Libur Akhir Tahun Mau Panjang atau Pendek?

Indra Buwana
Binokular
Published in
6 min readNov 30, 2020

Pandemi Covid-19 mengubah berbagai agenda tahunan di Indonesia. Contohlah Idul Fitri 2020 yang jatuh pada tanggal 23–24 Mei 2020 lalu. Pada tahun-tahun sebelumnya, Idul Fitri biasa diiringi dengan cuti bersama selama beberapa hari. Namun, khusus tahun 2020, cuti bersama Idul Fitri dialihkan ke tanggal lain. Ini dilakukan demi mencegah arus mudik akibat libur panjang yang bisa memicu transmisi Covid-19 dari kota besar ke daerah.

Cuti bersama Idul Fitri rencananya dialihkan ke tanggal lain dengan proyeksi pada tanggal tersebut, pandemi sudah dapat ditanggulangi. Rencananya, cuti bersama Idul Fitri diganti menjadi akhir tahun 2020 lewat revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 391 Tahun 2020, Nomor 02 Tahun 2020, dan Nomor 02 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas SKB 3 Menteri tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2020. Tanggal cuti diubah jadi tanggal 28 hingga 31 Desember 2020.

Rentetan cuti bersama itu membuat libur akhir tahun terasa lama. Jika turut menghitung Hari Natal, Tahun Baru 2021, dan Hari Sabtu juga dianggap libur, maka libur akhir tahun akan menjadi 11 hari. Jumlah hari libur yang panjang. Lebih-lebih ini tidak terjadi saat Idul Fitri.

Yang jadi permasalahan, proyeksi pandemi Covid-19 yang akan mereda di akhir tahun kemungkinan besar tidak terjadi. Malah makin memburuk. Tercatat, ada penambahan 6.267 kasus harian positif Covid-19 pada 29 November.

Masih tingginya kasus harian membuat libur lama bisa memperparah keadaan. Libur lama memicu orang untuk bepergian, terutama orang dari kota besar berlibur ke daerah. Ini bisa jadi biang penyebaran Covid-19, utamanya dari orang-orang dari daerah zona merah transmisi Covid-19.

Presiden Joko Widodo pun meminta agar libur akhir tahun dipangkas. Wacana tersebut diteruskan ke publik melalui Menko PMK Muhadjir Effendi dengan menggelar konferensi pers virtual usai rapat terbatas di Istana Merdeka tanggal 23 November 2020. Saat keterangan pers tersebut keluar, pemerintah belum menetapkan jumlah pasti hari libur untuk akhir tahun. Muhadjir memberikan keterangan bahwa Jokowi memerintahkan para menteri terkait untuk segera melaksanakan rapat koordinasi guna membahas libur akhir tahun sekaligus penggantian libur cuti bersama Idul Fitri yang belum terlaksana.

Kalkulasi Libur Panjang atau Tidak

Sebenarnya hikmah bisa diambil dari libur panjang Maulid Nabi Muhammad 28 Oktober hingga 1 November lalu. Ada yang memanfaatkan hari libur sepanjang 5 hari itu dengan berekreasi ke luar daerahnya. Berbagai daerah tujuan pariwisata pun kedatangan gelombang wisatawan yang memanfaatkan relaksasi pembatasan wilayah.

Ada daerah harus menelan pil pahit pasca libur panjang Maulid Nabi Muhammad akhir Oktober lalu. Hal ini terjadi di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta yang jadi salah satu daerah yang ramai dikunjungi wisatawan saat liburan. Dilansir Tribunnews, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman mencatat ada perubahan status zona penyebaran Covid-19 dari kuning menjadi merah. Pemicunya adalah penambahan kasus yang terjadi 7 hingga 14 hari sehabis libur panjang. Peningkatan pasien di Sleman menyebabkan dua Fasilitas Kesehatan Darurat COVID-19 (FKDC) Asrama Haji dan Rusunawa Gemawang di Sleman yang digunakan untuk merawat pasien tanpa gejala menjadi penuh.

Wisma Atlet Kemayoran pun demikian. Dilansir Tirto, ada kenaikan pasien Covid-19 di Wisma Atlet Kemayoran pasca libur bersama 28 Oktober-1 November 2020. Melihat status Wisma Atlet Kemayoran sebagai Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) membuatnya menjadi rujukan untuk kasus Covid-19 yang lebih berat dibanding FKDC Asrama Haji dan Rusunawa Gemawang di Sleman. Artinya beban tenaga medis di Wisma Atlet Kemayoran yang merawat pasien Covid-19 secara intensif menjadi makin menggunung jika kedatangan makin banyak pasien. Hal ini sekaligus meningkatkan risiko tenaga medis untuk tertular Covid-19. Dan akan makin berbahaya untuk rumah sakit yang melaksanakan perawatan pasien Covid-19 dan pasien non-Covid-19.

Korelasi keduanya jelas. Pasien Covid-19 naik setelah libur panjang. Dari data covid19.go.id, total pasien Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 534.266. Itu pun dengan jumlah tes Covid-19 yang sedikit, bahkan pernah mengalami penurunan.

