Kantong Bocor ACT yang Berujung Pencabutan Izin

Nurul Qomariyah Pramisti
Binokular
Published in
10 min readJul 6, 2022

Awal pekan pertama bulan Juli, media sosial diramaikan pembicaraan mengenai salah satu lembaga filantropi terbesar di Indonesia, Aksi Cepat Tanggap (ACT). Tagar #JanganPercayaACT bertengger menjadi topik perbincangan utama di media sosial Twitter. Keriuhan ini menyusul adanya laporan investigatif majalah Tempo edisi Sabtu, 2 Juli 2022, yang menuliskan adanya dugaan penyelewengan yang dilakukan oleh sebuah lembaga kemanusiaan yang sudah berdiri selama lebih dari 17 tahun itu.

Laporan “Kantong Bocor Dana Umat” di Majalah Tempo mengungkap hasil penelusuran tentang adanya dugaan penyelewengan yang dilakukan oleh petinggi ACT. Mulai dari penggelapan dana donasi, berbagai fasilitas mewah yang diterima oleh petingginya, sejumlah program kerja yang terbengkalai, hingga pemotongan gaji karyawannya. Laporan tersebut mencengangkan publik, karena selama ini ACT dikenal sebagai lembaga kemanusiaan yang cepat tanggap merespons berbagai bencana dan memberikan bantuan kepada yang membutuhkan.

ACT merupakan salah satu lembaga filantropi populer dan terbesar di Indonesia. Nama ACT beberapa kali muncul berada di balik berbagai aksi kemanusiaan berupa penggalangan hingga penyaluran donasi. Selama kurun waktu dua tahun yakni dari tahun 2018 hingga 2020, lembaga ini mampu mengumpulkandana masyarakat hingga mencapai Rp500 miliar. Jumlah itu lebih besar dibandingkan lembaga sosial lainnya seperti Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat yang dalam kurun waktu sama mampu mengumpulkan dana masing-masing sebesar Rp375 miliar dan Rp224 miliar.

Pada Rabu, 6 Juli 2022, Kementerian Sosial (Kemensos) akhirnya mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang diberikan kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap. Pencabutan izin tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggal.

“Jadi alasan kita mencabut [izin] dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal, baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut,” kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi.

Polemik ACT

Melansir laman resmi ACT, lembaga ini didirikan pada tanggal 21 April 2005 sebagai yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan. ACT kemudian mengembangkan aktivitasnya, mulai dari kegiatan tanggap darurat, program pemulihan pascabencana, pemberdayaan, pengembangan masyarakat, serta program berbasis spiritual seperti Qurban, Zakat dan Wakaf.

Kontroversi lembaga ini mencuat sejak lengsernya pendiri sekaligus pemimpin ACT, Ahyudin, pada Januari 2022. Laporan Tempo menyebut lengsernya Ahyudin disebut-sebut karena adanya dugaan pemborosan dan penyelewengan oleh petinggi ACT selama bertahun-tahun. Bentuk pemborosan terlihat dari besar gaji petinggi ACT seperti untuk Ahyudin yang mencapai Rp250 juta per bulannya. Ahyudin pun dikabarkan menerima tiga fasilitas mobil mewah seperti Toyota Alphard, Mitsubishi Pajero Sport, dan Honda CR-V.

Pemborosan melalui pemberian fasilitas mewah petinggi lembaga ini berdampak langsung pada krisis keuangan yang dialami oleh ACT hingga berimbas pada pemotongan gaji karyawan hingga lebih dari 50% pada periode Oktober-Desember 2021 lalu.

Dugaan memperkaya diri sendiri juga disebutkan Tempo mengenai adanya penerimaan aliran dana petinggi ACT dari unit bisnis lembaganya, PT Hydro Perdana Retaliando, perusahaan yang mengelola jaringan Sodaqo Mart. Penelusuran Tempo menemukan aliran dana ini kemudian digunakan untuk pembangunan rumah pribadi Ahyudin dan keluarganya.

ACT turut ditengarai beberapa kali melakukan pemotongan dana donasi. Seperti dana donasi untuk pembangunan masjid di Sydney, Australia. Pemotongan donasi yang dilakukan oleh ACT dalam pembangunan masjid disebut mencapai hingga sekitar 23%. Jumlah ini lebih tinggi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan yang menyebutkan potongan maksimal untuk donasi sosial hanya 10%. Pemotongan donasi ini juga disebutkan melanggar aturan syariat Islam yang menyebut pemotongan untuk donasi keagamaan seperti zakat, infak, dan sedekah tidak boleh melebih 12,5%.

