Jatuhnya sang Raja Komedi, Stephen Chow

Yoga Cholandha
Binokular
Published in
7 min readOct 15, 2020

Atas segala yang pernah dia hasilkan, Stephen Chow berhak untuk menepuk dada. Tak banyak yang punya karya seperti dirinya. Dengan ciri khas yang muskil ditiru siapa pun, dengan jalan cerita tak masuk akal yang, entah bagaimana, masuk-masuk saja di logika para penikmatnya.

Chow mulai terjun di dunia hiburan 37 tahun silam, ketika tampil di sebuah program anak-anak berjudul “430 Space Shuttle” sebagai pembawa acara. Selain Chow, aktor kenamaan lain yang mengawali kariernya dari program tersebut adalah Tony Leung.

Ketika tampil di “430 Space Shuttle” itu usia Chow baru 21 tahun. Masih cukup muda, memang. Namun, perjuangan Chow untuk sampai di sana telah dimulai jauh sebelum itu. Chow sudah menyimpan tekad untuk menjadi seorang aktor sejak masih bocah.

Adalah film-film Bruce Lee yang membuat Chow mulanya terperangah. Chow kecil begitu mengagumi aksi-aksi sang Feniks Kecil. Mulanya dia ingin mengikuti jejak Lee sebagai ahli bela diri Wing Chun. Akan tetapi, karena ibu dan neneknya tak mampu membiayai latihan, mimpi itu kudu dia pendam.

Chow memang tak lahir dari keluarga kaya. Apalagi, ketika dia berusia tujuh tahun, kedua orang tuanya bercerai. Chow kemudian dibesarkan oleh ibu dan neneknya. Meski tak mampu sepenuhnya mengikuti jejak Bruce Lee sebagai ahli bela diri, Chow mendapat kesempatan untuk menjadi aktor dengan mengikuti kelas akting di TVB.

Bruce Lee, aktor idola Stephen Chow.

Setelah lulus dari kelas akting TVB pada 1982, Chow memulai kiprahnya di dunia hiburan lewat “430 Space Shuttle” tadi. Di sana kemampuan akting Chow memang belum diuji betul karena dia “hanya” bertindak sebagai pembawa acara. Akan tetapi, dari sanalah namanya mulai dikenal publik.

Sampai akhirnya, pada 1988, Chow mendapat kesempatan pertama tampil di film. Dalam film “Final Justice” yang bergenre kriminal itu, Chow tampil sebagai pendamping Danny Lee. Atas penampilannya dalam film tersebut Chow mendapat Golden Horse Award untuk Aktor Pembantu Terbaik. Inilah titik balik karier Chow.

Film “Final Justice” itu memang melambungkan nama Chow. Akan tetapi, dalam perkembangannya, Chow tidak menjadi sosok legendaris dengan memerankan apa yang dia tampilkan di “Final Justice”. Lebih dari itu, Chow mampu menciptakan genrenya sendiri.

Film khas Chow yang pertama muncul adalah “From Beijing with Love” rilisan 1994. Sebelum sampai di sana, Chow terlebih dahulu tampil di 42 judul film dan serial televisi. Selama kurun waktu itulah Chow belajar soal penyutradaraan. Di “From Beijing with Love”, Chow tampil kali pertama sebagai aktor merangkap sutradara.

“From Beijing with Love” barangkali bukan film Chow yang paling tenar, terutama di Indonesia. Namun, film parodi James Bond itulah yang mendefinisikan jalan karier Chow. Di situ elemen-elemen dari film Chow tertumpah. Bagaimana dia mengombinasikan aksi dengan komedi slapstick, bagaimana dia membuat segalanya menjadi hiperbolis, dan bagaimana dia ilmu warisan Hui Bersaudara yang bernama Mo Lei Tau.

Dalam bahasa Kanton, Mo Lei Tau berarti “[sesuatu] yang tidak masuk akal” atau “[sesuatu] yang datang entah dari mana”. Dalam tulisannya soal Chow di situsweb Indiana University, David Carter menjelaskan bahwa karakter utama Mo Lei Tau adalah bagaimana sesuatu bisa terjadi secara tiba-tiba tanpa ada penyebab.

Hui Bersaudara, Sam, Ricky, dan Michael, pelopor Mo Lei Tau di sinema Hong Kong.

