Keriuhan yang Selalu Mewarnai Kenaikan Harga BBM

Nurul Qomariyah Pramisti
Binokular
Published in
11 min readSep 8, 2022

Rencana kenaikan harga BBM di Indonesia selalu memantik pro dan kontra.

Ketok palu kebijakan penyesuaian harga BBM pada Sabtu (3/9) menjelang sore hari itu cukup mengejutkan. Harga BBM bersubsidi yakni Pertalite dan Solar naik, masing-masing menjadi Rp10.000 dan Rp6.800 per liter. Tak ketinggalan, harga BBM non-subsidi Pertamax pun turut naik menjadi Rp14.500 per liter.

Kenaikan harga BBM yang diumumkan secara tiba-tiba ini sontak menimbulkan keriuhan. Masyarakat merasa kecolongan sebab terlanjur percaya harga BBM tidak jadi naik setelah kabar kenaikan harga BBM yang disebut berlaku per hari Kamis, 1 September pada kenyataannya batal terjadi.

Sebelumnya, ramai kabar tentang rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM subsidi pada 1 September 2022. Mengantisipasi kenaikan harga, masyarakat pun berlomba memenuhi tangki kendaraan mereka. Antrean terlihat di berbagai SPBU menjelang 1 September, meski pemerintah belum secara resmi mengkonfirmasi akan ada kenaikan harga.

Alih-alih menaikkan harga, pada hari itu pemerintah justru memangkas harga tiga jenis BBM nonsubsidi yaitu Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex dengan rata-rata penurunan sebesar Rp2.000 per liter. Penyesuaian dilakukan mengacu pada harga minyak global yang sudah melandai.

Harga minyak mentah dunia memang mulai tren menurun, setelah melonjak tinggi sejak awal tahun. Kebijakan lockdown di Tiongkok sebagai salah satu pasar minyak terbesar serta pelemahan kondisi ekonomi global disebut menjadi penekan harga minyak tersebut.

Sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia tersebut, maka harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) pada bulan Juli 2022 pun turun menjadi USD 106,73 per barel dari bulan sebelumnya pada angka USD 117,62 per barel.

Kenaikan harga yang secara tiba-tiba pada akhir pekan tersebut pun memunculkan pertanyaan: Jika memang harga minyak global mengalami penurunan, mengapa kenaikan harga BBM tetap dilakukan?

APBN yang Terancam Jebol

Sinyal kenaikan harga BBM subsidi memang sudah menguat sejak harga minyak melonjak, dipicu invasi Rusia ke Ukraina. Pemerintah beberapa kali menyampaikan kekhawatiran terkait potensi jebolnya anggaran APBN yang terus tergerus oleh beban subsidi energi.

Pada Mei 2022, pemerintah melakukan penyesuaian APBN karena beban subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp502,4 triliun, melonjak dari yang semula dianggarkan sebanyak Rp152 triliun. Penyesuaian diajukan oleh Kementerian Keuangan sebagai respons atas kenaikan harga minyak dunia bersamaan dengan upaya pemerintah untuk menahan agar tidak terjadi kenaikan di dalam negeri. Dengan harga minyak yang tinggi, sementara harga jual tidak dinaikkan, otomatis selisih yang harus dipikul melalui subsidi BBM semakin besar.

Disparitas harga keekonomian BBM dengan harga BBM di pasaran memang masih besar. Harga keekonomian jenis Pertalite, Solar dan Pertamax disebut berada di kisaran Rp16.000-Rp18.000 per liter. Ini artinya, pemerintah masih memanggul subsidi meski tidak lagi sebesar sebelum kenaikan harga.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, menurut perhitungan Kementerian Keuangan beban subsidi akan terus membengkak secara signifikan. Perhitungan harga ICP yang telah diturunkan menjadi USD 90 per barel pun menurutnya akan tetap memberatkan dana subsidi mengingat ICP merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang berpengaruh pada pembentukan postur APBN. Ditambah dengan kondisi pasar energi dunia yang masih akan terus bergejolak. Satu hal yang ditekankan lagi adalah bahwa BBM bersubsidi banyak pula dinikmati oleh masyarakat yang mampu. Untuk itu, pemerintah berupaya mengalihkan anggaran subsidi untuk membantu masyarakat yang terdampak.

