Kabar Duka dari Rumah Isolasi Mandiri

Indra Buwana
Binokular
Published in
6 min readJul 7, 2021

Indonesia sedang berada di fase terburuk pandemi Covid-19. Kasus positif harian sudah menembus angka 31.189 pada 6 Juli 2021. Fase ini lebih buruk jika dibandingkan dengan puncak kasus Covid-19 sebelumnya, yaitu pada 31 Januari 2021 yang menembus angka 14.518.

Ada malapetaka yang mengekor. Tingginya kasus positif harian diiringi dengan meningkatnya jumlah kasus kematian yaitu 728 kasus pada tanggal 6 Juli 2021. Angka itu pun menjadi rekor tertinggi jumlah kematian selama pandemi berlangsung di Indonesia. Perlu dicatat bahwa jumlah angka kematian tersebut adalah angka kematian yang masuk ke catatan Satuan Tugas Penanganan Covid-19.

Permasalahan peliknya adalah orang yang meninggal akibat Covid-19 tidak hanya terjadi pada pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit. Ada pula mereka yang meninggal dengan indikasi positif Covid-19 di luar fasilitas pelayanan kesehatan.

Koalisi masyarakat LaporCovid-19 menemukan bahwa selama periode Juni 2021 hingga 2 Juli 2021, terdapat 265 korban jiwa positif Covid-19 di luar rumah sakit. Korban meninggal dalam kondisi sedang menjalani isolasi mandiri, saat berupaya mencari fasilitas pelayanan kesehatan, dan saat sedang menunggu antrean untuk masuk instalasi gawat darurat di rumah sakit. Kasus-kasus tersebut ditemukan LaporCovid-19 melalui unggahan media sosial masyarakat di Twitter, media daring, serta laporan masyarakat kepada LaporCovid-19.

Korban jiwa tersebut tersebar di 47 kabupaten/kota di 10 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Lampung, Kepulauan Riau, Riau, dan Nusa Tenggara Timur. Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah kematian di luar rumah sakit tertinggi dengan 97 kematian di 11 kota/kabupaten. Sedangkan, Jawa Tengah memiliki tingkat sebaran wilayah terbanyak dengan 12 kota/kabupaten.

sumber: laporcovid19.org

Dalam keterangan kepada Tirto.id, penggiat LaporCovid-19 Said Fariz menyatakan bahwa fenomena ini adalah buntut dari sikap abai pemerintah dalam memenuhi hak atas kesehatan masyarakat di masa pandemi yang telah tercantum pada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Fariz pun meminta pemerintah untuk memperkuat fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang bekerja di dalamnya, sekaligus menerapkan pembatasan mobilitas dengan ketat dan konsisten untuk meredam lonjakan kasus positif dan tingkat kematian.

Berita Duka di Mana-Mana

Pemantauan media menggunakan mesin Newstensity memperlihatkan tren pemberitaan yang memprihatinkan. Dari hasil pantauan media dari gabungan keyword “isolasi mandiri” dan “meninggal” pada tanggal 1 Juni hingga 6 Juli 2021, ada tren kenaikan secara gradual jumlah pemberitaan yang mengandung dua keyword tersebut. Grafik menunjukkan lonjakan yang cukup drastis terjadi pada tanggal 3–5 Juli 2021, dari 423 berita pada 3 Juli, 580 berita pada 4 Juli, dan puncaknya 852 berita pada 5 Juli. Total pemberitaan yang mengandung keyword tersebut pada periode 1 Juni-6 Juli 2021 mencapai 14.274 berita.

Persebaran pemberitaan mencapai seluruh provinsi di Indonesia. Jakarta masih menjadi episentrum pemberitaan dengan 2.957 berita, diikuti oleh Jawa Barat dengan 2.639 berita, dan Jawa Tengah dengan 2.534 berita. Adanya berita Covid-19, khususnya mengenai isu pasien meninggal saat isolasi mandiri, di seluruh provinsi menandakan bahwa topik Covid-19 dan turunannya masih menjadi topik hangat untuk dibicarakan. Hal ini wajar mengingat seluruh provinsi juga sedang berjuang menghadapi Covid-19.

Analisis word cloud memperlihatkan bahwa berita yang mengandung keyword “isolasi mandiri” dan “meninggal” tidak hanya soal berita pasien yang meninggal pada saat isolasi mandiri saja. Keyword yang ditandai dengan kotak hitam seperti “klaster”, “ppkm”, dan “oksigen” merupakan representasi dari topik-topik lain yang terkait dengan pemberitaan dengan keyword “isolasi mandiri” dan “meninggal”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tangkapan berita tidak murni hanya memberitakan mengenai pasien yang meninggal pada saat isolasi mandiri.

Contoh berita yang merepresentasikan topik penderita Covid-19 yang meninggal sewaktu isolasi mandiri bisa dilihat dari lansiran CNNIndonesia.com tentang adanya 41 orang yang meninggal akibat Covid-19 saat isolasi mandiri di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sepanjang Juni 2021. Salah satu penyebab permasalahan itu adalah keterisian rumah sakit yang penuh.