“Pertarungan bisa terjadi begitu saja, orang tiba-tiba bisa menari dan menyanyi, aktor-aktor di dalam film bisa keluar dari karakter, dan jalan cerita bisa muncul dan dihilangkan tanpa alasan jelas,” tulis Carter. “Contoh terbaiknya bisa dilihat di film ‘King of Comedy’ di mana dua karakter utamanya saling jatuh cinta satu sama lain dan tiba-tiba saja film itu berubah menjadi iklan Pringles.”

Pada dasarnya, film-film Chow adalah titik temu dari semua pengaruh yang dia dapatkan semasa hidup. Selain Bruce Lee dan Hui Bersaudara, sosok-sosok lain yang memengaruhi Chow sebagai kreator adalah Charlie Chaplin, Steven Spielberg, serta Martin Scorsese. Semua itu dikemas dengan tampilan-tampilan spektakuler yang kadang terlihat seperti film kartun.

Di balik kemasannya yang heboh itu, jalan cerita film-film Chow sebenarnya amat simpel. Simplisitas ini dipilih supaya kehebohan tadi bisa dimasukkan ke bagian-bagian lain, terutama visual. Biasanya, film-film Chow mengisahkan seorang pria (yang diperankan dia sendiri) dari kalangan bawah yang punya mimpi muluk. Dalam perjalanannya, pria itu bakal mendapat kekuatan yang membuatnya bisa meraih mimpi.

Formula itu tampak jelas dalam dua film Chow yang paling populer di Indonesia: “Shaolin Soccer” dan “Kung Fu Hustle”. Dua film ini pulalah yang membuat nama Chow tak lagi hanya populer di Hong Kong, negeri kelahirannya, tetapi juga di seluruh dunia.

“Shaolin Soccer” dan “Kung Fu Hustle” tak cuma besar di negara-negara Asia tetapi juga sampai ke Amerika Serikat. Ini membuat mimpi go international Chow terpenuhi setelah gagal pada medio 1990-an. Pada 1995, Chow sempat ditolak masuk Kanada karena dianggap punya keterlibatan dengan triad. Penolakan ini membuatnya gagal pula masuk ke Amerika Serikat.

Namun, berkat “Shaolin Soccer” dan “Kung Fu Hustle”, pengakuan internasional akhirnya didapat. “Shaolin Soccer” dibeli hak distribusinya di Amerika oleh Harvey Weinstein meskipun akhirnya kerja sama ini berakhir pahit. Weinstein menahan distribusi film selama tiga tahun dan begitu dirilis sudah banyak orang Amerika yang menyaksikan versi bajakannya.

Namun Chow tak gentar. Dalam memproduksi “Kung Fu Hustle”, Chow menggandeng Sony Pictures Classic, di mana akhirnya dia bisa bekerja dengan penata laga yang sebelumnya membesut film “Crouching Tiger, Hidden Dragon”. “Kung Fu Hustle” ini menjadi puncak pencapaian Chow di genre Mo Lei Tau-nya.

Setelah itu Chow beringsut menjauh dari Mo Lei Tau. Walau demikian, sukses tetap menaungi. Film “Journey to the West” (2013) dan “The Mermaid” (2016), misalnya, sukses memecahkan berbagai rekor pendapatan di China. “Journey to the West” sendiri merupakan film fantasi komedi dan “The Mermaid” merupakan film komedi romantis.

Kesuksesan demi kesuksesan diraih Chow baik sebagai aktor, sutradara, maupun produser. Itulah mengapa kabar bahwa dia mengalami kebangkrutan cukup mengejutkan. Kamis (15/10/2020), media-media Indonesia ramai mengabarkan bahwa pria 58 tahun itu memiliki utang hingga Rp700 miliar.

Ada dua penyebab di balik kebangkrutan Chow. Pertama, sengketa hukum antara dia dan mantan kekasihnya soal komisi penjualan rumah mewah. Kedua, ketidakmampuan Chow membayar utang besar kepada investor karena COVID-19 menghantam industri perfilman dengan keras.

Pada 2012, Yu Man Fung, mantan pacar Chow, menggugat sang aktor sebesar HK$80 juta (US$14 juta) yang diklaim sebagai komisi atas penjualan rumah mewah di The Peak, Hong Kong. Man Fung merasa berhak mendapat komisi 10% yang berarti HK$80 juta. Namun, Man Fung mengaku baru menerima HK$10 juta (US$1,75 juta). Kasus ini sendiri akan disidangkan November mendatang.