Sri Mulyani menyebut kebijakan ini akan dibarengi dengan pemberian bantuan untuk membantu kalangan yang paling terdampak akan kenaikan harga BBM. Belanja penggunaan subsidi pun disebut akan dialihkan untuk menambah dana bantuan sosial (bansos) dengan perkiraan tambahan mencapai Rp24,17 triliun.

Pengamat menanggapi momentum pengalihan subsidi BBM tersebut. Pengamat Ekonomi Energi dari UGM, Fahmy Radhy menyebut kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM dengan alasan sekitar 70% subsidi BBM masih dinikmati kelompok masyarakat mampu menunjukkan bahwa pemerintah mencari mudahnya saja. Kebijakan tersebut pun dinilai salah sasaran karena tidak berfokus pada akar permasalahannya yaitu subsidi yang tidak tepat sasaran.

Direktur Celios, Bhima Yudhistira, juga menyebutkan hal serupa. Menurutnya, prioritas pemerintah seharusnya ada pada pembatasan dan pengawasan ketat penyaluran BBM bukan justru dibebankan seluruhnya kepada masyarakat dengan menaikkan harganya.

Ujarnya lagi, kebijakan menaikkan harga yang tidak dibarengi dengan pengawasan penggunaan BBM akan tetap membuat APBN terdesak. Pemerintah seharusnya bisa melakukan kebijakan yang memiliki dampak jauh lebih kecil khususnya bagi perekonomian masyarakat.

Naik Turun Harga BBM Selama Pemerintahan Jokowi

Penyesuaian harga BBM kali ini sebenarnya bukanlah yang pertama kali dilakukan selama masa pemerintahan Presiden Jokowi. Selama tujuh tahun berkuasa, Jokowi telah melakukan beberapa kali kebijakan terkait penyesuaian harga BBM.

2014

Pada tahun pertamanya sebagai Presiden, tepatnya pada November 2014, Jokowi menetapkan kebijakan kenaikan harga BBM subsidi jenis Solar dan Premium. Harga Premium saat itu ditetapkan naik dari yang awalnya Rp6.500 menjadi Rp8.500 per liter. Sementara untuk jenis Solar naik dari Rp5.500 menjadi Rp7.500 per liter. Jokowi menyebut kebijakan tersebut sebagai upaya pengalihan anggaran APBN yang akan digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, layanan pendidikan dan kesehatan.

2015

Tidak berselang lama, pada tanggal 1 Januari 2015, Jokowi mengumumkan penurunan harga BBM bersubsidi menyusul anjloknya harga minyak dunia saat itu. Bersamaan dengan itu pemerintah pun menghapus subsidi BBM jenis Premium dengan menetapkan harganya turun menjadi Rp7.600 per liter. Sementara Solar tetap mendapat subsidi sebesar dengan harganya turun menjadi sebesar Rp7.250 per liter.

Jokowi kembali menurunkan harga BBM jenis Premium dan Solar pada 19 Januari 2015. Harga Premium turun menjadi Rp6.600 per liter dengan harga Solar berada di angka Rp6.400 per liter. Penurunan harga saat itu dilakukan sebagai upaya menjaga stok BBM.

Dua bulan berselang, di tanggal 1 Maret 2015, Jokowi menaikkan harga BBM untuk jenis bensin Premium di wilayah penugasan Luar Jawa-Madura-Bali. Kenaikan harganya sebesar Rp200 menjadi Rp6.800 per liter. Sementara untuk BBM jenis Solar masih berada di harga yang sama yakni Rp6.400 per liter. Upaya untuk menjaga kestabilan sosial-ekonomi, pengelolaan harga dan logistik di tengah harga minyak dunia yang mengalami fluktuasi disebut menjadi alasan kebijakan kenaikan BBM saat itu.