Lansiran sindonews.com tentang evakuasi penderita Covid-19 yang meninggal di sebuah kos di Pacitan, Jawa Timur memperlihatkan bagaimana memprihatinkannya seorang penderita Covid-19 yang harus menjalani isolasi seorang diri. Diketahui pula bahwa penderita meninggal hanya empat hari sejak mulai isolasi mandiri.

Tribunnews.com mengangkat berita seorang penderita Covid-19 berusia 58 tahun di Kemayoran, Jakarta Pusat yang meninggal setelah menjalani isolasi mandiri selama sehari. Dari keterangan keluarga korban, penderita tersebut meninggal setelah sempat ditolak 11 rumah sakit untuk mendapat perawatan medis.

Apa yang dialami penderita Covid-19 di Kemayoran itu tidak jauh berbeda dengan Ki Manteb Sudarsono. Dalang kondang yang berusia 75 tahun ini juga meninggal karena Covid-19 sewaktu isolasi mandiri. Dari lansiran Tirto.id, Ki Manteb tidak bisa dibawa ke rumah sakit lantaran rumah sakit di sekitar kediamannya penuh. Akhirnya, Ki Manteb hanya menjalani perawatan di rumah saja, meskipun ia juga memiliki riwayat penyakit paru-paru sebagai komorbid.

Rumah Sakit Kewalahan

Kasus penderita Covid-19 di Kemayoran dan Ki Manteb Sudarsono memperlihatkan masalah yang benar-benar serius dalam penanganan pandemi Covid-19. Ketersediaan tempat di rumah sakit semakin terbatas dan susah diakses oleh orang-orang yang benar-benar membutuhkan pertolongan medis tahap lanjut.

Dilansir Tempo.co, instalasi gawat darurat (IGD) di 13 rumah sakit di Surabaya ditutup akibat tidak mampu lagi menampung pasien baru. Rumah sakit tersebut adalah Rumah Sakit Islam Ahmad Yani dan Jemursari, RS Royal, RS Wiyung Sejahtera, RS PHC, RS Adi Husada Undaan Wetan dan Kapasari, RS Premier, National Hospital, RS Al-Irsyad, RS Gotong Royong, RS RKZ serta RS William Booth.

Tempo.co juga melaporkan membeludaknya pasien di RSUD Dr. Soetomo, rumah sakit milik Pemeirntah Provinsi Jawa Timur. Kondisi tersebut memaksa pihak rumah sakit untuk merawat pasien di teras. Ketua Forum Pers RSUD Soetomo Urip Murtejo mengatakan bahwa melubernya pasien adalah dampak dari melonjaknya pasien Covid-19.

RSUD Kanujoso Djatiwibowo, Balikpapan, Kalimantan Timur juga terpaksa merawat sebagian pasien Covid-19 di teras akibat ruang isolasi pasien Covid-19 penuh sejak tanggal 1 Juli 2021. Pihak RSUD Kanujoso lantas mengosongkan ruangan lain untuk isolasi pasien Covid-19 dan memindahkan pasien biasa yang sebelumnya menempati ruangan tersebut agar tidak tertular.

Di DIY pun tidak jauh berbeda. Sejumlah rumah sakit rujukan di DIY sempat menutup IGD lantaran melonjaknya pasien Covid-19. Tingkat keterisian tempat tidur di sejumlah rumah sakit di DIY sempat menyentuh angka 100%. Kepala Subbag Hukum Pemasaran dan Kemitraan RSUD Panembahan Senopati Bantul menyatakan bahwa IGD RSUD Panembahan Senopati ditutup sementara dimulai sejak tanggal 27 Juni 2021. Penutupan itu dilakukan akibat ada penumpukan pasien di IGD dan ruang rawat isolasi yang tidak mampu menampung pasien tambahan.

Selain pasien yang membeludak, RSUP Dr. Sardjito sempat mengalami kekosongan oksigen yang lagi-lagi disebabkan melonjaknya pasien Covid-19. Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito Rukmono Siswishanto mengatakan bahwa suplai oksigen dari Oksigen Sentral RSUP Dr. Sardjito habis pada tanggal 3 Juli 2021 pukul 20.00. Hal itu membuat perawatan pasien yang membutuhkan oksigen beralih menggunakan oksigen tabung. Truk yang membawa oksigen cair baru datang mengisi suplai oksigen RSUP Dr. Sardjito menjelang subuh keesokan harinya.

Kematian penderita Covid-19 pada saat isolasi mandiri patut menjadi refleksi. Gelombang pagebluk yang semakin menjadi-jadi ini sudah seharusnya membuat kita semakin memproteksi diri. Menjaga kebersihan, menggunakan masker ganda, dan membatasi mobilitas tetap perlu menjadi urgensi, meskipun telah diingatkan berkali-kali. Semoga kita semua selamat dari pandemi.

--

--