Jozeph Paul Zhang Ngaku Nabi, Langsung Diburu Polisi

Indra Buwana
Binokular
Published in
8 min readApr 21, 2021

Belakangan, media dihebohkan lagi dengan isu penistaan agama. Pelakunya yaitu Jozeph Paul Zhang yang mengaku seorang pendeta Kristen. Ia terseret masalah akibat mengaku nabi ke-26.

Pengakuan Jozeph sebagai nabi ke-26 dilontarkan dalam acara komunitasnya yang diadakan secara daring melalui Zoom dengan judul “Puasa Lalim Islam”. Namun, situasi menjadi geger ketika ia mengunggah video acara komunitasnya itu di akun YouTube pribadinya sehingga bisa diakses publik. Sayangnya, akun tersebut sedang ditutup.

Selain pernyataannya sebagai nabi, ada pernyataan Jozeph lainnya di video tersebut yang tidak kalah provokatif. Dilansir Detik.com, Jozeph tampak mengeluhkan mengapa ibadah puasa yang dilakukan umat Islam turut merugikan umat beragama lain. Kerugian tersebut akibat membuat umat lain turut lapar dan kebisingan menjelang Idul Fitri.

Masih mengutip Detik.com, Jozeph juga berbicara tentang puasa di Eropa. Ia bercerita bahwa puasa umat muslim di Eropa hanya dilakukan di tahun pertama (setelah memeluk Islam) akibat takut Allah. Namun, kualitas puasa tahun-tahun berikutnya akan menurun sampai tidak melakukan puasa sama sekali. Ia beralasan turunnya kualitas puasa itu disebabkan Allah tidak melihat umatnya karena sedang dikurung di Ka’bah.

Sadar pernyataannya kontroversial, Jozeph malah melempar sayembara. Ia menantang publik untuk melaporkan dirinya ke polisi. Ia berlanjut melontarkan pengakuan sebagai nabi ke-26 yang meluruskan kesesatan dan kecabulan nabi sebelumnya. Baru kemudian Jozeph mengumumkan jumlah hadiah uang sebanyak satu juta rupiah bagi lima orang yang melporkannya ke polisi atas dugaan penistaan agama.

Pernyataan Jozeph menuai respon keras dari organisasi Islam di Indonesia. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Cholil Nafis menilai Jozeph adalah orang yang arogan dan perlu diberi pelajaran. Sekretaris Umum (Sejum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengecam Jozeph dan menyindir Jozeph memiliki mengidap penyakit kejiwaan. Keduanya setuju bahwa Jozeph harus diusut pihak kepolisian.

Kini, status Jozeph Paul Zhang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri dalam perkara tindak pidana penistaan agama melalui media daring. Penetapannya sebagai tersangka tidak dilakukan dengan pemeriksaan terlebih dahulu sebagai terlapor.

Jozeph Paul Zhang dikenakan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE dan Pasal 156a KUHP dengan unsur pidana ujaran kebencian dalam UU ITE dan penodaan agama di KUHP. Jozeph Paul Zhang telah dimasukkan ke daftar pencarian orang (DPO) Polri. Polri pun telah bekerja sama dengan pihak Interpol untuk mengeluarkan status red notice pada Jozeph Paul Zhang.

Siapakah Jozeph Paul Zhang?

Siapa sebenarnya Jozeph Paul Zhang ini? Jozeph Paul Zhang adalah nama yang ia gunakan di YouTube. Nama aslinya adalah Shindy Paul Soerjomoeljono. Ia mengaku sebagai seorang apologet Kristen alias orang yang ahli dalam menjelaskan keimanan dan kepercayaan Kristen. Ia kerap berdakwah secara daring melalui media Zoom dan kerap mengunggah videonya di YouTube. Video yang diunggah di kanal Youtube Jozeph Paul Zhang yang dikelola Jozeph sendiri kerap menyerang berbagai pihak.