Selain pembangunan masjid, pemotongan dana bantuan juga diduga dilakukan oleh ACT melalui dana kompensasi bagi korban kecelakaan pesawat jatuh Lion Air pada Oktober 2018 lalu untuk pembangunan sebanyak 91 sekolah. Boeing disebutkan mengalirkan uang sebanyak Rp135 miliar kepada ACT, tetapi penggunaan dana tersebut diduga tidak maksimal dilakukan oleh ACT.

Realisasi pembangunan sekolah pun beberapa kali tersendat dan proyek yang sudah selesai dikeluhkan dikerjakan asal-asalan karena tidak sesuai dengan perencanaan. Hal ini diduga karena ada sebagian dana yang mengalir untuk menutup pembiayaan program kerja ACT lainnya.

Menggantikan Ahyudin, Ibnu Khajar pemimpin baru ACT, dalam wawancaranya bersama Tempo, tak menampik beberapa permasalahan yang terjadi pada lembaga adalah benar dan meyakinkan bahwa ACT sedang melakukan perbaikan. Ia pun meminta untuk lebih berfokus pada apa yang sedang diupayakan oleh lembaga dengan mengatakan “yang sudah berlalu biarlah berlalu”. Komitmen perbaikan lembaga disampaikan Ibnu Khajar kembali melalui konferensi pers dengan tajuk “Pernyataan Sikap ACT” melalui akun YouTube resmi ACT pada Senin (4/7) lalu.

Ibnu turut menuturkan pengunduran Ahyudin sebagai hal yang biasa dalam manajemen. Ia pun mengindikasikan bahwa hal tersebut dilakukan sebagai aksi “bersih-bersih” lembaga.

Klaim berbeda disampaikan Ahyudin dalam wawancara terpisahnya dengan Tempo. Ahyudin menyebut kelengserannya sebagai “persekongkolan” yang dilakukan sejumlah anak buahnya untuk melakukan kudeta terhadapnya. Masalah keuangan lembaga disebutnya sengaja disembunyikan darinya sehingga muncul adanya persepsi masyarakat bahwa dirinya melakukan manipulasi keuangan lembaga.

Ahyudin juga mengungkapkan adanya pemaksaan penandatanganan surat pengunduran dirinya sebagai pemimpin ACT oleh beberapa orang di ACT. Pengakuan ini berbeda dengan yang disampaikan oleh Ibnu Khajar yang menyebutkan permintaan pengunduran diri Ahyudin dilakukan secara baik-baik tanpa ada paksaan.

Pemberitaan Media

Setelah laporan Tempo dirilis, secara masif ACT menjadi bahan pemberitaan media. Berdasarkan pantauan big data Newstensity milik PT Nestara Teknologi Teradata menggunakan keyword “Aksi Cepat Tanggap”, terjaring 785 berita terkait dengan isu tersebut selama periode 2–4 Juli 2022.

Grafik 1. Lini Pemberitaan tentang isu Aksi Cepat Tanggap (sumber: Newstensity)

Hasil pemberitaan mulai muncul pertama kali pada tanggal 3 Juli 2022 saat ACT menjadi trending topik di Twitter atas dugaan penyelewengan dana donasi. Puncak volume berita ada pada tanggal 4 Juli 2022, tepat sehari setelah Majalah Tempo mengunggah sampul majalah dengan judul “Kantong Bocor Dana Umat” di media sosial.

Grafik 2. Sentimen Pemberitaan ACT

Terdapat 258 berita atau 33% pemberitaan dengan sentimen negatif, yang mayoritas didominasi dengan pemberitaan tentang PPATK yang berencana mengungkapkan dugaan penyelewangan dana untuk kepentingan pribadi dan aktivitas terlarang. Selain itu, pemberitaan tentang Bareskrim Polri yang membuka penyelidikan terkait dugaan penyelewengan dana umat oleh ACT. Didukung dengan pemberitaan BNPT dalami dugaan penyimpangan dana oleh ACT untuk aktivitas terlarang.

Sementara pemberitaan dengan sentimen positif mencapai 514 berita atau 79%, yang sebagian besar didominasi dengan pemberitaan yang disertai permohonanmaaf yang dilakukan Presiden ACT Ibnu Khajar kepada donatur dan masyarakat Indonesia. Serta didukung dengan pemberitaan klarifikasi mobil mewah yang digunakan pimpinan ACT yang sudah dijual.

Grafik 3. Analisis Word Cloud

Dari analisis word cloud pemberitaan “penyelewangan”, “act”, “dana”, sebagai isu utamanya. Keyword“ahyudin” muncul sebagai individu yang kerap muncul, sebagai mantan Presiden ACT yang diduga melakukan penyelewangan dana untuk kepentingan pribadinya. Selain itu muncul keyword“wagub” dan “pemprov” yang merupakan pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai salah satu mitra dari ACT.

