Croffle, Tren Terbaru Makanan Pandemi

Indra Buwana
Binokular
Published in
6 min readAug 12, 2021

Pada awal pandemi Covid-19 sekitar Maret-April 2020, ada satu jenis minuman yang menjadi tren, yaitu kopi dalgona. Kopi dalgona dibuat menggunakan kopi instan tertentu yang berbentuk ekstrak granul, diberi gula, dituang sedikit air, dan diaduk hingga menjadi busa yang kaku. Busa itu lantas dituang ke dalam gelas yang sudah diberi susu dan es batu.

Kopi dalgona menjadi hype. Selain karena membuat pengalaman menyeruput kopi instan yang biasanya tidak terlalu menyenangkan, menjadi lebih bisa dinikmati. Kombinasi kopi, susu, gula, dan es batu itu tidak beda jauh dari kopi susu kekinian yang dijual di warung kopi, tapi bisa dibuat dengan harga yang relatif lebih murah.

Apalagi saat itu orang-orang masih patuh-patuhnya tinggal di rumah akibat Covid-19. Mengaduk kopi dalgona selama beberapa menit menjadi kegiatan baru untuk mengisi kegabutan. Toh juga demi menyuplai kafein kelas kafe, tapi tetap dapat dilakukan dengan aman di rumah.

Saya waktu itu pun kerap membuat kopi dalgona. Apalagi diminum setelah berbuka karena waktu itu bertepatan dengan bulan puasa. Segar, manis, dan bikin mata melek setelah seharian bekerja di depan laptop.

Caption: Maafkan lapisan kopi dalgona versi saya yang tidak terlalu berbusa. Soalnya mengaduk kopi dalgona capek juga.

Kopi dalgona jadi anak angkat pandemi di bidang kuliner. Cara membuatnya yang unik, pengalaman menyesapnya yang enak, dan pengaruh sosial media menjadi booster bagi kuliner ini untuk dinikmati secara massal.

Hype dalgona kini telah meredup. Namun, pandemi menemukan anak angkat baru, yaitu croffle. Croffle adalah singkatan dari croissant dan waffle. Persilangan dari dua panganan ini adalah hasil dari adonan pastri croissant yang alih-alih dipanggang menggunakan oven, tapi dijepit memakai pemanggang wafel. Jadilah croissant pipih dengan bermotif layaknya wafel.

Usut punya usut, croffle sebenarnya kuliner yang baru hype belakangan. Artikel terbitan tahun 2017 dari Independent.ie sudah menyebut pastry chef Louise Lennox sebagai penemu kue hibrida ini.

Louise bilang ide di balik layar croffle adalah bagaimana membuat croissant menjadi lebih enak. Jadilah ia memanggang croissant di panggangan wafel yang langsung menyalurkan panas tinggi ke adonan. Efeknya, croissant yang buttery menjadi semakin crispy. Croffle pun bisa ditambahi dengan topping dari berbagai macam bahan, baik gurih maupun manis. Louise juga bilang croffle memberi nyawa baru bagi croissant.

Jika croffle sudah dirilis pada tahun 2017, mengapa butuh empat tahun hingga menjadi hype di Indonesia? Salah satu penyebabnya adalah croffle bisa sampai di Indonesia menumpang Korean Wave.

Artikel dari Kompas.com pada tahun 2020 menyebutkan bahwa croffle naik daun karena aktris Korea Selatan Kang Min-kyung menampilkan croffle di video Youtube miliknya dengan 600.000 subscribers. Dengan bantuan berbagai macam sosial media, lantas dimulailah rentetan demam croffle yang dimulai di Korea Selatan dan menjalar hingga Indonesia. Omong-omong, popularitas kopi dalgona pun memiliki pola yang mirip seperti croffle, meskipun kopi kocok sudah ada sebelum kopi dalgona hype.

Dari pantauan Newstensity dalam jangka waktu setahun terakhir, Detik.com menjadi salah satu media yang pertama kali mengulas croffle. Artikel detik.com yang terbit tanggal 4 November 2020 itu mengulas croffle yang menjadi cemilan favorit Jaemin, salah satu anggota boygroup Korea Selatan NCT.

Caption: Grafik pantauan isu croffle selama 2020. Riak pemberitaan baru terasa di akhir tahun, tepatnya dimulai pada tanggal 22 Oktober 2020.

Media pernah sempat sedikit mengulas tentang gerai mana saja di Indonesia yang sudah menyediakan croffle di akhir tahun 2020. Baker Man di Ashta Mall, SCBD diulas oleh detik.com dan Kopi Soe diulas oleh kumparan.com, keduanya menjadi gerai pertama yang diulas media ketika croffle mulai dikenalkan kepada publik di Indonesia.

Sedangkan Nutella menjadi jenama yang pertama kali mengikutkan croffle pada siaran persnya di media dengan campaign #BermulaDariNutella pada November 2020. Dalam siaran persnya di awal Desember 2020, Nutella membuka pop-up cafe melalui aplikasi GoFood dengan menampilkan foto croffle yang dengan tuangan coklat di atasnya sebagai foto utama.

