Kini Eiger Sudah Memperbolehkan Review yang Biasa-Biasa Saja

Indra Buwana
Binokular
Published in
7 min readFeb 1, 2021

Kamis, 28 Januari 2021 lalu, Eiger sempat trending di Twitter. Eiger adalah merek yang bernaung di bawah PT Eigerindo Multi Produk Industri, sebuah perusahaan anak negeri yang befokus pada produksi piranti-piranti aktivitas alam dan luar ruangan. Usut punya usut, Eiger jadi trending akibat surat “cintanya” kepada seorang Youtuber di-spill di Twitter.

Eiger mengirimkan sepucuk surat kepada Dian Widiyanarko, pemilik akun Youtube duniadian. Surat yang bertanggal 23 Desember 2020 itu berkop surat PT Eigerindo Multi Produk Industri dan ditandatangani oleh Hendra, HCGA & Legal General Manager. Dian mengunggah surat itu di Twitter tanggal 28 Januari 2021. Dalam suratnya, Hendra menuliskan beberapa keberatan soal ulasan Dian di video “REVIEW Kacamata EIGER Kerato | Cocok Jadi Kacamata Sepeda”.

Ada tiga poin keberatan Hendra atas video tersebut. Pertama, “kualitas video review produk yang kurang bagus dari segi pengambilan video yang dapat menyebabkan produk kami terlihat berbeda baik dari segi warna, bahan dan detail aksesoris menjadi terlihat kurang jelas”. Kedua, “adanya suara di luar video utama yang dapat menganggu (noise) sehingga informasi tidak jelas bagi konsumen”. Dan ketiga, “setting lokasi yang kurang proper bagi pengambilan video”.

Atas keberatan-keberatan itu, Hendra meminta Dian untuk memperbaiki atau menghapus konten video review produk itu. Surat itu ditutup dengan harapan Hendra agar “dapat menjadi seorang Youtuber yang lebih baik lagi dalam mereview video”.

Dian dalam cuitannya mengaku kaget mendapat “surat cinta” itu. Keberatan-keberatan yang disampaikan Eiger kepada Dian seperti komplain dari klien kepada pemberi jasa. Masalahnya, Eiger tidak meng-endorse Dian atau memberikan bantuan apapun untuk review tersebut. Dian juga mengaku bahwa ia membeli produk kacamata itu dengan uangnya sendiri.

Di tweet selanjutnya, Dian menekankan bahwa seharusnya Eiger berterima kasih kepadanya karena ia melakukan promosi gratis dengan tone video yang positif. Dan memang demikian adanya. Dian bahkan menyampaikan, “kacamata Eiger ini kayak menjadi oasis” dalam video review yang dipermasalahkan. Dian bahkan lanjut membeberkan beberapa poin positif kacamata tersebut, seperti modelnya yang keren, rangkanya yang fleksibel sehingga muat untuk orang yang bermuka lebar, dan kualitasnya yang bagus.

Dian bersikap tidak akan menghapus video unggahannya itu. Sebagai bentuk kekecewaannya, Dian juga mencuitkan, “Mulai hari ini saya tidak akan beli produk anda lagi dan tidak akan mereview di channel saya lagi. Biar hanya youtuber bintang lima dengan alat canggih saja yang mereview produk anda”.

Cuitan Dian banjir respon dari warga Twitter. Ternyata, cuitan Dian memancing orang lain yang pernah mengalami kasus serupa. Ada beberapa pemilik akun Youtube turut berkomentar di cuitan Dian dan mengaku pernah disurati oleh Eiger perkara video review juga. Anehnya, surat-surat yang juga dikirimkan oleh Hendra kepada para Youtuber itu terasa seperti template dengan komplain yang mirip.

Para penerima surat cinta dari Eiger

Setelah ramai dan mendapat tekanan publik, Eiger pun buka suara. Eiger lewat akun Twitter resminya menyampaikan suart permohonan maaf yang ditandatangani oleh CEO PT Eigerindo Multi Produk Industri Ronny Lukito sendiri. Dalam surat itu, Eiger mengakui bahwa surat yang dilayangkan kepada Dian memang benar dari tim internal Eiger. Eiger pun menyadari bahwa apa yang telah dilakukan oleh manajemen adalah tidak tepat.

Mohon dimaafkan

Momentum bagi Kompetitor

Blunder Eiger pun dimanfaatkan dengan apik oleh Arei, kompetitor Eiger yang juga bergerak bisnis perlengkapan luar ruangan. Brand yang dibesut oleh Billy Andrias sedari 2005 ini mengunggah kiriman Instagram yang membebaskan konsumennya untuk me-review produk-produk Arei dengan cara apapun.

Review dipersilakan

Sontak kiriman tersebut mendapat respon yang ramai di Instagram. Bahkan kiriman itu mendapat lebih banyak respon dibanding beberapa kiriman Arei lainnya.

Meskipun berbeda ranah bisnis dengan Eiger dan Arei, ada beberapa brand yang meniru cara Arei yang membebaskan konsumen untuk memberikan review. Akun Twitter @txtfrombrand mengkompilasi beberapa kiriman tersebut.

Thread kumpulan ambush marketing blunder Eiger

Review dan Potensi Terkena UU ITE

Artikel tanya jawab dari Hukumonline.com menjelaskan dengan cukup rinci hubungan antara review yang diunggah ke dunia maya dengan hukum yang ada, utamanya UU Nomor 11 Tahun 2008 atau yang lumrah kita sebut dengan UU ITE dan perubahannya UU Nomor 19 Tahun 2016.

