Khoirul Rifai
Binokular
Published in
8 min readSep 22, 2022

--

Lukas Enembe Babak Belur di Twitter

Situasi di Papua memanas dalam beberapa hari terakhir. Kali ini bukan karena gesekan antara golongan sipil bersenjata dengan tentara Indonesia, tapi karena upaya penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sang gubernur, terendus menerima gratifikasi senilai Rp1 miliar. Atas kasus tersebut, dia dipanggil KPK untuk diperiksa di Mako Brimob Polda Papua pada Senin, 12 September 2022. Enembe mangkir dengan alasan sedang sakit, menurut juru bicara Gubernur Papua Muhammad Rifai Darus.

Pemeriksaan awal ini diperlukan untuk membuka rantai kasus yang lebih besar lagi selain gratifikasi. Dugaan lain adalah kasus korupsi dan pencucian uang dengan nominal fantastis. Termasuk aliran dana Rp 560 miliar ke kasino di luar negeri. Nasib pria yang baru saja mengubah nama Stadion Papua menjadi nama dirinya ini sedang di ujung tanduk.

Awal Mula Kasus

Mulanya, Lukas Enembe ditetapkan menjadi tersangka gratifikasi Rp 1 miliar oleh KPK pada 5 September 2022 terkait sebuah proyek di Papua. KPK kemudian memanggil Enembe untuk diperiksa pada 12 September 2022 di Mako Brimob Kotaraja, Jayapura. Tim kuasa hukum dan Enembe sendiri enggan hadir dalam pemeriksaan ini dengan alasan penetapan tersangka kliennya cacat hukum. Alasannya, Enembe belum pernah diperiksa sekalipun dalam kasus ini tetapi sudah dijadikan tersangka. Plus, Enembe mengaku sedang sakit saat pemanggilan pertama. Walhasil, KPK gagal memeriksa Enembe dalam lawatan pertama.

Oleh Roy Rening, anggota tim hukum Gubernur Papua, uang yang diduga gratifikasi sebesar Rp 1 miliar itu adalah milik pribadi untuk berobat ke Singapura pada Maret 2020. Masih menurut Roy, uang itu pemberian orang dekat Enembe sehingga menurutnya tidak ada upaya gratifikasi di sini.

Kejadian menarik terjadi pada Rabu 14 September 2022 saat masyarakat pendukung Enembe datang ke kediaman pribadi gubernur. Masyarakat yang didominasi penduduk Pegunungan Tengah datang membawa alat perang tradisional dan berjaga di tempat itu. Jumlahnya tidak diketahui pasti, tapi tujuannya jelas, mereka tidak ingin Enembe dibawa KPK keluar dari rumah. Menurut Rifai, massa datang atas inisiatif sendiri bukan atas permintaan Enembe. Massa ini kemudian diminta bubar oleh Enembe pada keesokan harinya.

Situasi ini tentu menyulitkan KPK untuk bisa memanggil Enembe. Terlalu berisiko datang ke rumah Enembe yang dijaga ribuan orang dan bersenjatakan alat tradisional. KPK sendiri sudah berkoordinasi dengan aparat hukum di Papua untuk bisa memeriksa Enembe. Di sisi lain, Enembe tegaskan tidak akan meninggalkan Papua sampai persoalan ini selesai.

Persoalan kian memanas setelah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD turut menggelar konferensi pers bersama KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Senin 19 September 2022. Dalam rilis tersebut, Mahfud menyebut Lukas Enembe bukan hanya diduga menerima gratifikasi Rp 1 miliar tetapi juga kasus-kasus lain seperti dugaan penyelewengan anggaran Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua, alokasi janggal anggaran untuk pimpinan di Pemprov Papua, dan dugaan pencucian uang.

PPATK dalam konferensi pers ini juga menyatakan adanya transfer senilai Rp 560 miliar ke kasino dari Lukas Enembe. Melalui laporan hasil analisis (LHA) PPATK, terdapat 12 temuan terkait aktivitas keuangan Lukas Enembe.

Kemudian Kepala PPATK Ivan Yustiavananda mengatakan lembaganya telah memblokir sejumlah rekening Lukas Enembe. Rekening itu disimpan dalam sejumlah bank dan asuransi hingga mencapai Rp 71 miliar. Informasi awal ini menjadi pegangan KPK dalam mencari bukti forensik dalam membentuk sangkaan pencucian uang kepada Lukas Enembe.

Temuan-temuan tersebut tentu saja disangkal kubu Lukas Enembe. Melalui pengacaranya Roy Rening, mereka mengaku tidak tahu menahu adanya uang senilai Rp 560 miliar, apalagi transfer ke rumah judi di luar negeri. Roy Rening juga menyebut kliennya tidak memiliki uang sebanyak itu. Jika uang itu diambil dari dana pembangunan untuk Papua, sudah pasti Papua akan “terguncang”.

Alih-alih membuktikan kekayaan Lukas Enembe adalah hasil kerja keras, kubu pendukungnya justru menyebut masalah ini sebagai upaya kriminalisasi sang gubernur. Aroma rekayasa politis berhembus kencang mengingat Lukas Enembe adalah kader Partai Demokrat yang belakangan ini banyak berseberangan dengan partai penguasa.