Laporan Tirto menyebutkan tren penurunan terjadi pada 1 November di mana tes hanya dilakukan 17.971 orang. Jumlah itu menjadi yang terendah sejak 9 September dengan angka 15.335. Tirto juga menguak jumlah tes pada 23 Oktober sebanyak 23.278 orang, 26 Oktober 19.038 orang, dan Minggu 25 Oktober 18.992 orang. Angka itu jauh berada di bawah jumlah tes dari tanggal 12–18 Oktober sebanyak 222.786 dengan rata-rata 31.827 tes per hari.

Artinya ada kemungkinan penderita Covid-19 yang belum terdeteksi. Para penderita Covid-19 tanpa gejala ini bisa menyebarkan virus ke orang lain dengan kondisi yang tidak sesehat inang Covid-19. Terlebih tidak semua orang sadar untuk mematuhi protokol kesehatan yang membuat Covid-19 semakin rentan menyebar. Ini bisa mengulang kejadian kenaikan pasien Covid-19 setelah libur panjang Maulid Nabi Muhammad usai.

Meskipun demikian, jelas ada hal positif jika libur akhir tahun tetap berlangsung 11 hari. Pariwisata adalah sektor yang menggantungkan hajatnya dari mobilisasi massa ke berbagai destinasi piknik. Jamak terdengar perusahaan bidang pariwisata yang gulung tikar karena tidak adanya tamu. Itu pun berdampak pada pekerja sektor pariwisata yang terpaksa harus dirumahkan.

Laporan Republika menyebutkan tingkat okupansi hotel di Jakarta dan Bali masih rendah memasuki kuartal ketiga 2020. Hal ini mengikuti anjuran pemerintah yang masih membatasi mobilitas masyarakat pada masa awal pandemi. Ini juga membuat masyarakat tidak dapat berwisata dengan bebas sehingga menyebabkan sektor pariwisata mati suri.

Baru pada 30 Juni 2020 pariwisata dibuka kembali secara perlahan dengan penerapan kebiasaan baru. Dilansir Kumparan, ada kenaikan pemesanan akomodasi melalui aplikasi Traveloka. Head of Marketing Accommodation Traveloka, Shirley Lesmana mengatakan bahwa ada peningkatan 8 kali lebih tinggi untuk pemesanan produk Traveloka Xperience di bulan Juli 2020 dibanding Juni 2020.

Upaya pemulihan pariwisata sebaiknya perlu mempertimbangkan juga soal vaksin Covid-19 yang belum juga ditemukan. Vaksin Covid-19 buatan Moderna yang dari hasil ujinya diklaim memiliki efektivitas hingga 94,5% pun diperkirakan baru siap edar pada akhir 2021 mendatang. Nihilnya vaksin hanya akan menyebabkan naiknya kasus Covid-19 seperti libur panjang Maulid Nabi sebelumnya. Saya pikir pemerintah pun tidak mau mendapat kenaikan kasus Covid-19 sebagai kado akhir tahun.

Pantauan Media Massa

Binokular pun memantau perkembangan isu ini. Menggunakan mesin Newstensity, Binokular melakukan pemantauan dari tanggal 23 November saat Muhadjir Effendy melakukan pernyataan pers soal libur akhir tahun hingga 30 November pukul 15.00. Hingga saat akhir pemantauan, pemerintah belum menentukan sikap akan memotong libur panjang atau tidak. Total berita yang masuk pemantauan Newstensity berjumlah 1.897 berita.

Dari grafik di atas, puncak pemberitaan ada pada tanggal 24 November dengan jumlah 526 berita. Berita anjlok pada tanggal berikutnya. Namun, secara konsisten berada di atas 100 berita per hari. Jumlah berita terendah harian berada pada tanggal 29 November dengan 119 berita harian. Ini menunjukkan bahwa berita soal libur akhir tahun mendapatkan cukup perhatian dari media massa. Hal ini sekaligus mengantisipasi munculnya pengumuman resmi dari pemerintah yang diperkirakan akan dirilis pada tanggal 30 November.

Dipotongnya libur akhir tahun sepertinya merupakan berita yang cukup baik. Pemantauan di media daring menunjukkan sentimen positif menjadi mayoritas dengan 1.021 berita (65%), disusul sentimen negatif 421 berita (27%), dan sentimen netral dengan 138 berita (9%).

Proporsi sentimen di media cetak pun mirip dengan media daring dengan positif 181 berita (67%), negatif 79 berita (29%), dan netral 10 berita (4%). Sedangkan di TV sentimen netral menjadi yang terbanyak dengan 23 berita (52%), positif 17 berita (39%), dan negatif 4 berita (9%).

Sentimen positif muncul dari berita yang mengulik soal kebijakan ini secara umum, contohnya termasuk berita soal alasan dipangkasnya libur untuk mencegah pencegahan Covid-19. Harapan soal pemulihan bidang pariwisata pun mendapat sorot positif.

Sentimen negatif baru muncul jika isi berita lebih memberatkan isi soal dampak buruk yang berkorelasi dengan Covid-19. Contohnya artikel dari Indozone.id yang menyoal kesusahan yang dialami pengusaha hotel karena baik libur panjang maupun tidak tetap punya efek negatif.

Meskipun hanya soal kebijakan libur, tapi rentetan dampaknya memerlukan pertimbangan yang matang. Sudah jadi peran pemerintahlah yang harus menentukan sikap di situasi serba salah ini. Yang jelas, pemerintah harus punya posisi tegas dalam menghadapi Covid-19. Kita mah nurut-nurut aja.

--

--