Magang, Kompetisi Dunia Kerja saat Masih Mahasiswa

Indra Buwana
Binokular
Published in
7 min readNov 29, 2021

Beberapa hari yang lalu, akun Twitter @hrdbacot mencuitkan topik yang unik tentang magang, yaitu tentang mahasiswa yang mengeksploitasi program pemagangan.

@hrdbacot meneruskan keluh kesah dari salah satu pengikutnya yang menurutnya ada pemagang tidak melakukan arahan dengan baik untuk melakukan tugasnya. Bahkan, anak magang bisa susah dihubungi karena ada kebijakan kerja dari rumah (work form home atau WFH) sehingga tidak perlu bekerja di kantor. Ternyata, si mahasiswa itu magang di tiga tempat sekaligus.

Pemagang memanfaatkan celah WFH untuk magang di beberapa tempat. Tidak menutup kemungkinan pula bahwa celah itu bisa dimanfaakan oleh pemagang untuk melakukan hal lain, untuk bimbingan skripsi atau kuliah yang belum kelar misalnya.

Di kolom balasan cuitan @hrdbacot itu, ada yang mengunggah tangkapan layar pengalaman magang seorang pengguna LinkedIn. Yang membuat takjub adalah jumlah pengalaman magang orang itu mencapai lebih dari 40. Perusahaan tempat magangnya pun bukan main-main, GoJek dan Philip Morris International termasuk di dalamnya. Durasi magangnya pun bisa saling berpotongan. Namun, jangan terlalu cepat berkesimpulan bahwa orang itu tidak perform lho ya.

Kompetisi

Program pemagangan menjadi salah satu cara bagi mahasiswa untuk mencicipi sejenak dunia kerja dan meningkatkan kemampuan sesuai bidang yang disasar. Pemagangan bisa juga meningkatkan nilai tawar mahasiswa ketika baru memasuki dunia kerja. Lebih-lebih dengan adanya media sosial bagi kalangan profesional seperti LinkedIn yang bisa digunakan untuk memperlihatkan capaian-capaian yang sudah diraih.

Dengan konteks seperti itu, terbentuklah kompetisi di antara mahasiswa yang akan terjun ke angkatan kerja. Mendapat tempat magang bisa jadi sama ketatnya dengan persaingan mendapatkan pekerjaan.

Kompetisi untuk masuk ke perusahaan bonafide juga terbilang susah. PT Telkom pada tahun 2021 membuka program magang untuk 311 orang. Namun, pendaftar membludak mencapai lebih dari 40.000 terhitung hingga 31 Juli 2021. Telkom menjanjikan uang saku dan sertifikat magang Kampus Merdeka.

Kampus Merdeka adalah program yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan salah satunya mengusung program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB). Kemendikbudristek berperan sebagai jembatan antara mahasiswa dengan perusahaan dalam membuat untuk proses pemagangan. Kemendikbudristek pun menjanjikan uang saku dan sertifikat bagi pelamar magang yang diterima. Magang ini nantinya bisa dikonversikan ke sistem kredit semester (sks) perkuliahan dan memiliki bobot 20 sks.

Perusahaan yang bermitra dengan pemerintah dalam program Kampus Merdeka pun bisa dibilang sudah punya nama. Dari daftar perusahaan yang dikumpulkan oleh tribunnews.com, ada beberapa nama perusahaan teknologi rintisan, seperti Tiket.com, Traveloka, Zenius, Lazada, Tokopedia, Shopee, TaniHub, Grab, dan Dana. Perusahaan yang sudah established seperti Telkom dan XL Axiata pun turut bermitra dengan Kampus Merdeka. Jelas masih ada banyak perusahaan lain yang tergabung dalam program ini.

Mendikbudristek Nadiem Makarim pada momen National Onboarding kandidat peserta program MSIB menyebutkan bahwa Program MSIB berhasil menjaring 13.271 mahasiswa untuk menjalani magang di 122 perusahaan mitra. Tidak dijelaskan berapa total pendaftar magang tersebut.