Keriuhan Warganet

Kasus ACT mulai menjadi perbincangan hangat warganet pada Minggu (3/7/2022). Pemantauan dilakukan di media sosial Twitter menggunakan tools dari Socindex milik PT Nestara Teknologi Teradata dengan menggunakan kata kunci “Aksi Cepat Tanggap” dan “ACT”, serta tagar #AksiCepatTanggap, dan #ACT. Keempat kata kunci meraup 376.109 engagement(jumlah interaksi berupa comment, post, share, danview), 34.541 talk(jumlah post dancomment), 283.431 likes, dan 28.356.107 audience(jumlah pengunjung media sosial yang terpantau) sepanjang periode 2–4 Juli 2022.

Grafik 4. Statistik Twitter keyword “Aksi Cepat Tanggap”, “ACT”, dan taggar #AksiCepatTanggap dan #ACT dalam cuitan berbahasa Indonesia 2–4 Juli 2022. (sumber: Socindex)

Puncak engagementterjadi pada tanggal 4 Juli 2022 atau sehari setelah @temponewsroom mengunggah edisi majalah tempo dengan judul headline Kantong Bocor Dana Umat. Terdapat 28.769 talks, dan dicuit ulang hingga 50.092 kali.

Grafik 5. Linimasa Percakapan di Twitter

Hasil analisis bot scoreSocindex mengindikasikan bahwa percakapan berlangsung secara organik. Indikasi muncul dari angka cuitan yang dibuat oleh akun pengguna asli (human) mencapai 2.149, jauh lebih tinggi daripada cuitan yang dibuat akun cyborgdan akun bot(robot).

Grafik 6. Perbandingan cuitan human, cyborg, dan bot keyword Aksi Cepat Tanggap”, “ACT”, dan taggar #AksiCepatTanggap dan #ACT dalam cuitan berbahasa Indonesia 2–4 Juli 2022. (sumber: Socindex)

Daftar top retweetdengan retweet terbanyak terkait penyelewengan donasi oleh para petinggi ACT. Yang teratas adalah ciutan dari Prajna @adepedia yang membagikan tautan dari majalah.tempo.co tentang bagaimana para petinggi ACT menyelewengkan donasi.

Lalu ada, akun milik Ikhsan Ali @bungicank yang membuat utas terkait pengalaman pribadinya yang pernah menggembor-gemborkan penyelewengan yang dilakukan oleh ACT kepada teman-temannya, serta menceritakan tentang keluarga Presiden ACT.

Bhagavad Sambadha @fullmoonfolks yang menceritakan pengalaman pribadinya ketika menangani disaster relief yang enggan bekerjasama dengan ACT, karena dianggap kurang beres di lapangan.

Grafik 7. Ciutan teratas berdasarkan retweet tentang Aksi Cepat Tanggap atau ACT periode 2–4 Juli 2022. (sumber: Socindex)

Ragam Reaksi Warganet

Pemberitaan penyelewengan ACT mendapat reaksi beragam dari warganet. Di media sosial Twitter misalnya, ada yang mengecam aksi tersebut dan menyesalkan lembaga yang seharusnya mampu menebar kebaikan sebagai penyalur donasi bagi mereka yang membutuhkan justru rusak karena aksi memperkaya diri sendiri yang dilakukan oleh petingginya.

Transparansi keuangan dana donasi menjadi yang banyak dipertanyakan. ACT disebut tidak transparan dalam menyampaikan keuangannya terkait besar donasi yang diterima hingga realisasi penyalurannya. Desakan dari berbagai kalangan terkait keterbukaan laporan keuangan ACT pun bermunculan termasuk dari pemerintah yang meminta ACT untuk berani membuka diri kepada publik.

Berbagai kritik mengenai ACT muncul di antaranya melalui kata “Aksi Cepat Tilep” yang merupakan pelesetan dari kepanjangan ACT. Kata ini pun sempat menjadi topik utama perbincangan di media sosial Twitter.

Kecaman terhadap ACT cukup banyak dijumpai tetapi tidak sedikit juga warganet yang melakukan pembelaan dengan menyebut pergantian kepemipinan oleh Ibnu Khajar sebagai awal dari perbaikan ACT. Beberapa dari mereka bahkan menyebut bahwa besar donasi yang dipotong oleh ACT masih bisa diwajarkan mengingat statusnya yang bukan lembaga amil zakat.

