Ekspor Benih Lobster Menjegal Menteri KKP Edhy Prabowo

Indra Buwana
Binokular
Published in
6 min readNov 25, 2020

Setelah belakangan sering diliputi kontroversi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya kembali menjadi pusat perhatian. KPK mendapat tangkapan besar, yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pada Rabu, 25 November 2020 dini hari. Edhy terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Bandara Soekarno-Hatta, tepat saat ia baru saja menginjakkan kaki di Tanah Air sehabis kunjungannya ke Amerika Serikat.

Dari laporan BBC Indonesia, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan bahwa alasan ditangkapnya Edhy berkaitan dengan dugaan korupsi ekspor benih lobster atau benur. Ekspor benur sempat menjadi polemik karena kebijakan tersebut berubah 180 derajat dengan kebijakan Menteri KKP sebelumnya, Susi Pudjiastuti.

KPK tidak hanya menangkap Edhy. Ghufron menambahkan total ada lima pejabat yang ditangkap. Itu termasuk Edhy, dua pejabat tinggi KKP, dan dua pejabat lainnya yang belum disebutkan.

Presiden Joko Widodo pun sudah memberikan pernyataanya mengenai penangkapan bawahannya. “Ya tentunya kita menghormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK. Kami menghormati. Dan saya percaya KPK berkerja transparan, terbuka, profesional. Pemerintah konsisten mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi,” kata Jokowi dalam video keterangan pers di kanal Youtube Sekretariat Presiden tanggal 25 November 2020.

Edhy menambah deretan menteri Jokowi yang terseret kasus korupsi. Menteri-menteri tersebut adalah Mantan Menteri Sosial Idrus Marham, Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrowi, Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dan Mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.

Ada yang menarik dalam penangkapan Edhy. Penyidik Senior KPK Novel Baswedan turut terlibat dalam penangkapan Edhy. Dilansir Kompas, Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan bahwa Novel menjadi salah satu kepala satuan tugas yang dalam kasus dugaan korupsi Edhy.

Aturan Janggal Ekspor Benih Lobster

Sebenarnya ada apa dengan ekspor benih lobster yang menjegal Edhy? Ekspor benih lobster sempat dilarang saat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masih dinahkodai oleh Susi Pudjiastuti. Larangan Susi tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 yang melarang jual beli benih lobster dan ekspor lobster dengan ukuran lebih kecil dari 200 gram. Alasannya untuk meningkatkan nilai jual lobster dan menguntungkan negeri sendiri.

Itu masuk akal. Benih lobster dibesarkan terlebih dahulu hingga mencapai ukuran dewasa sehingga bisa dijual mahal. Ujungnya bisa menambah pemasukan bagi nelayan lobster.

Ketika Susi tidak lagi dipanggil untuk mengisi pos Menteri KKP periode kedua, Edhy sebagai Menteri KKP baru menimpa aturan Susi dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020. Alasan Edhy membuka keran ekspor benur karena banyak nelayan yang berpenghasilan dari jual beli benur.

Aturan ini awalnya disambut baik, sampai pihak eksportir berusaha menekan harga beli. Laporan Mongabay September 2020 lalu menyebutkan ada kesimpangsiuran harga benur di lapangan karena tidak ada patokan harga yang pasti. Nelayan pun hanya mendapat harga jual kecil karena harus melewati perantara. Riset lapangan Mongabay mendapati harga benur dari petani ke pengepul berada di kisaran Rp 2.000 hingga Rp 11.000 per ekor tergantung kualitas dan jenisnya. Sedangkan di tingkat perusahaan ada di kisaran Rp 8.000 hingga Rp 30.000 per ekor.

Harga benur itu jauh lebih kecil dibanding harga lobster dewasa. Harga lobster dewasa bisa berkisar di atas Rp 100.000 per kilogram yang contohnya bisa dilihat dari situs e-commerce Tokopedia.

Penangkapan Edhy pun direspon oleh Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati. Dari laporan Tirto, Susan mengungkapkan bahwa ada berbagai kejanggalan jauh sebelum Edhy ditangkap. Ia meminta KPK untuk mengusut tuntas korupsi tersebut hingga ke akar-akarnya.

Susan menyoroti pembuatan aturan yang tidak transparan yang tidak melibatkan masyarakat bahari, izin eksportir dan kuota yang bermasalah, tindakan hukum yang tidak tegas terhadap penyelundupan ekspor benih, dan praktik kolusi eksportir benih yang dekat dengan Edhy. Susan juga menganggap pemerintah pun tidak berkomitmen untuk membudidayakan lobster.

Urusan ekspor benih lobster pun makin pelik ketika Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencium upaya monopoli ekspor benih lobster. Dilansir Kompas, Komisioner KPPU Afif Hasbullah mengungkap dugaan monopoli untuk jasa logistik ekspor benih lobster. KPPU menemukan praktik monopoli berupa pemusatan jasa kargo ekspor benur pada pihak tertentu yang hanya dilakukan melalui Bandara Soekarno-Hatta.