Namun, pernyataan Direktur Bank Indonesia Institute Arlyana Abubakar di kesempatan yang sama bisa memberikan sedikit gambaran. Bank Indonesia menyeleksi 7.556 mahasiswa dan 103 di antaranya lolos menjadi peserta. Sebelumnya disebutkan bahwa Telkom menerima lebih dari 40.000 pendaftar untuk kuota 311 peserta magang. Bisa dibayangkan betapa ketatnya kompetisi untuk masuk ke program MSIB.

Di satu sisi, program magang ini membuka akses bagi mahasiswa untuk magang ke perusahaan mitra pemerintah. Di sisi lain, terbukanya akses berarti terbukanya kompetisi bagi mahasiswa untuk mendapatkan tempat magang, terlebih jika ingin magang di tempat yang banyak menjadi incaran.

Proses pemagangan mahasiswa jelas tidak tertutup pada program pemerintah saja. Ada jalur-jalur lain yang masih bisa diambil oleh mahasiswa. Tentu saja hal itu harus diupayakan sendiri oleh mahasiswa.

Reportase dari Project Multatuli menyorot problematika dari skena magang yang kompetitif. Ada tuntutan tak tertulis pada mahasiswa agar memperlihatkan produktivitasnya sebelum melamar posisi magang di perusahaan yang mentereng. Perlu magang di beberapa tempat terlebih dahulu sebelum dilirik oleh perusahaan besar. Dengan kata lain, bahkan untuk mendaftar magang saja perlu pengalaman terlebih dulu.

Dampak lainnya, pekerjaan magang yang diberikan perusahaan secara berlebihan bisa menurunkan kondisi kesehatan mental pemagang. Salah satu sumber Project Multatuli merasakan gejala gangguan kesehatan mental yang semakin sering dirasakan ketika kesibukan mulai bertambah.

Kondisi ini diperparah dengan adanya peer pressure di lingkungan teman sekitar. Dorongan untuk mendapatkan magang di tempat terbaik malah bisa menjadi bumerang. Sikap kompetitif itu bisa memunculkan perasaaan minder ketika mengetahui teman mendapat magang di perusahaan.

Risiko Eksploitasi

Kasus pemagang yang mengeksploitasi di awal artikel sebenarnya terdengar asing. Cerita mengenai pemagangan lebih sering diwarnai dengan eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan ketimbang peserta magang yang malah mengeksploitasi sistem. Magang yang menjadi tuntutan akademis bisa menjerumuskan mahasiswa ke kondisi pemagangan yang merugikan.

Oktober 2021 lalu, akun Twitter @taktekbum mengumpulkan testimoni program magang eksploitatif yang dilakukan sebuah perusahaan rintisan. Jenis-jenis eksploitasi itu terdiri dari target kerja yang tidak realistis, gaji sedikit dan susah dibayarkan, hingga penalti berlebihan yang menyebabkan pemagang sukar untuk berhenti.

Perusahaan rintisan teknologi pendidikan Ruangguru pun pernah terkena kasus pengupahan yang tidak layak terhadap pekerja magangnya. Dari testimoni terhadap Ruangguru yang dikumpulkan tribunnews.com, Ruangguru dituding hanya merekrut pekerja magang sehingga dapat digaji seminimal mungkin. Sayangnya, porsi pekerjaan tidak sebanding dengan gaji yang didapat.

Magang Kampus Merdeka yang diinisiasi oleh pemerintah pun tidak lepas dari masalah. Utas Twitter @MagangStudi di Twitter yang menuntut Kemendikbudristek dan perusahaan mitra untuk segera membayar uang saku yang sudah dijanjikan. Akibat uang saku yang belum cair, ada testimoni dari mahasiswa magang yang mengalami kesusahan ketika diharuskan menjalani work from office (WFO) untuk menjalani magang.

Tuntutan untuk segera mencairkan uang saku bagi peserta MSIB juga diwujudkan dalam bentuk petisi di change.org. Kini, petisi itu sudah ditandatangani oleh lebih dari 10.000 orang.

Balasan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam terhadap petisi di change.org menyatakan bahwa program MSIB adalah program baru yang memiliki administrasi cukup rumit.