Tren croffle belum terangkat memasuki awal 2021. Momentum kenaikan pemberitaan croffle di media baru dimulai pada bulan Mei dengan grafik naik turun. Barulah puncaknya terjadi pada 30 Juli 2021. Jumlah beritanya pun tidak banyak, hanya mencapai 16 berita.

Caption: Grafik pantauan isu croffle selama 2021. Momentum mulai terlihat sejak akhir Mei 2021.

Warga Twitter pun tampaknya masih cukup sering membicarakan croffle belakangan ini. Dari pantauan Socindex selama 10–11 Agustus 2021, croffle dibicarakan dalam 902 tweet, dengan 60.145 likes, 8.600 retweet dan replies, dan ada 68.745 akun yang berpartisipasi.

Pembicaraan mengenai croffle di Twitter pun bermacam-macam. Ada tweet soal belum pernah mencicipi croffle.

Ada pula yang mengulas rasa croffle. Cuitan jenis terbelah antara pihak yang suka croffle maupun yang merasa rasa croffle biasa saja setelah mencicipinya.

Tentu bukan warga Twitter jika belum menyisipkan candaan soal croffle. Bahkan lelucon croffle (dan dalgona) bisa dimasukkan ke dalam lelucon soal Covid-19, seperti yang dicuitkan oleh akun @3002bu yang notabene menjadi top tweet dalam pemantauan Socindex soal croffle. Orang-orang kok bisa lucu di Twitter begitu makannya apa sih?

Pengalaman Makan Croffle

Melihat croffle yang sudah menjadi tren, saya merasa bahwa kurang afdal jika saya membuat artikel soal croffle, tapi saya belum perncah mencicipinya. Jadi saya niatkan terlebih dulu untuk membeli croffle sebelum menulis artikel ini.

Saya membeli croffle di sebuah toko roti dan kue di bilangan Kotabaru, Yogyakarta. Saya membungkus dua potong croffle, satu dioles mentega bawang dan satunya setengah bagian dicelup coklat. Saya pikir dua potong croffle cukup untuk memberi pengalaman penuh merasakan croffle.

Saya juga membeli sepotong croissant polos sebagai patokan seberapa jauh deviasi croffle dari croissant yang notabene sudah jadi salah satu ikon kue Perancis. Kebetulan toko kue itu sedang ada diskon ketika saya mampir. Meskipun didiskon, harganya lumayan juga sih. Sepadan dengan harga tiga hingga empat porsi ayam geprek yang biasa saya beli.

Caption: Sudah sah untuk menulis tentang croffle.

Bentuk croffle unik. Pipih dengan motif cekung kotak-kotak, tampak kontras dibanding dengan croissant yang berbentuk bulan sabit menggembung. Saya pikir bentuk croffle yang demikian memungkinkan si pembuat croffle untuk menabur berbagai macam topping di atasnya.

Di toko kue tempat saya beli croffle pun paling tidak ada empat jenis croffle yang terpampang di etalase, salah satunya croffle dengan topping sepotong biskuit rempah. Saya pernah melihat croissant dilapisi coklat. Croissant bernuansa gurih yang diolesi mentega bawang pun saya rasa bukan hal yang susah untuk dibuat seorang patissier. Namun, croissant dengan sepotong biskuit di atasnya? Jelas itu susah. Estetikanya akan langsung hilang jika biskuit itu jatuh dari atas croissant. Lha wong croissant saja bentuknya menggembung begitu.

Saya pikir keunikan inilah yang membuat croffle memiliki daya pikat. Pastri yang dicetak dengan motif kotak-kotak seperti wafel dan diberi topping beraneka macam tampak menarik untuk dicoba. Apalagi jika banyak orang yang mengunggahnya di sosial media. Jadilah nama croffle menjulang layaknya sebuah tren.

Croffle punya bentuk unik, rasa beragam, dan tren di media sosial. Croffle pun bernuansa rebel karena mendobrak pakem croissant yang bentuknya begitu-begitu saja. Faktor kebaruan membuat orang penasaran ingin mencoba, ya paling tidak itulah yang terjadi pada saya. Hehehehe.

Namun, ada hal yang perlu diperhatikan bagi penggemar croissant konvensional yang ingin mencoba croffle. Tekstur croffle berbeda dengan tekstur croissant. Lupakan sensasi pecahnya kulit pastri lapis demi lapis saat mengigit sepotong croffle. Cara pemanggangan croffle yang dijepit panggangan wafel membuat potongan adonan tidak mengembang secara penuh layaknya croissant yang dipanggang di dalam oven.

Satu lagi, croffle bukanlah sajian yang ekonomis jika ingin membuatnya sendiri di rumah. Butuh niat yang kuat, peralatan yang memadai terutama panggangan wafel, dan yang jelas uang untuk membeli bahan-bahan. Usaha yang dikeluarkan untuk membuat sepotong croffle lebih besar dibanding membuat secangkir kopi dalgona. Sehingga membeli croffle di gerai yang menyediakannya menjadi pilihan yang lebih feasible.

Well, croffle memang sedang menjadi tren kuliner dan tren kuliner datang silih berganti. Namun, tidak ada salahnya untuk mencoba croffle selama masih bisa dicicipi. Sebuah tips dari saya, jangan lupa secangkir kopi sebagai teman makan croffle.

--

--