Padahal, ada 6 bandara yang direkomendasikan untuk mengekspor benih lobster, yaitu Bandara Soekarno-Hatta, Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar, Bandara Juanda Surabaya, Bandara Internasional Lombok, Bandara Kualanamu Medan, dan Bandara Hasanuddin Makassar. KPPU masih mendalami kasus ini dengan melakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait. Meskipun tidak terkait langsung mengenai perizinan ekspor benur, ini bisa menjadi praktik bisnis yang merugikan pagi para pengekspor yang tidak memiliki koneksi yang baik dengan pelaku monopoli.

Ekspor Benur Jadi Bancakan Politikus?

Dibukanya ekspor benur oleh Edhy diduga menjadi lahan basah bagi politikus partai untuk meraup keuntungan. Laporan Koran Tempo edisi 25 November 2020 menyebutkan Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Andreau Misanta Pribadi disinyalir terlibat menunjuk operator kargo ekspor benur kepada PT Aero Citra Kargo yang kemudian diendus KPPU sebagai praktik monopoli. Andreau sendiri adalah kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Tempo juga berhasil melacak beberapa politikus yang memiliki usaha ekspor benur. Politikus tersebut antara lain Iwan Darmawan Aras, pemilik PT Maradeka Karya Semesta sekaligus anggota DPR Fraksi Gerindra. Ada lagi Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (Sara) sebagai Direktur Utama PT Bima Sakti Mutiara yang bergerak di ekspor benur. Ia juga merupakan kader Gerindra dan akan bertarung di Pilkada Tangerang Selatan.

Adanya keterlibatan kader Gerindra di kasus korupsi ekspor benih lobster jadi tamparan bagi komitmen anti korupsi Gerindra. Bahkan pada 23 November lalu, dua hari sebelum Edhy ditangkap, Gerindra jadi salah satu dari delapan partai (lainnya Nasdem, PKS, PDIP, Demokrat, PPP, PKB, dan Golkar) yang berkomitmen menjalankan Program Pendidikan Antikorupsi bagi Politisi (PROPARPOL). Program itu bahkan bekerja sama dengan KPK.

Bahkan Arief Poyuono yang masih menjadi kader Gerindra pun turut berkomentar yang menyudutkan Prabowo Subianto. Arief mendesak Prabowo agar mengundurkan diri sebagai Menteri Pertahanan karena Edhy yang notabene orang dekat Prabowo dan kader Gerindra terkena OTT. Arief juga menuding Prabowo yang hanya diam meskipun mengetahui izin ekspor lobster banyak diberikan kepada perusahaan yang berkaitan dengan kader Gerindra.

Pantauan Media Massa

Binokular turut memantau isu penangkapan Edhy Prabowo oleh KPK menggunakan mesin Newstensity. Jangka waktu pemantauan adalah tanggal 25 November 2020 pukul 00.00 hingga 17.00. Menggunakan kombinasi keyword “Edhy Prabowo”, “Menteri KKP”, “tangkap”, dan “KPK”, Newstensity berhasil memilah 2.311 berita dalam jangka waktu tersebut.

Dari grafik di atas, jumlah berita mulai menunjukkan peningkatan pada pukul 07.00 dan mencapai puncaknya pada pukul 08.00 dengan 470 berita. Momentum itu dibangun sejak sekitar 06.00 pagi saat mulai banyak portal berita daring merilis breaking news tentang penangkapan Edhy.

Menilik sentimen media massanya, dari media daring, ada 1.621 berita yang bersentimen negatif atau mencakup 72% dari seluruh berita daring. Diikuti 521 berita positif (23%) dan 98 berita netral (5%).

Sedangkan dari media cetak hanya ada dua berita yang kesemuanya negatif. Ini karena berita media cetak baru turun cetak pada hari berikutnya jika ada isu yang terjadi pada dini hari.

Sudah dapat dipastikan bahwa isu korupsi mendapat sorotan negatif. Berita penangkapan pejabat negara setingkat menteri ini seakan memberi kabar buruk bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia masih harus melewati jalan panjang.

Di sela dominasi berita negatif, masih ada sedikit berita positif. Berita positif ini dari berita dengan sudut pandang penangkapan Menteri Edhy adalah prestasi bagi KPK. Contohnya berita dari IDN Times dengan tajuk “KPK Ciduk Menteri KKP, Febri Diansyah: Membanggakan dan Mengharukan” yang mengulas pujian dari Mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah terhadap kiprah KPK tersebut. Berita positif juga muncul dari pernyataan Presiden Jokowi yang mendukung proses hukum yang berlangsung dalam penangkapan Edhy.

Penangkapan Edhy Prabowo yang tersandung kasus korupsi ekspor benih lobster masih akan berkembang. Lagipula aktor yang berperan di dalamnya tidak hanya satu. Semoga KPK dan aparat penegak hukum lainnya dapat menyelesaikan kasus korupsi dengan jelas dan tuntas. Semoga.

--

--