Kado Akhir Tahun Jokowi: Reshuffle Kabinet Indonesia Maju

Indra Buwana
Binokular
Published in
7 min readDec 23, 2020

Beberapa hari sebelum tahun 2020 usai, Presiden Joko Widodo memberi kejutan. Ia mengocok ulang jajaran para menterinya di Kabinet Indonesia Maju. Reshuffle ini berfungsi untuk mengisi dua pos menteri yang kosong, yaitu Menteri Sosial dan Menteri Kelautan dan Perikanan. Ada pula jabatan menteri yang diganti. Total ada 6 posisi menteri yang diganti.

Posisi Menteri Sosial diisi oleh Mantan Walikota Surabaya Tri Rismaharini menggantikan Juliari Batubara yang tersandung kasus korupsi bantuan sosial Covid-19. Risma memang sudah santer diisukan bakal mengisi posisi Menteri Sosial.

Untuk posisi Menteri Kelautan dan Perikanan yang juga kosong karena menteri sebelumnya, Edhy Prabowo, tersandung korupsi, kini diisi oleh Wahyu Sakti Trenggono. Wahyu sebelumnya menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan di bawah Menteri Pertahanan Prabowo.

Nama lainnya yang masuk ke kabinet yaitu Sandiaga Uno, pebisnis dan Mantan Calon Wakil Presiden di putaran Pilpres 2019. Sandi masuk untuk mengisi posisi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang sebelumnya diisi oleh sesama pebisnis Wishnutama. Dengan masuknya Sandi, Jokowi sudah mengoleksi semua lawan politiknya di putaran Pilpres lalu.

Kemudian ada Yaqut Cholil Qoumas yang dimandati untuk menjabat posisi Menteri Agama menggantikan Fachrul Razi. Menag baru yang akrab dipanggil Gus Yaqut ini sebelumnya adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2019–2024 dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Putra salah satu pendiri PKB K.H. Muhammad Cholil Bisri ini pernah menjabat sebagai Ketua GP Ansor.

Pos Menteri Perdagangan juga kena rombak. Agus Suparmanto yang sebelumnya menjabat Mendag diganti oleh Muhammad Lutfi. Latar Lutfi adalah pebisnis, tapi ia bukan orang asing di bidang pemerintahan. Lutfi pernah diangkat menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di tahun 2005 rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. SBY mengangkat kembali Lutfi sebagai Mendag selama 9 bulan menggantikan Gita Wirjawan di tahun 2014, tahun terakhir SBY menjabat sebelum digantikan Jokowi. Jabatan Lutfi sebelum kembali menjadi Mendag adalah Duta Besar RI untuk Amerika Serikat.

Terakhir adalah posisi yang sering mendapat tekanan akibat respon yang tidak cekatan terhadap pandemi Covid-19, Menteri Kesehatan. Menkes Terawan Agus Putranto harus terlempar dan digantikan oleh Budi Gunadi Sadikin. Uniknya, BGS tidak punya latar di bidang kesehatan. BGS yang besar di dunia perbankan pernah menjadi Direktur Utama Bank Mandiri. Lepas dari Bank Mandiri, BSG mendarat di PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) sebagai Direktur Utama. Saat BGS menjabat Dirut Inalum, ia memainkan peran penting dalam akuisisi 51% saham Freeport.

Acara pelantikan jajaran menteri baru ini akan dilangsungkan tanggal 23 Desember 2020 pagi.

Kenapa Baru Sekarang?

Sebelum Jokowi akhirnya merombak kabinetnya, ia pernah mengancam akan melakukannya di depan kabinetnya sendiri. “Langkah apapun yang extraordinary akan saya lakukan, untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara. Bisa saja membubarkan lembaga, bisa juga reshuffle,” kata Jokowi di depan para menteri dan kepala lembaga dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, 18 Juni 2020 lalu.

Jokowi dengan cukup emosional mengkritisi performa para pembantunya yang masih bekerja biasa-biasa saja. Menurutnya, semuanya harus memiliki sense of crisis dan bekerja dengan kerja yang luar biasa. Bahaya sekali jika masih menganggap semuanya masih normal.

Ia juga mengkritisi lambannya anggaran untuk bisa cair. Mulai dari anggaran kesehatan sebesar Rp 75 trilyun yang baru keluar 1,53% saja, pencairan bantuan sosial Covid-19, dan stimulus ekonomi yang sudah ditunggu rakyat, tapi tidak segera turun.