Terkait status ACT yang bukan lembaga amil zakat, Ibnu Khajar dalam konferensi pers juga menyampaikan pembelaan serupa. Ibnu mengaku, ACT mengambil sekitar 13,5% dari donasi. menurutnya pemotongan sebesar itu tidak masalah karena ACT merupakan lembaga filantropi bukan zakat yang mendapat izin dari Kementerian sosial (Kemensos).

Selain itu, tagar #KamiPercayaACT pun muncul mewarnai topik pembicaraan di Twitter seolah muncul sebagai counter atastagar #JanganPercayaACT yang sudah trending sebelumnya.

Narasi yang Berlebihan

ACT juga dipermasalahkan soal narasi yang berlebihan dalam melakukan aksi penggalangan dana donasinya. Kasus donasi pembangunan masjid di Sydney salah satunya. Penulisan kata “Surau Pertama di Sydney” dalam kampanye aksi penggalangan dana pembangunan masjid dipermasalahkan karena pada kenyataannya sudah ada ratusan masjid dibangun di sana.

Permasalahan ini bukan yang pertama kali bagi ACT dan lembaga pengumpul donasi sejenis. Peneliti filantropi, Hamid Abidin, menyebut lembaga pengumpul donasi memang kerap melebih-lebihkan promosinya. Hamid menambahkan apa yang dilakukan lembaga-lembaga tersebut dapat disebut sebagai pelanggaran kode etik karena telah menggunakan informasi bohong untuk mencapai tujuannya.

Tidak sedikit warganet yang turut menyinggung permasalahan ini. Ekspresi berlebihan yang dituliskan dalam kampanye ACT disebut beberapa warganet terlalu mendramatisasi persoalan yang terjadi sehingga mengaburkan kerja sebenarnya yang dilakukan oleh lembaga tersebut.

Beberapa turut menyinggung tentang narasi kemanusiaan yang digunakan ACT dalam penggalangan dana untuk korban perang. ACT memang sudah lama terkenal aktif dalam melakukan penggalangan dan penyaluran dana donasi pada negara-negara konflik di timur tengah seperti Palestina dan Suriah. Publik pun mempertanyakan berapa besar dana yang sudah diterima oleh lembaga ini atas nama Palestina? Apakah kemudian Palestina hanya dimanfaatkan untuk mengeruk lebih banyak lagi dana bagi ACT? Mengingat simpati bangsa ini cukup besar terhadap Palestina.

Aturan Hukum dan Pengawasan bagi Lembaga Sejenis

Reaksi publik terhadap adanya dugaan penyelewengan dana donasi tampaknya akan berdampak pada tergerusnya kepercayaan publik terhadap lembaga sejenis. Banyak dari mereka kemudian bertanya: kepada lembaga mana mereka harus berdonasi?

Kekhawatiran publik tentang ini sangat beralasan. Sebab munculnya laporan tentang dugaan penyelewengan yang dilakukan ACT menjadi cerminan tentang belum adanya aturan di negeri ini yang mengatur secara detail sehingga mampu memberi pengawasan terkait operasional lembaga-lembaga pengumpulan donasi.

Tempo menyebutkan peraturan mengenai lembaga pengumpulan dana donasi dari masyarakat selama ini mengacu pada dua peraturan yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 9 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang serta PP Nomor 29 tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Dua peraturan tersebut memiliki batasannya yaitu hanya mengatur tentang sistem birokrasi perizinan dan belum mengatur tentang akuntabilitas dan sanksi jika terjadi penyelewengan dari pihak lembaga.

Harapan pun muncul tentang adanya aturan hukum yang baru bagi lembaga penggalangan donasi. Ketua komisi VIII Yandri Susanto memiliki harapan yang sama. Menurutnya, sangat diperlukan upaya pemerintah dalam membuat peraturan khusus tentang mekanisme pengumpulan serta akuntabilitas penyelenggaraan bagi lembaga filantropi.

Yandri menambahkan Kemensos sebagai kementerian yang membawahi lembaga pengelolaan dana bantuan masyarakat memiliki kewajiban untuk memberikan pemantauan ketat. Menurutnya kemensos juga kementerian atau lembaga lain perlu untuk membuat peraturan yang lebih detail seperti sanksi kecurangan oleh lembaga sejenis.

Usulan peraturan tersebut apabila nantinya terealisasi tentunya diharapkan mampu berjalan dengan baik sehingga tidak akan ada lagi lembaga-lembaga penggalangan donasi yang ternyata sibuk memperkaya dirinya sendiri dengan bersembunyi di bawah kedok kemanusiaan.

--

--

Nurul Qomariyah Pramisti
Binokular

A writer with 22 years of experience as an economic journalist