Lalu pada 2016 terjadi penandatangan perjanjian di mana investor yang berkomitmen investasi sebesar HK$1,33 miliar (US$230 juta) di perusahaan Stephen akan mendapatkan keuntungan sebesar HK$1,04 miliar (US$180 juta) setelah empat tahun.

Menurut sumber yang dikutip Detik Finance, segala sesuatunya berjalan cukup lancar dalam tiga tahun pertama, dengan perusahaan mencatat keuntungan total sebesar HK$670 juta (US$117 juta). Namun di tahun ke empat, investor hanya menerima HK$ 160 juta (US$30 juta) karena pandemi yang telah memukul industri film global.

Dengan perjanjian yang berakhir dan Stephen tidak dapat memenuhi targetnya, investor mengejarnya karena kekurangan uang. Bahkan, mereka minta agar dia membeli kembali saham mereka.

Pada Juni, ada laporan bahwa Stephen telah menggadaikan rumahnya dan tidak akan memiliki masalah untuk membayar utangnya. Ada pembeli yang tertarik dengan rumahnya yang seharga HK$1,1 miliar (US$198 juta) tetapi Chow tidak tergerak untuk menjualnya.

Dua film terakhir Chow sendiri, “The New King of Comedy” dan “Kung Fu Hustle 2”, tidak bisa dibilang sukses di pasaran. “The New King of Comedy”, misalnya, cuma berhasil mendatangkan uang 624 juta yuan atau US$123 juta. Bandingkan dengan “The Mermaid” yang sanggup meraup 3,39 miliar yuan atau US$668 juta di China.

Berita mengenai kebangkrutan Stephen Chow ini muncul secara tiba-tiba sejak 13 Oktober. Sebelum itu tidak pernah ada kabar apa pun soal ini. Jumlah berita pun terus mengalami kenaikan sampai hari ini, Kamis (15/10). Tercatat ada 119 berita yang mengabarkan kebangkrutan Chow beserta turunan-turunannya.

Turunan-turunan yang dimaksud adalah info general mengenai Chow. Seperti apa profilnya, bagaimana sepak terjangnya selama ini, dan judul-judul film apa saja yang membuat namanya populer. Jika ditotal, jumlahnya mencapai 119 itu.

Berita kebangkrutan Stephen Chow mulai muncul pada 13 Oktober dan terus ramai hingga 15 Oktober 2020.
Sentimen pemberitaan kebangkrutan Stephen Chow di media daring dan media cetak.

Karena ini merupakan berita buruk, wajar saja jika sentimen negatif di pemberitaan mendominasi. Di media daring, sentimen negatif muncul hingga 68 persen, sementara di media cetak bahkan 100 persen. Sisanya, 18 persen berita di media daring menghasilkan sentimen positif dan 14 persen sentimen netral.

Berita soal kebangkrutan Chow beserta detail-detailnya itulah yang menghasilkan sentimen negatif. Sedangkan, berita-berita turunan menghasilkan sentimen positif dan netral. Listicle berjudul “5 Film Terbaik Stephen Chow, si Raja Komedi yang Kini Terlilit Utang” di Detik, misalnya, menghasilkan sentimen netral.

Adapun, dari berita-berita mengenai detail kebangkrutan Chow, Binokular menemukan satu fenomena menarik. Ada beberapa pemberitaan yang dengan sengaja mengarahkan pembaca untuk menganggap Yu Man Fung sebagai penyebab kebangkrutan utama Chow. Padahal, utang Chow terhadap Man Fung sebenarnya jauh lebih sedikit dibandingkan utangnya kepada investor.

Namun, tak semuanya begitu. Kebanyakan media memberitakan kebangkrutan Chow ini dengan adil. Artinya, musabab utama di balik problem ini memang COVID-19 yang membuat Chow kesulitan mengembalikan uang ke investor.

Yah, begitulah kondisi Stephen Chow sekarang. Sebagai orang yang entah sudah berapa kali menyaksikan “Kung Fu Hustle”, saya berharap sang legenda bisa menemukan jurus tapak Budha-nya untuk menghadapi dan menyelesaikan segala persoalan ini.

--

--

Yoga Cholandha
Binokular

I write about football, music, TV shows, movies, WWE, and maybe some other things.