberitaan didominasi dengan pemberitaan dengan sentimen negatif yang mencapai 74% atau 6.097 berita. Mayoritas pemberitaan negatif didominasi dengan kasus meninggalnya pasien anak yang diduga disebabkan penyakit hepatitis akut di DKI Jakarta dan di Jawa Timur, serta penambahan kasus dan temuan suspek hepatitis.

Adapun pemberitaan positif sebesar 24% atau 1.979 berita. Mayoritas pemberitaan berkaitan Kemenkes RI meningkatkan kewaspadaan terhadap kasus hepatitis akut yang masih belum diketahui penyebabnya, dengan mengeluarkan Surat Edaran Tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Etiology), didukung juga dengan pemberitaan imunisasi lengkap dan perilaku hidup bersih dan sehat untuk mencegah penularan penyakit hepatitis akut.

Grafik 2. Linimasa pemberitaan dengan topik Hepatitis Akut

Dari analisis word cloud, pemberitaan “hepatitis”, “misterius”, “akut”, sebagai isu utamanya. Keyword“Kemenkes” muncul sebagai perwakilan pemerintah dalam memberikan kebijakan dan strategi untuk mencegah penyebaran kasus. Selain itu keywordyang menyatakan penemuan kasus meninggalnya pasien anak, seperti “Jakarta”, dan “Tulungagung”.

Grafik 3. Analisis Word Cloud

Grafik 4. Total Talk Twitter

Sementara dari hasil pemantauan di sosial Twitter menggunakan kata kunci “hepatitis” dan “virus hepatitis” mendapatkan 89.222 total talk(berupa tweet, reply, dan retweet). Sedangkan sentimen Twitter mencakup sentimen positif 271, neutral 42.229, dan negatif 38.276. Untuk top authoratau yang paling banyak membuat post adalah @jawapos dengan 113 unggahan. Sedangkan, yang paling banyak disebut atau Twitter Top Mentionadalah @kemenkesri dengan 16.295 tweet.

Grafik 5. Total Talk Facebook

Hasil pantauan di sosial media Facebook menggunakan kata kunci “hepatitis” dan “virus hepatitis” mendapatkan 2.208 total talk(berupa postdan comment) dan 548 total post. Sedangkan Facebook Talk Sentiment, 68 positif, 1.034 neutral, 1.106 negatif. Beritasatu menjadi Facebook Top Authorsdengan 287 unggahan.

Epilog

Meninggalnya 4 anak karena Hepatitis Akut tidak boleh disepelekan. Anak-anak merupakan kelompok yang sangat rentan terkena penularan penyakit. Orang tua harus mewaspadai jika anak-anaknya menunjukkan gejala Hepatitis Akut, seperti yang sudah diingatkan oleh pemerintah. Dengan penanganan yang lebih dini, diharapkan penyakit ini tidak membawa fatalitas pada anak-anak. Pemerintah pun harus menggencarkan pola hidup untuk mencegah penyebaran penyakit ini.

--

--

Nurul Qomariyah Pramisti
Binokular

A writer with 22 years of experience as an economic journalist