Sehari setelah Menko Polhukam mengadakan rilis, kondisi di Jayapura kembali memanas. Pendukung Lukas Enembe yang melabeli dirinya sebagai Koalisi Rakyat Papua (KRP) menggelar demonstrasi bertajuk Save Lukas Enembe. Aksi ini sempat dikhawatirkan berpotensi ricuh sehingga banyak toko dan perkantoran yang tutup. Warga pun hanya beraktivitas di dalam rumah selama demo berlangsung. Beruntung, demonstrasi berjalan kondusif tanpa ada insiden berarti meski 14 orang pendemo ditangkap karena membawa senjata tajam dan molotov.

Praktis, saat ini tinggal menunggu KPK membuktikan bahwa aset finansial Lukas Enembe yang disebutkan diatas adalah hasil korupsi. Jika tidak, reputasi pemerintah menjadi taruhan setelah Menko Polhukam turut mengomentari kasus ini dengan menggelar jumpa pers. Bantahan rekayasa politis hanya bisa dibuktikan jika KPK berhasil mengirim Lukas Enembe ke balik jeruji besi.

Korupsi dan Pembangunan Papua

Dugaan korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe hanyalah satu dari sekian banyak masalah yang membelit wilayah tersebut. Besarnya guyuran dana dari pemerintah pusat yang tidak diimbangi nyatanya tetap tak mampu membawa kesejahteraan pada penduduknya.

Merujuk laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Papua Barat, pemerintah pusat mengalokasikan dana Provinsi Papua Barat sebesar Rp27,24 triliun dan untuk Papua sebesar Rp57,41 triliun di tahun ini. Dana itu terdiri dari Rp12,9 triliun dana otonomi khusus (otsus), dana tambahan infrastruktur (DTI), dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp50,2 triliun, dan belanja kementerian atau lembaga sebesar Rp21,6 triliun. Total, pemerintah pusat menggelontorkan dana Rp 84,7 triliun untuk Papua dan Papua Barat.

Gelontoran dana sebesar itu nyatanya tidak membuat masyarakat Bumi Cenderawasih bangkit dari kemiskinan. Malahan per Maret 2021 tingkat kemiskinan di Papua masih yang tertinggi di Indonesia. Menurut BPK, kemiskinan di provinsi paling timur tersebut mencapai 920 ribu jiwa atau 26,86% dari total penduduk. Lebih dari seperempat penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan. Kemudian, Papua Barat juga memiliki tingkat kemiskinan terbesar kedua, yakni 21,84%. Sebagai catatan, tingkat kemiskinan nasional rata-rata adalah 10,14 persen per Maret 2021.

Grafik 1. Persentase penduduk miskin di Papua tahun 2002–2021, masih jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 10 persen. Diolah dari data BPS Papua.

Kucuran dana dari pemerintah nyatanya tak otomatis membuat wilayah tersebut sejahtera. Sejak 2014, BPK sudah mewanti-wanti dana otsus yang digulirkan pemerintah pusat ke Papua dan Papua Barat tidak membawa peningkatan berarti. Hasil audit BPK menunjukkan, penyimpangan dana ini mencapai Rp 4,12 triliun selama periode 2002- 2010. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara juga mengatakan penggunaan dana otsus dalam 18 tahun terakhir belum maksimal. Indikator kesejahteraan di Papua pun belum menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan dalam 18 tahun terakhir. Sejak tahun 2001, pemerintah telah mengucurkan dana otsus hingga Rp 126,9 triliun.

Hasil Survei Indeks Integritas KPK 2021 terhadap kinerja pemerintahan menunjukkan Provinsi Papua dan Papua Barat menjadi daerah yang memiliki indeks paling rendah. Bahkan untuk data per kabupaten/kota, hasil SPI 2021 menunjukkan bahwa kabupaten dengan indeks terendah berasal dari Provinsi Papua, yaitu Kabupaten Mamberamo Raya dengan nilai hanya 42.

Hingga September 2022 saja, KPK sudah menangkap tiga pejabat dari Papua terkait kasus korupsi. Selain Lukas Enembe, nama lain adalah Bupati Mimika Eltinus Omaleng karena diduga korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 serta Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak atas kasus suap.

Lukas Enembe sendiri sebelum kasus ini mencuat juga pernah terjerat beberapa kasus hukum, seperti menjadi tersangka kasus dugaan pelanggaran pilkada 2017, dugaan penyimpangan anggaran Pemprov Papua, hingga dugaan korupsi dana beasiswa mahasiswa Papua. Namun, kasus-kasus itu belum sampai ke pengadilan.

Enembe Terkepung di Twitter

Isu kasus korupsi Lukas Enembe memang ramai dibicarakan dalam sepekan terakhir. Berdasarkan pantauan alat big data Newstensity milik PT Nestara Teknologi Teradata (Jangkara), pemberitaan dengan kata kunci Lukas Enembe mulai meningkat pada 12 September 2022 saat KPK memanggil Lukas Enembe untuk diperiksa. Selama rentang periode 05 September 2022 saat Lukas ditetapkan menjadi tersangka hingga 21 September 2022, tercatat ada 4.010 berita relevan.