Belum ada satu bulan sejak kenaikannya yang terakhir, pada 28 Maret 2015, Jokowi kembali menetapkan kebijakan harga BBM jenis Premium di wilayah penugasan Luar Jawa-Madura-Bali dan Solar dengan kenaikansebesar Rp500 per liter. Masing-masing secara berurutan menjadi Rp7.300 dan Rp6.900 per liter. Melemahnya nilai tukar rupiah, kondisi perekonomian negara yang tidak stabil serta fluktuasi harga minyak dunia saat itu menjadi pendorong pemerintah menetapkan kebijakan tersebut.

2016

Jokowi kembali menurunkan harga BBM setelah melihat tren penurunan harga minyak mentah dunia. Tepatnya pada tanggal 30 Maret 2016, pemerintah menurunkan harga Pertalite, yang saat itu masih menjadi jenis BBM non-subsidi, dari yang awalnya Rp7.300 menjadi Rp7.100 per liter. Sementara Pertamax yang semula Rp7.750 turun menjadi Rp.7.550 per liter. Jenis BBM lain seperti Pertamax Plus, dan Pertamina Dex pun juga mengalami penurunan sebesar Rp200 per liternya.

BBM Solar dan Premium terus mengalami penurunan sepanjang tahun 2016. Pada April 2016, pemerintah menurunkan harga Premium menjadi Rp6.450 per liternya dengan Solar menjadi Rp5.150 per liter.

2018

Tahun 2018, harga BBM Pertalite tercatat mengalami dua kali kenaikan. Kenaikan pertama tepatnya pada Januari 2018, naik menjadi Rp7.600 per liter.

Kenaikan kedua tidak berselang lama setelahnya yaitu pada 24 Maret 2018 menjadi Rp7.800 per liter. Penyesuaian dilakukan mengikuti perkembangan harga minyak mentah dunia yang saat itu terus menunjukkan peningkatan.

2019

Memasuki tahun-tahun jelang periode kedua pemerintahannya, Jokowi menurunkan harga Pertalite menjadi Rp7.650 per liter pada 5 Januari 2019. Sementara Pertamax turun menjadi Rp10.200 per liter. Pun dengan jenis BBM lain seperti Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex. Penurunan ini dilakukan sejalan dengan penurunan harga minyak dunia.

2022

Penyesuaian pada tahun 2022 dilakuan Jokowi tepatnya pada tanggal 1 April 2022. Saat itu Jokowi menetapkan kebijakan kenaikan harga jenis BBM Pertamax menjadi Rp12.500 per liternya.

Pada 1 September 2022, pemerintah menetapkan penurunan tiga jenis BBM yaitu Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex masing-masing sebesar Rp2.000 per liter. Dua hari berselang, rencana kenaikan harga tiga jenis BBM, Pertalite, Solar, dan Pertamax diumumkan.

Eksistensi Pasar Pertamina

Dengan kenaikan harga BBM per 3 September, selisih antara BBM yang dijual Pertamina dengna SPBU swasta pun semakin sempit. Persaingan terbuka kini terjadi antara Pertamina dengan penyedia bahan bakar kendaraan lainnya dari perusahaan swasta seperti Vivo Energy, Shell, dan BP-AKR. Konsultan Pemasaran Yuswohady menyebut kenaikan harga BBM membuat Pertamina kini berada di satu tingkatan yang hampir sama dalam hal harga dengan penyedia dari perusahaan swasta. Peluang bagi swasta untuk merebut pasar Pertamina pun semakin terbuka luas.

Inilah yang terjadi setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM. Pemilik kendaraan mengantre SPBU milik PT Vivo Energy Indonesia, yang menjual BBM lebih murah. Revvo 89 merupakan salah satu jenis BBM yang dikeluarkanPT Vivo Energy dengan kadar oktan sedikit lebih kecil dari Pertalite yakni RON 89. Produk BBM ini pada awalnya dibanderol dengan harga Rp9.290 per liter. Setelah kenaikan harga diumumkan oleh pemerintah,turun harga jual Revvo 89 menjadi Rp8.900 per liter.

Beberapa warga pun rela antre untuk mendapatkan bahan bakar ini demi mendapatkan harga yang lebih murah. Meski begitu, euforia sebagian masyarakat dalam mendapatkan alternatif bahan bakar yang lebih murah tidak berlangsung lama. Di tengah membludaknya jumlah pelanggan yang mulai beralih ke Revvo 89, Vivo secara tiba-tiba meniadakan BBM jenis tersebut. Beberapa sumber pun menyebut tingginya permintaan membuat pasokan jenis BBM tersebut habis di pasaran.

