Menelisik Merger Gojek-Tokopedia dalam Pemberitaan Media

Khoirul Rifai
Binokular
Published in
7 min readMay 27, 2021

Dua raksasa unicorn Indonesia, Gojek dan Tokopedia resmi melakukan merger pada Senin (17/5) lalu. Hasil dari penggabungan kedua entitas tersebut adalah GoTo, sebuah super apps yang menawarkan layanan lebih lengkap kepada 100 juta pengguna aktif bulanan mereka. Sebelum melakukan merger, Gojek sudah berstatus sebagai decacorn dengan valuasi lebih dari US$ 10 miliar (sekitar Rp 143 triliun), sedangkan Tokopedia menyandang gelar unicorn dengan valuasi sekitar US$ 7 miliar (Rp 100,3 triliun).

Sebelum merger dengan Tokopedia terjadi, Gojek santer diisukan akan merger dengan Grab. Rencana itu diinisiasi Masayoshi Son, CEO Softbank yang menjadi investor terbesar Grab. Namun rencana itu layu sebelum berkembang setelah Grab dan Gojek gagal mencapai kesepakatan terkait proporsi saham. Kabar itu kemudian hilang dan langsung memunculkan isu merger dengan Tokopedia sejak awal tahun ini. Proses pembentukan kedua entitas ini terbilang singkat, Gojek dan Tokopedia disinyalir sudah menandatangani lembar persyaratan terperinci pada Januari 2021. Dilansir CNN Indonesia, berhembus kabar bahwa Gojek dan Tokopedia sebenarnya sudah merencanakan merger sejak 2018, jauh sebelum Gojek melakukan pembicaraan dengan Grab.

“Melahirkan kesepakatan dengan ukuran dan skala bisnis seperti Gojek dan Tokopedia dalam waktu yang relatif singkat dan lancar hanya dapat tercapai karena kami sama-sama memiliki tujuan yang sama, yaitu selalu memberikan pengalaman terbaik bagi konsumen didukung oleh jaringan mobilitas tercepat dan terbesar dari para mitra driver dan merchants kami,” kata Kevin Aluwi, CEO GoTo seperti yang dilansir Kompas.

Merger ini disokong beberapa investor besar yang sebelumnya sudah menjadi investor Gojek dan Tokopedia seperti Alibaba Group, Astra International, BlackRock, Capital Group, DST, Facebook, Google, JD.com, KKR, Northstar, Pacific Century Group, PayPal, Provident, Sequoia Capital, SoftBank Vision Fund 1, Telkomsel, Temasek, Tencent, Visa, dan Warburg Pincus. Sementara, mayoritas saham GoTo saat ini dimiliki Softbank asal Jepang dan Alibaba asal China. Mengutip Nikkei Asia, Senin (24/05/2021), Softbank memiliki 15,3 persen saham GoTo, sementara Alibaba memiliki saham sebesar 12,6 persen.

Ekosistem Super dari Raksasa Baru

Baik Gojek maupun Tokopedia, keduanya bermula dari startup domestik yang memiliki fokus layanan yang berbeda. Gojek didirikan oleh Nadiem Makarim (saat ini menjabat sebagai Mendikbud), bersama dengan rekannya Michaelangelo Moran, dikenal dengan aplikasi ojek daringnya. Sedangkan Tokopedia didirikan oleh William Tanuwijaya beserta Leontinus Alpha Edison dan dikenal dengan layanan e-commerce-nya. Menurut Kompas, valuasi kedua raksasa ini bernilai Rp 257 triliun dan berkontribusi hingga Rp 314 triliun pada perekonomian Indonesia.

Lantas siapa figur yang akan memimpin kapal raksasa ini? Dalam rilis resmi Gojek, Andre Soelistyo (mantan CO-CEO Gojek) akan menjadi CEO GoTo, sedangkan Patrick Cao yang sebelumnya adalah Presiden Tokopedia kini menjadi Presiden GoTo. Sedangkan dua tokoh lain, Kevin Aluwi akan tetap menjadi CEO Gojek dan William Tanuwijaya tetap menjadi CEO Tokopedia.

Terkait pemilihan nama GoTo, adalah hasil dari singkatan Gojek dan Tokopedia menurut William Tanuwijaya. Tentu, banyak tafsiran yang beredar dari masyarakat tentang nama GoTo. Ada yang beranggapan itu adalah wujud gotong royong dua perusahaan anak bangsa, ada juga yang menyebutnya Go Far Go Together seperti yang banyak beredar di media sosial.

GoTo akan menyediakan tiga layanan utama yaitu e-commerce, on demand dan keuangan. Secara garis besar Gojek akan menjadi pelaku utama dalam layanan on demand seperti Goride, Gocar, Gofood, dan Gosend dengan dua juta mitra driver hingga Desember 2020. Goto Financial juga masih akan dikawal Gojek dengan layanan Gopay sebagai garda terdepannya. Kemudian, Tokopedia mengawal marketplace Tokopedia beserta layanan turunannya seperti Tokopedia Salam, Mitra Tokopedia, dan TokoCabang. Menurut klaim GoTo, nilai kotor dari seluruh layanan tersebut mencapai US$ 22 miliar pada 2020.

“Di transportasi dijalankan oleh Gojek, di layanan jual beli dijalankan oleh Tokopedia dan di layanan keuangan dijalankan oleh GoPay,”ujar William Tanuwijaya melalui Kompas TV.