Hukumonline.com menyebut, ada pasal yang bisa dikaitkan dengan review, yaitu Pasal 27 ayat (3) UU ITE dengan bunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Ancaman bagi pelanggar pasal itu diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016 dengan pidana paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00.

Ketentuan itu merupakan delik aduan. Jadi pelanggaran hukum hanya dapat diproses setelah korban melapor atas tindakan penghinaan atau pencemaran nama baik itu. Jadi korbanlah yang menilai secara subyektif apakah sebuah konten dianggap menghina dirinya atau tidak.

Namun, perlu diperhatikan pula konteksnya. Konteks dibutuhkan untuk memberikan kerangka yang lebih obyektif terhadap konten. Konteks mencakup maksud dan tujuan pelaku dalam menyebarkan informasi, kepentingan penyebarluasan, dan lain sebagainya. Pendapat ahli dapat dijadikan rujukan untuk melihat konteks ini.

Dalam kasus review produk, Hukumonline.com menyatakan bahwa pelanggan yang mengunggah review tidak dapat langsung dihubungkan dengan pencemaran nama baik. Baru bisa dikatakan pencemaran nama baik jika ada unsur fitnah atau tuduhan tidak benar di dalamnya.

Review seharusnya dianggap sebagai suatu hal yang wajar. Hukumonline.com menyarankan seorang reviewer untuk menggunakan bahasa yang wajar dan memberi ulasan berdasar fakta. Pengalaman pribadi dalam menggunakan produk yang diutarakan dengan jujur dan barang bukti seperti foto pun bisa jadi dasar untuk suatu review.

Lagipula, konsumen memiliki hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan. Perlindungan itu tercantum dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Managing Partner Inventure Indonesia Yuswohady dalam wawancaranya dengan Tirto menilai bahwa kasus Eiger tidak akan terjadi jika perusahaan tidak gagap merespon marketing secara horizontal alias pemasaran yang dilakukan sendiri oleh satu konsumen pada konsumen lain. Terlebih dengan adanya internet dan media sosial yang makin memudahkan konsumen untuk saling berbagi informasi tentang suatu produk.

Yuswo menggarisbahwahi perusahaan harus sadar jika promosi tidak melulu dilakukan dari internal perusahaan yang terpaku pada sisi baik saja. Opini konsumen dianggap lebih objektif dan pendapat seperti itu lebih sering dijadikan rujukan bagi konsumen lain.

Pemantauan Twitter

Dampak dari blunder itu membuat Eiger marak diperbincangkan di Twitter. Jadinya, Binokular ikut memantau perkembangannya menggunakan Socindex. Keyword yang dipantau adalah “eiger”. Sedangkan jangka waktu pemantauan dimulai dari tanggal 27 Januari hingga 30 Januari 2021.

Perbincangan mengenai Eiger dilihat oleh sekitar 321.315 akun (audience), dengan 15.412 cuitan unik (postmade), dan mendapat 267,596 likes (applause), dengan total dibicarakan sebanyak 53.719 kali (talk) baik melalui cuitan atau retweet.

Pembicaraan tentang Eiger terlihat adem pada tanggal 27 Januari. Pada tanggal 28 Januari, pembicaraan langsung naik tinggi mencapai 22.476 karena tweet dari Dian Widyanarko di sekitar pukul 15.30. Eiger jadi makin diperbincangkan karena direspon pula oleh para selebtwit.

Grafik bagian kiri tanggal 28. Grafik kanan tanggal 29

Pembicaraan belum mereda pada tanggal 29 Januari. Ini dipicu karena tweet Dian baru viral di malam hari sehingga masih memiliki momentum esok harinya. Selain itu, pemantauan momentum pembicaraan Eiger tanggal 29 Januari dilakukan secara penuh 24 jam, lebih lama dibanding pemantauan tanggal 28 Januari sejak tweet Dian yang baru diunggah sekitar pukul 15.30.

Perbincangan tentang Eiger ramai direspon penghuni Twitter. Terhitung ada 305.929 interaksi, baik likes dan retweet, terhadap tweet yang mengandung kata Eiger. Puncak interaksi berada pada tanggal 28 Januari, yang hanya beberapa jam sejak tweet Dian diunggah. Kenaikan drastis ini bisa jadi efek samping dari merek Eiger yang sudah dikenal publik sehingga isu miring soal Eiger kali ini direspon dengan cepat.

Eiger pun dibicarakan oleh selebtwit. Tiga di antaranya adalah Deddy Corbuzier @corbuzier dengan 4,2 juta pengikut, Fiersa Besari @FiersaBesari dengan 7,3 juta pengikut, dan Karin Novilda @awkarin dengan 1,7 juta pengikut.

Jenis pembicaraannya pun bermacam. Ada yang serius membandingkan Eiger dengan kompetitor dan bukan warga Twitter jika tidak membuat lelucon dari topik itu.

Yah begitulah drama Eiger yang sampai membuat CEO-nya turun gunung meminta maaf. Seharusnya Eiger kini sudah mawas diri untuk membebaskan konsumen me-review produknya. Namun, sebenarnya saya lebih penasaran dengan kabar Hendra. Hendra! Keluar kamu!

--

--