Manajemen PT Vivo Energy Indonesia kemudian merilis pernyataan pada Selasa (6/9), harga Revvo 89 mengalami kenaikan dari Rp8.900 menjadi Rp10.900 per liter. Harga jual tersebut ditetapkan oleh Vivo Energy mengacu pada harga minyak mentah dunia serta peraturan dalam negeri tentang penetapan harga jual maksimum BBM.

Sebelumnya sempat beredar kabar tentang adanya perintah dari Kementerian ESDM kepada Vivo Energy untuk meningkatkan harga jual Revvo 89 agar bisa menyesuaikan dengan harga Pertalite.

Namun, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Tutuka Aji membantahnya. Tutuka menegaskan bahwa pengusaha BBM harus mengikuti ketentuan harga bahan bakar sebagaimana Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021.

Berdasarkan regulasi tersebut, Tutuka menjelaskan bahwa pemerintah akan menegur Badan Usaha yang menjual BBM melebihi batas atas. Penetapan harga jual di SPBU saat ini menurutnya merupakan kebijakan Badan Usaha yang dilaporkan ke Menteri Dirjen Migas. Sehingga perintah kenaikan harga oleh pemerintah menurutnya tidak pernah terjadi.

Pemberitaan Media

Dari pantauan alat big data Newstensity milik PT Nestara Teknologi Teradata, dengan menggunakan keyword “Kenaikan Harga BBM”, “Pertalite”, “Pertamax”, “Subsidi BBM”, Newstensity menyaring 36.918 berita terkait dengan isu tersebut untuk periode 16 Agustus hingga 4 September 2022.

Grafik 1. Lini Pemberitaan tentang isu kenaikan harga BBM (Sumber: Newstensity)

Tanggal 16 Agustus 2022, bertepatan dengan pidato kenegaraan di DPR, Presiden Jokowi menyinggung soal kemampuan pemerintah memberikan subsidi dan kompensasi energi hingga Rp 502 triliun di tahun 2022. Sebelumnya, Presiden Jokowi juga menyinggung tentang subsidi BBM, LPG, dan Listrik di Rakernas PDIP bulan Juni 2022.

Sinyal kenaikan harga BBM menguat seelah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan saat mengisi Kuliah Umum di Universitas Hasanudin, Jumat 19 Agustus 2022 menyatakan, Presiden Jokowi akan segera mengumumkan kenaikan harga BBM. Setelahnya, pemberitaan seputar kenaikan harga BBM ini terus menanjak hingga tanggal 1 September 2022, dimana Harga BBM Jenis Pertalite dan Solar masih stabil dan tidak ada kenaikan. Pemerintah malah menurunkan harga BBM Non subsidi Jenis Pertamax Turbo, Dexlite dan Pertamina Dex. Pemberitaan kenaikan harga BBM sempet menurun di tanggal 2 September 2022. Baru pada 3 September 2022, pemberitaan masif saat Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar.

Grafik 2. Sentimen Pemberitaan Kenaikan Harga BBM (Sumber: Newstensity)

Dari jumlah pemberitaan, sebanyak 26.810 berita atau 73% memiliki sentimen positif terutama berkaitan dengan pemberian subsidi energi untuk mencegah harga BBM melonjak tinggi. Adapun pemberitaan negatif dengan 7.755 atau 21%. Mayoritas pemberitaan negatif didominasi dengan terkait dengan BBM jenis Pertalite langka di tengah isu kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM dikhawatirkan picu lonjakan inflasi, menambah jumlah kemiskinan. Kritikan dari berbagai kalangan termasuk rencana aksi demo memberikan sentimen negatif pada pemberitaan periode ini.