Ancaman Jokowi ada dasarnya. Pemerintah tampak gagap dalam menghadapi pandemi yang baru berjalan 3 bulan pada Juni 2020. Bak sudah jatuh tertimpa tangga, Indonesia belum kelar menangani pandemi Covid-19, tapi sudah dikuntit ancaman resesi ekonomi. Benar saja, pertumbuhan ekonomi di kuartal 2 dan kuartal 3 tahun 2020 hasilnya negatif. Masing-masing minus 5,3% dan minus 3,49%.

Isu reshuffle muncul kembali medio Agustus 2020. Beredar informasi jika para menteri dilarang meninggalkan Jakarta dari tanggal 12 Agustus hingga 22 Agustus 2020. Namun, kabar burung ini ditepis oleh Istana.

“Jadi kita semua terkejut dengan rilis yang mengatakan ada 18 menteri yang akan di- reshuffle . Itu tidak benar, karena hari-hari ini kita konsentrasi luar biasa untuk menghadapi krisis kesehatan dan krisis perekonomian,” kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengklarifikasi isu tersebut dikutip dari setkab.go.id.

Lembaga survei politik pernah menangkap persepsi publik soal isu reshuffle. Voxpopuli Research Center misalnya yang merilis hasil surverinya tanggal 5 Oktober. Survei kinerja pemerintah itu dilakukan terhadap 1.200 responden.

“72,8 persen responden setuju dilakukan reshuffle kabinet terhadap menteri-menteri yang kinerjanya buruk. Hanya 22,3 persen yang tidak setuju dan 4,9 persen tidak tahu/tidak jawab,” ujar Direktur Eksekutif Voxpopuli Research Center Dika Moehamad yang dikutip dari JawaPos.

Voxpopuli juga menyoroti menteri yang kinerjanya paling buruk dengan indikator nilai di bawah 1%. Mereka adalah Mendikbud Nadiem Makarim dengan nilai 0,9%, Menteri KKP Edhy Prabowo 0,7%, dan Menkes Terawan Agus Putranto di posisi paling bontot dengan 0,1%.

Hasil survei yang dirilis Indonesia Political Opinion (IPO) tanggal 28 Oktober malah lebih frontal. Dikutip dari Merdeka, survei IPO terhadap 170 peneliti dan 1.200 orang umum menghasilkan nama-nama menteri yang pantas diganti. Mereka adalah Menkes Terawan Agus Putranto (57%), Menkominfo Johnny G Plate (55%), Yasonna Laoly (47%), Mentan Syahrul Yasin Limpo (44%), dan Mendikbud Nadiem Makarim (40%).

Pertaruhan Jokowi pada Budi Gunadi Sadikin

Langkah Jokowi menunjuk Budi Gunadi Sadikin untuk mengepalai Kementerian Kesehatan adalah perjudian yang besar. Wajar saja, kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia yang sudah berjalan selama 9 bulan ini belum terlihat ujungnya.

Publik sontak menyoroti latar belakang BGS yang jauh dari bidang kesehatan. Contohnya dari ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati. “Di tengah pandemi seperti saat ini, masyarakat butuh sosok profesional di bidangnya. Track record profesional seseorang kan kemudian dilihat dari latar belakang juga pengalaman di bidang tersebut. Nah, mungkin Pak BGS bahkan selama ini tidak pernah terlibat di sektor kesehatan,” kata Enny dikutip dari Suara.com.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira pun turut menyuarakan ketidakcocokannya. “Apa tidak ada lagi orang yang lebih kompeten dalam bidang kesehatan? Apa karena pak jokowi juga ingin menjadikan kesehatan di nomor dua sehingga persoalannya di selesaikan secara ekonomi karena ada rasa ketidakpercayaan pada Menteri Kesehatan dan dirjennya?,” ucap Bhima dari laporan Kontan.

Namun, ada pula yang mendukung BGS. Ketua Dewan Pertimbangan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menganggap penujukkan BGS sebagai Menkes tidak masalah. “Yang penting kan team work-nya nanti bagaimana dia merekrut pembantunya yang harusnya memang ahli dalam bidang kedokterannya sehingga keputusannya menjadi bermanfaat,” kata Zubairi dikutip dari Kontan.