Jozeph berdakwah secara daring bukan tanpa alasan. Jozeph berada di luar negeri dan hanya lewat daringlah ia bisa berkomunikasi dengan komunitasnya yang ada di Indonesia. Jozeph sendiri mengaku bermukim di Bremen, Jerman.

Jozeph Paul Zhang mencantumkan gelar kepastoran pada namanya. Namun, gelar itu punya polemik tersendiri. Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Gomar Gultom mengemukakan bahwa gelar pastor Jozeph Paul Zhang tidak jelas berasal dari gereja mana. Gomar berpendapat bahwa pastor atau pendeta adalah jabatan yang melekat pada gereja tertentu.

Gomar pun tidak setuju dengan berbagai pernyataan kontroversial Jozeph dan meminta masyarakat untuk tidak perlu menanggapinya karena hanya akan membuatnya semakin terkenal. Gomar menegaskan bahwa tugas pastor seharusnya membina umat agar tidak terombang-ambing oleh ajaran aneh dan sesat.

Jozeph mengaku sudah melepaskan statusnya sebagai warga negara Indonesia (WNI). Ia beralasan agar tidak ditangkap polisi, terlebih dengan berbagai pernyataannya yang kontroversial.

Namun, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes (Pol) Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers penelusuran Jozeph Paul Zhang menyatakan bahwa Jozeph masih berstatus WNI. Ahmad menerangkan bahwa tidak ada permohonan pencabutan status WNI atas nama Shindy Paul Soerjomoeljono atau nama asli Jozeph. Sehingga Jozeph masih terikat pada hukum yang berlaku di Indonesia.

Nabi Palsu Bukan Barang Baru

Fenomena nabi palsu bukan hal yang asing di Indonesia. Dalam dua dekade terakhir, tercatat ada beberapa kemunculan para nabi palsu ini. Pengakuan para nabi ini ketika menjadi nabi cukup seragam. Mereka mendapat wahyu yang menjadi motivasi mereka mendeklarasikan diri sebagai nabi.

Ajaran yang disampaikan para “nabi modern” ini bermacam. Ada yang menawarkan ajaran baru, memodifikasi ajaran agama yang telah ada, bahkan ada pula yang mengharuskan membayar sejumlah rupiah. Contoh nabi bermotif ekonomi ini seperti Abdul Muhjib, warga Karawang yang mengaku nabi sekaligus penjual tiket ke surga seharga dua juta rupiah dan Eyang Ended, nabi palsu dari Banten yang mewajibkan calon rekrutannya untuk menyetor lima juta rupiah sebelum bergabung ke agamanya. Seperti MLM ya.

Salah satu contoh nabi palsu yang lumayan heboh adalah Ahmad Musadeq. Mantan guru olahraga ini mengaku mendapat wahyu setelah bertapa selama 40 hari 40 malam di Gunung Bunder, Bogor, Jawa Barat. Dalam pengakuannya ia sebenarnya tidak membawa agama baru, melainkan menggenapkan nubuat Allah dalam Al Quran.

Musadeq lantas membentuk Al Qiyadah Al Islamiyah, berubah jadi Komunitas Millah Abraham, dan terakhir menjadi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang berbentuk seperti organisasi sosial kemasyarakatan. Inti dari ajaran Musadeq adalah ajakan untuk menganut ajaran Ibrahim dan menegakkan aturan manusia secara holistik. Musadeq menganggap ritual-ritual peribadahan tidak lagi diperlukan. Maka dari itu ia tidak mewajibkan salat dan puasa pada para pengikutnya.