Grafik 1. Linimasa pemberitaan. Sumber: Newstensity

Pemberitaan baru meraih momentum saat Menko Polhukam Mahfud MD menggelar konferensi pers bersama KPK dan PPATK. Mahfud menyebut kasus ini murni hukum tanpa ada tendensi politis, setelah sempat dikritik karena intervensi. Mahfud juga berkilah masalah ini menjadi domain tanggung jawabnya, apalagi terkait dengan Papua. Sejak konferensi pers ini, angka pemberitaan meningkat signifikan antara 650 hingga 800 berita per hari dari sebelumnya di kisaran 200 berita.

Narasi utama dalam pemberitaan Lukas Enembe berputar pada pemaparan kasus oleh Menko Polhukam Mahfud MD, penetapan tersangka oleh KPK, dan analisis transaksi uang senilai Rp 560 miliar oleh PPATK. Ketiga entitas tersebut menjadi top spokeperson pemberitaan.

Grafik 2. Top spokeperson pemberitaan. Sumber: Newstensity

Alexander Marwata sebagai Wakil Ketua KPK menjadi figur yang paling banyak disebut, diikuti Menko Polhukam Mahfud MD, dan Ketua PPATK Ivan Yustiavananda. Sedangkan Stefanus Roy Rening mengikuti di posisi selanjutnya sebagai tim hukum Lukas Enembe yang banyak berbicara kepada media mewakili kliennya.

Selain saling balas di setiap pemberitaan, perang juga terjadi di Twitter meski tidak berimbang. Siapapun lawan Lukas Enembe di sini, bisa dipastikan mampu memanfaatkan buzzer semaksimal mungkin. Buktinya dari anatomi tagar, pola percakapan, dan engagement yang didominasi oleh kubu yang kontra dengan sang gubernur.

Grafik 3. Percakapan di Twitter dengan kata kunci “Lukas Enembe.” Sumber: Socindex

Berdasarkan pantauan Socindex dengan kata kunci “Lukas Enembe” sepanjang periode 12–21 September 2022, percakapan mendapatkan 50.311 engagament yang melibatkan 15,08 juta audiens. Isu ini juga berpotensi muncul di linimasa 126 juta akun Twitter (buzz reach).

Sama halnya dengan lonjakan volume berita, puncak percakapan baru terjadi pada 19 September 2022 setelah konferensi pers Mahfud MD. Saat itu, muncul narasi besar yang menyudutkan Lukas Enembe dengan beberapa tagar dominan yang masih ajeg hingga saat ini.

Grafik 4. Linimasa percakapan di Twitter, 19 September 2022 menjadi puncaknya. Sumber: Socindex

Tiga tagar teratas yang terekam dari percakapan diisi oleh tagar yang kontra terhadap Lukas Enembe seperti #TangkapLukasEnembe, #LukasEnembeTersangkaKorupsi, dan #PenjarakanLukasEnembe. Jumlahnya pun tidak terpaut jauh, antara 8.900–9.000 cuitan dengan tagar-tagar tersebut.

Grafik 5. Tiga tagar teratas di Twitter dengan kata kunci Lukas Enembe. Sumber: Socindex

Dari hasil analisis, ketiga tagar ini bergerak anorganik alias memakai buzzer. Polanya pun mirip-mirip, sebuah akun membuat thread berisi 5 cuitan dengan foto dan narasi yang sama persis! Ada banyak akun yang dipakai dalam percakapan ini, akan tetapi semuanya memakai pola yang sama dengan menyertakan foto, tagar, dan komentar template.

Gambar 1. Sampel cuitan buzzer oleh akun @AnitaSa08874916 dan @Irfan66926369 . Sumber: Socindex

Tidak berhenti di sini, buzzer juga bergerilya meramaikan unggahan semacam ini melalui komentar. Bedanya, mereka memakai akun yang seolah-olah adalah warga Papua. Namun, tetap saja komentar yang diberikan adalah komentar-komentar template.

Gambar 2. Sampel komentar oleh buzzer

Indikasi penggunaan buzzer juga terlihat pada analisis cuitan berdasarkan kategori. Analisis Socindex menunjukkan komposisi cuitan yang menggunakan robot mencapai 71 persen, kemudian 27 persen oleh cyborg (kombinasi manusia dengan bot), dan terakhir hanya 2 persen cuitan yang berasal dari manusia.

Grafik 7. Cuitan berdasarkan kategori. Sumber: Socindex

Penutup

Kubu Lukas Enembe tentu tidak akan berdiam diri dan melakukan perlawanan atas dugaan korupsi yang dilontarkan. Pembuktian KPK terhadap dugaan korupsi Lukas Enembe masih perlu dilakukan, apalagi nilai yang disebut sangat fantastis. Jika korupsi tersebut terbukti, tentu akan menjadi sebuah ironi di tengah kemiskinan yang masih mendera masyarakat Papua.

--

--