Beda entitas antara pelaksana program yaitu Kemendikbudristek dan dana anggaran dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang berada di bawah Kementerian Keuangan perlu koordinasi antara dua badan. Pihaknya berupaya terus mengejar proses administrasi secepat mungkin agar pencairan dapat dilakukan secepat mungkin.

Artikel Pengajar Hukum Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada Nabiyla Risfa Izzati di The Conversation mengambil konteks perusahaan startup menyebutkan bahwa masih ada celah bagi pelaksanaan magang yang rentan disalahgunakan oleh perusahaan. Salah satunya seperti Ruangguru yang merekrut pemagang demi mendapat tenaga kerja murah.

Program magang sudah diatur pemerintah dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan aturan pelaksananya merujuk pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020. Hak pekerja magang yang diakui dan seharusnya dijamin meliputi bimbingan dari instruktur, uang saku layak, dan jaminan sosial.

Nabiyla berpendapat bahwa aturan itu bisa menguntungkan perusahaan dan pemagang jika diterapkan dengan baik. Namun, pengawasan yang seharusnya jadi kewenangan Dinas Ketenagakerjaan setempat nyaris tidak ada. Dinas Ketenagakerjaan cenderung hanya bisa melakukan pengawasan terhadap unit pelatihan kerja yang sudah terdaftar lebih dulu, bukan pemagangan yang dilakukan startup secara mandiri.

Di Twitter

Socindex mencoba merekam aktivitas keyword “magang” di Twitter selama 19–25 November 2021. Hasilnya, ada total aktivitas sebanyak 73.396 audiens yang terdiri dari 1.901 cuitan unik, 68.975 likes, dan 4.421 percakapan yang ditangkap dari retweet dan reply. Cuitan dengan keyword “magang” berpotensi lewat di linimasa 28,8 juta akun.

Statistik keyword “magang” di Twitter

Percakapan tentang “magang” menemui momentumnya pada tanggal 20. Lantas memuncak pada tanggal 25 November. Pembicaraan pada tanggal 25 terjadi dengan organik dan membahas topik yang beragam. Mulai tentang keluh kesah tentang magang, pertanyaan seputar magang, dan lain sebagainya.

Grafik linimasa percakapan di Twitter
Contoh cuitan tanggal 25 November 2021

Meskipun demikian, tidak ada cuitan tanggal 25 November yang masuk ke daftar top post Socindex. Cuitan @mawakresna tertanggal 20 November 2021 mendapat respon yang terbanyak. Cuitan itu mengkritik konten video TikTok Kementerian Ketenagakerjaan yang memperlihatkan hubungan toksik antara pemagang dan karyawan tetap. Video itu secara hiperbolik memperlihatkan penyalahgunaan wewenang karyawan tetap terhadap anak magang.

Daftar cuitan teratas

Cuitan teratas selanjutnya dari @WidasSatyo pun turut mengkritisi video Kementerian Ketenagakerjaan itu. Lalu ada cuitan dari @hrdbacot tentang pemagang yang memanfaatkan celah magang. Ada pula pembicaraan tentang utas cerita fiksi @deysharkeu yang salah satu cuitannya mengandung kata “magang”.

Analisis word cloud

Analisis word cloud menunjukkan tidak kata lain yang menonjol selain “magang”. Ini menunjukkan bahwa tidak ada satu topik tentang “magang” yang terlalu dominan. Cabang pembicaraan “magang” terjadi secara luas dan organik, serta mencakup beberapa turunan pembicaraan sekaligus.

Mahasiwa berhak memilih arah karir mana yang bakal dituju. Program magang adalah salah satu cara untuk memperjelas arahnya. Namun, kompetisi di dunia sudah menyerupai dunia kerja.

Magang juga memiliki risiko. Status pemagang yang bukan karyawan tetap menempatkannya di posisi rentan, meskipun bukan mustahil ada pemagang yang memanfaatkan celah. Aturan yang lebih jelas diperlukan agar ekosistem pemagangan menjadi lebih sehat. Masa engga bisa sih demi menciptakan SDM yang mumpuni

--

--