Membicarakan nabi palsu di Indonesia tentu tidak bisa tidak membicarakan Lia Aminuddin atau yang lebih terkenal dengan panggilan Lia Eden. Lia Eden mengklaim mendapat wahyu dari Malaikat Jibril dan mendeklarasikan ajaran baru bernama Salamullah yang merupakan peleburan dari elemen-elemen yang ada di beberapa agama sekaligus seperti Islam, Kristen, dan Buddha. Lia Eden menjadi pimpinan sektenya yang bernama Sekte Kerajaan Tuhan dan memiliki istananya sendiri di bilangan Senen, Jakarta Pusat. Lia Eden baru saja meninggal pada 9 April 2021 dalam usia 73 tahun.

Meskipun membawa ajaran yang berbeda, para nabi palsu yang disebutkan tadi memiliki nasib yang sama, yaitu sama-sama berurusan dengan pihak berwajib. Tuduhannya pun kurang lebih sama, penodaan atau penistaan agama, terkecuali Eyang Ended akibat menipu hingga 30 perempuan untuk melakukan hubungan seksual dengan dalih ritual. Bahkan Lia Eden dua kali masuk bui pada tahun 2006 dan 2009.

Risiko persekusi pun muncul bagi para pengikut nabi palsu itu. Kasus pengusiran terhadap 1.124 orang mantan anggota Gafatar di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat pada tahun 2016 memperlihatkan kemampuan masyarakat yang bisa bersikap beringas karena perkara keyakinan.

Tindakan pengusiran dilakukan dengan membakar rumah-rumah dan merusak beberapa fasilitas umum di tempat para mantan anggota Gafatar itu tinggal. Dari laporan BBC News Indonesia, para eks-Gafatar itu tinggal di sana karena tidak ada yang mau menerima mereka.

Kala itu, Gafatar memang sedang sering dibicarakan terkait kasus penculikan belasan orang dan dinyatakan sesat oleh MUI. Padahal sebelum ada pengusiran pada Januari 2016, Gafatar sudah bubar pada Agustus 2015.

Lalu bagaimana dengan Jozeph Paul Zhang? Ada beberapa elemen yang sama antara kasus Jozeph Paul Zhang dengan kasus-kasus nabi palsu lainnya. Persamaan itu antara lain sama-sama mengaku nabi palsu, dilabeli sebagai penista agama, dan berurusan dengan pihak berwajib.

Bedanya, pengakuan Jozeph sebagai nabi palsu terkesan seperti sebuah olok-olok yang memang sengaja dilempar kepada Islam yang memiliki umat terbanyak di Indonesia. Ini terlihat dari berbagai pernyataan Jozeph yang memang provokatif yang menyebabkan ia terseret kasus penistaan agama. Kecenderungan untuk menjatuhkan agama atau pihak lain itu juga ditunjukkan Jozeph di berbagai video yang ada di kanal YouTubenya.

Jozeph tampaknya merasa sudah cukup aman ketika melempar pernyataan-pernyataan kontroversialnya. Jozeph yang berada di luar negeri dan mengaku sudah melepaskan statusnya sebagai warga negara Indonesia merasa bahwa ia sudah berada di luar jangkauan hukum Indonesia. Meskipun pada akhirnya Polri menyatakan tidak menemukan permintaan ganti kewarganegaraan oleh Jozeph.

Status Jozeph yang mengaku sebagai pastor secara implisit menyatakan bahwa dirinya masih terikat dengan Kristen. Dengan kata lain, Jozeph tidak menawarkan suatu ajaran baru. Hanya saja, ia mengajukan perspektif yang kontroversial yang bisa menempatkan posisi seseorang menjadi terpojok. Dan hal itu ia lakukan dengan menjatuhkan agama lain.

Pantauan Media

Binokular turut memantau perkembangan isu penistaan agama oleh Jozeph Paul Zhang menggunakan mesin Newstensity. Jangka waktu pemantauan adalah tanggal 16–20 April 2021. Sedangkan keyword yang digunakan untuk pencarian adalah “jozeph paul zhang” dan “paul zhang”. Hasilnya, Newstensity berhasil menangkap total 3.400 berita selama jangka waktu pemantauan.