Grafik 3. Analisis Word Cloud

Dari analisis word cloud pemberitaan “kenaikan”, “harga”, “bbm”, dan “pertalite”, sebagai isu utamanya. Keyword “Jokowi” muncul sebagai individu yang kerap muncul, sebagai Presiden Republik Indonesia yang mengumumkan kenaikan harga BBM. Selain itu muncul keyword “tolak”, “demo”, “buruh”, “mahasiswa” yang merupakan aksi penolakan kenaikkan harga BBM bersubsidi, dan keyword “pks” muncul sebagai partai yang tidak setuju dengan kenaikan harga BBM bersubsidi.

Pantauan Media Sosial

Kenaikan harga BBM juga ramai menjadi perbincangan di media sosial. Pemantauan dilakukan di media sosial Twitter menggunakan tools dari Socindex milik PT Nestara Teknologi Teradata. Pantauan Socindex di Twitter terkait isu ini sepanjang periode 16 Agustus — 4 September 2022 menunjukkan 1.392.223 engagement dengan talk sebanyak 312.670 percakapan, dan menghasilkan 1.018.797 likes. Serta 16.109.034 audience atau jumlah pengunjung media sosial yang terpantau.

Grafik 1. Statistik Twitter Keyword “Pertalite Naik”, “Harga BBM”, “Kenaikan BBM” dan Tagar #Pertalitenaik, #BBM, #BBMNaik, #BBMNaik_RakyatMenjerit dalam ciutan berbahasa Indonesia 16 Agustus — 4 September 2022. (sumber: Socindex)

Grafik 2. Linimasa Percakapan di Twitter (sumber: Socindex)

Puncak engagement terjadi pada tanggal 3 September 2022, tepat Presiden Joko Widodo menggumumkan kenaikan harga BBM jenis Pertalite, dan Solar. Saat itu terjadi 68,002 talk, dan diciut ulang hingga 99,740 kali.

Grafik 3. Top Mention di Twitter. (sumber: Socindex)

Akun resmi Presiden Joko Widodo, @jokowi menduduki peringkat teratas sebagai akun yang paling banyak disebut di Twitter untuk isu kenaikan harga BBM. Akun Jokowi tercatat disebut hingga 3,082 kali, diikuti @CNNIndonesia yang disebut 1.353 kali, dan @PDemokrat disebut hingga 940 kali.

Cuitan Dr. Indra Kusumah, @aindraku membagikan cuitan perbandingan harga BBM dan kualitas RON di Indonesia dengan di Malaysia, hingga menyerukan batalkan kenaikan BBM mendapat retweet terbanyak. Sementara cuitan Dr. Rizal Ramli @RamliRizal terkait Presiden jamin tak ada kenaikan harga BBM subsidi hingga akhir tahun serta memberikan tautan pemberitaan terkait ciutannya tersebut.

Selain itu ada pula warganet yang menciut tentang Buzzer kenaikan harga BBM mulai digerakan dengan menggunakan taggar #AlihSubsidiTepatGuna. Utas NephiLaxmus @NephiLaxmus sembari memberikan gambar daftar username akun Twitter dan daftar ciutannya.

Gambar 1. Ciutan @NephiLaxmus

Penutup

Kenaikan harga BBM selalu memantik keriuhan baik di linimasa media sosial maupun media konvensional. Pemerintah secara tegas menyatakan bahwa kenaikan harga BBM perlu dilakukan agar beban subsidi tidak membebani APBN, yang pada akhirnya membuat pemerintah tak memiliki keleluasaan anggaran. Apalagi, menurut pemerintah, subsidi BBM ternyata banyak dinikmati kalangan yang mampu. Untuk itu, penting mengalihkan subsidi BBM agar lebih tepat sasaran melalui pemberian bantuan sosial.

Terlepas dari semua polemik tersebut, pemerintah perlu mencari solusi yang lebih bersifat jangka panjang. Saatnya pemerintah kembali menggencarkan energi terbarukan, mengurangi ketergantungan penggunaan bahan bakar fosil yang ternyata sebagian besar diimpor. Tanpa solusi jangka panjang, masalah kenaikan harga BBM ini akan selalu mengulang keriuhannya.

Tulisan dibuat berdasarkan kontribusi:

  • Shavia Azzahra
  • Catur Noviantoro

--

--

Nurul Qomariyah Pramisti
Binokular

A writer with 22 years of experience as an economic journalist