Melihat rekam jejak pernyataan BGS, tampaknya ia paham bahwa sektor kesehatan menjadi kunci untuk pemulihan ekonomi nasional. Pernyataannya sebagai Ketua Satgas Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menunjukkan hal tersebut.

“Sehingga respons kebijakan, siapa yang harus memimpin, sebenarnya adalah temen-temen di sektor kesehatan. Kalau kesehatannya enggak pulih, sulit ekonomi bisa bangkit,” ungkap BGS dalam sebuah webinar yang dikutip dari Kumparan.

BGS juga pernah mengungkap bahwa ada realokasi anggaran PEN pada keterangannya 25 November 2020 lalu. Realokasi itu menaikkan anggaran kesehatan PEN dari Rp 87,55 trilyun meningkat Rp 97.26 trilyun. Kenaikan itu terjadi untuk menalangi program vaksinasi. Dan dengan posisi BGS sekarang sebagai Menkes, kini perannya dalam program vaksinasi Covid-19 untuk seluruh masyarkat Indonesia akan menjadi makin krusial.

Topik Reshuffle di Media Massa

Reshuffle menjadi isu yang panas dalam dua hari ini. Begitu Jokowi mengumumkan para menteri barunya, jumlah berita reshuffle langsung meroket. Hasil pemantauan Newstensity terhadap isu reshuffle dalam jangka waktu 19 Desember hingga 23 Desember pukul 12.00 memperlihatkan hal tersebut.

Momentum kenaikan berita reshuffle tampak pada tanggal 21 Desember dengan munculnya 406 berita. Puncak pemberitaan ada pada hari berikutnya, 22 Desember, yang bertepatan dengan pengumuman menteri-menteri baru oleh Jokowi. Jumlahnya 2.265 berita pada hari itu saja.

Berita berangsur turun pada hari setelahnya, 23 Desember, meskipun acara pelantikan menteri tersebut dilaksanakan pada hari itu. Jumlah berita tanggal 23 Desember hingga pukul 12.00 adalah 908 berita.

Analisis sentimen Newstensity memperlihatkan dominasi sentimen positif di media daring dan cetak. Dari media daring, porsi sentimen positif adalah 2.547 berita (74%), dibanding negatif 634 berita (19%), dan netral 245 (7%). Media cetak punya 116 berita bersentimen positif (71%), kemudian negatif 36 berita (22%), dan netral 12 berita (7%).

Deviasi ditunjukkan di proporsi sentimen berita TV. Sentimen netral menjadi yang terbanyak dengan 43 berita (74%), positif 8 berita (14%), dan negatif 7 berita (12%). Deviasi ini disebabkan pemantauan TV Newstensity hanya berupa ringkasan singkat. Bukan konten berita TV secara keseluruhan.

Secara umum, berita soal reshuffle memiliki sentimen positif yang biasanya memiliki konten tidak jauh-jauh dari profil para menteri baru. Termasuk di antaranya alasan penunjukan para menteri, serba-serbi para menteri, respon pengamat, dan optimisme untuk para menteri baru ini.

Sentimen netral terdiri dari berita yang hanya menyajikan profil para menteri secara sekilas. Ada pula berita soal pengaruh reshuffle terhadap pasar modal yang juga mendapat sentimen netral.

Untuk sentimen negatif dipengaruhi oleh pemilihan judul dengan diksi yang cukup kontroversial. Berita-berita soal kritikan terhadap jajaran kabinet baru maupun dosa para menteri sebelumnya juga mendapat sentimen negatif. Contohnya artikel “Alasan Jokowi Reshuffle Kabinetnya, Ditangkap KPK, Tak Tanggap Covid-19, Hingga Pariwisata Terpuruk” dari Tribunnews yang mendapat sentimen negatif karena judul dan konten berita yang memojokkan.

Respon ramai media menandakan bahwa reshuffle Kabinet Indonesia Maju adalah isu besar. Bisa dimaklumi karena perombakan dilakukan selain untuk mengisi jabatan menteri yang kosong, juga untuk pos Menteri Kesehatan yang perannya krusial di masa pandemi Covid-19. Berita bagusnya, banyaknya ulasan media dibarengi dengan sentimen positif yang dominan. Artinya, reshuffle kabinet menyimpan secercah harapan untuk kemajuan bangsa. Selamat bekerja para menteri baru!

--

--