Berita mengenai Jozeph Paul Zhang baru muncul pada tanggal 17 April 2021. Berita pada tanggal 17 April sendiri masih berjumlah 34 berita saja. Keesokan harinya, 18 April, jumlah berita langsung meroket hingga mencapai 1.018 berita. Puncaknya, terjadi pada tanggal 19 April dengan 1.234 berita. Pada tanggal 20 April pun jumlah berita harian masih berada di atas dengan 1.114 berita.

Jumlah berita pada tanggal 17 April tidak terlalu banyak akibat isu tersebut baru benar-benar naik ke permukaan pada malam hari. Detik.com yang menjadi salah satu media yang pertama mengulas topik ini menjadi pemicu mengapa topik ini menjadi begitu ramai diperbincangkan. Barulah hari-hari berikutnya topik ini mendapat sorotan yang begitu banyak dari media. Well, topik sensitif yang menyinggung Islam memang berpotensi memunculkan trafik sih.

Newstensity menemukan bahwa topik Jozeph Paul Zhang muncul di 29 provinsi dengan pusat pemberitaan di Jakarta. 5 provinsi yang absen yaitu Kepulauan Bangka Belitung, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Ini menunjukkan bahwa media lokal juga cukup menaruh minat pada topik ini.

Sentimen negatif menjadi yang terbanyak dengan 2.440 berita (72%), diikuti positif 654 berita (13%), dan netral (9%). Pemberitaan negatif yang menjadi pemberitaan dominan memperlihatkan bagaimana media mengemas topik ini secara agitatif. Kata-kata “penistaan agama” dan sejenisnya yang kerap muncul di dalam konten berita pun terkesan buruk. Ini diperparah dengan ujaran dari Jozeph Paul Zhang yang provokatif.

Berita dari Detik.com yang berjudul “Viral Video Jozeph Paul Zhang Diduga Menista Agama, Tantang Dipolisikan” bisa menjadi contoh yang tepat bagaimana kombinasi kedua hal di atas bisa menghasilkan sebuah artikel yang bisa memancing emosi pembaca. Selain menaruh kata “menista agama” di bagian judul, artikel tersebut memuat kutipan hampir seluruh pernyataan Jozeph yang membuatnya diburu Polisi.

Sedangkan berita positif dan netral kerap muncul dari upaya penelusuran Jozeph Paul Zhang yang dilakukan kepolisian. Contohnya berita dari Detik.com yang berjudul “Polri Yakin Jozeph Paul Zhang Bisa Ditangkap Meski Ada di Jerman” memuat optimisme Polri dalam menangkap Jozeph. Ungkapan-ungkapan agar tidak turut terprovokasi turut mendapat sentimen positif.

Artikel dari Suara.com yang berjudul “Jangan Terprovokasi Ucapan Jozeph Paul Zhang, Serahkan kepada Polisi” memuat pesan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Peduli Bangsa Nusantara Ferry Razali yang menitikberatkan pada ajakan agar tetap menjaga kondusivitas dan menyerahkan penyelidikan pada Polri.

Menarik untuk dilihat artikel yang mencoba mengademkan suasana di tengah panasnya topik agama ini. Ada 103 artikel yang memiliki tajuk berupa ajakan agar masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi. Jumlahnya sedikit jika dibanding artikel lainnya. Namun, bisa kita lihat bahwa media tampaknya tidak terlalu berminat untuk memuat banyak artikel yang mengingatkan untuk tetap berkepala dingin di situasi yang panas.

Bisa dilihat bahwa media beramai-ramai menyiarkan topik berita penistaan agama oleh Jozeph Paul Zhang. Apa mau dikata, isu agama memang terlanjur seksi di masyarakat. Namun, lebih baik masyarakat tetap tenang dalam menanggapi isu ini, terutama umat Islam. Ingat lagi puasa. Harus tahan amarah, hehehehe.

--

--