Sumber: investor.id

Selain isu merger, Tokopedia dan Gojek juga dikabarkan berencana menjadi perusahaan publik. Penawaran saham perdana/initial public offering (IPO) kabarnya akan dilakukan dalam waktu dekat. GoTo diperkirakan akan mencatatkan saham di bursa Indonesia dan Amerika Serikat. Adapun rencana IPO ini secara blak-blakan disampaikan CEO Gojek Kevin Aluwi dan CEO Tokopedia pada CNBC Indonesia. Menurut riset Syailendra Sekuritas yang dikutip Bareksa, GoTo akan masuk ke dalam lima saham dengan kapitalisasi terbesar di Bursa Efek Indonesia bila rencana melantai itu terlaksana.

Data Pribadi dan Monopoli

Seharusnya, kita bergembira dengan mergernya dua raksasa startup Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa kualitas startup lokal tidak kalah menarik dengan kompetitornya dari luar. Kementerian Koperasi dan UMKM pun berharap merger ini membawa angin segar pada penguatan bisnis UMKM. Konsolidasi ini memungkinkan data sharing dan profiling UMKM yang lebih akurat.

GoTo memang menawarkan ekosistem yang lebih lengkap disertai potensi pendapatan yang lebih besar bagi sopir Gojek dan para penjual di Tokopedia. Namun, masalah kebocoran data pengguna masih menjadi concern bagi para konsumen. Menurut pakar keamanan siber seperti yang dilansir Sindonews, Pratama Persadha, penggabungan kedua entitas membawa konsekuensi pada keamanan data, terlebih keduanya memiliki pengguna yang besar dan pernah mengalami kebocoran data. Pada medio 2020 lalu, masyarakat sempat geger mengenai bocornya 91 juta lebih data pemakai Tokopedia. Sedangkan Gojek beberapa kali mengalami fraud pada banyak pemakai Gopay.

Masih menurut Pratama, valuasi GoTo yang masif bisa saja mengundang hacker global untuk menyerang keamanan GoTo. Ancaman lebih serius mungkin mengarah pada ekosistem finansial GoTo, tidak hanya data konsumen yang terancam tapi juga uang konsumen jika pengamanannya tidak benar-benar kuat. Terlebih, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) belum disahkan sehingga posisi konsumen benar-benar lemah dalam ekosistem digital.

Di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa Gojek dan Tokopedia akan melakukan monopoli usaha. Luasnya pelayanan dan besarnya perputaran uang dalam bisnis kedua startup tersebut tentu menjadi ancaman bagi usaha-usaha serupa namun bermodal kecil.

Namun hal itu dibantah Direktur Kajian dan Penelitian Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia Muhammad Yahdi Salampessy yang mengatakan bidang usaha Gojek dan Tokopedia berbeda. Selain itu, merger tidak meningkatkan pangsa pasar masing-masing karena perbedaan bidang usaha tadi. Menurutnya, GoTo justru akan membawa kontribusi terhadap perekonomian Indonesia.

Pantauan Media

Menggunakan Newstensity, saya memantau pemberitaan merger Gojek dan Tokopedia sejak diumumkan pada Senin (17/5) lalu hingga hari Minggu kemarin. Hasilnya, termonitor 1532 berita relevan. Puncak pemberitaan muncul pada hari pertama dengan 552 berita, kemudian terus menurun hingga hari Minggu kemarin.

Sumber: Newstensity

Dari 1532 berita yang berhasil dipantau, sentimen positif mendominasi pemberitaan hingga 1395 berita. Mayoritas pemberitaan positif menarasikan merger Gojek dan Tokopedia sebagai langkah strategis startup lokal yang menawarkan layanan secara komprehensif, seperti pemberitaan oleh Liputan 6, CNBC Indonesia, dan Kontan.

Adapun pemberitaan negatif muncul dari kekhawatiran monopoli usaha seperti yang diberitakan RRI Online dan ayobandung.com. Ada juga satu artikel dari Koran Sindo terbitan 22 Mei 2021 berjudul “GoTo & Mimpi Buruk Startup” tentang kekhawatiran adanya kill zone dalam dunia startup Indonesia setelah GoTo menjadi raksasa teknologi.

Sumber: Newstensity

Dari 1532 berita, saya menggali lebih dalam lagi persebaran isu setiap berita. Tercatat ada empat isu utama dalam berita merger Gojek dan Tokopedia. Isu terbesar dengan 1308 berita adalah berita tentang merger dan diikuti pemberitaan IPO GoTo dengan 179 berita. Berita tentang sahnya merger menduduki posisi teratas karena cukup menyita perhatian publik mengingat valuasi Gojek dan Tokopedia yang sangat besar.

Sumber: Newstensity

Besarnya perhatian publik dan nilai publisitas dari merger Gojek-Tokopedia tampak dari posisi sepuluh media teratas yang diisi grup-grup media besar. Posisi pertama ditempati CNBC Indonesia, diikuti jaringan Bisnis, Detik, dan Kontan.

Sumber: Newstensity

Selain itu, persebaran berita juga didominasi oleh media nasional dengan 1053 berita. Seperti yang saya jabarkan sebelumnya, grup media besar mendominasi pemberitaan merger ini. Di sisi lain, media internasional juga turut memberitakan dengan proporsi 63 berita. Media-media internasional tersebut diantaranya Strait Times, Reuters, dan Nikkei Asia.

Sumber: Newstensity

Epilog

Merger Gojek dan Tokopedia tentu saja merubah lansekap ekosistem digital Indonesia. Gabungan valuasi keduanya yang masif senilai Rp 257 triliun diperkirakan mewakili dua persen PDB Indonesia, harapannya adalah peluang penghasilan yang lebih besar bagi mitra GoTo seperti driver Gojek dan penjual di Tokopedia. Meski muncul suara sumbang tentang kebocoran data konsumen dan monopoli usaha, saya yakin GoTo tidak akan mempertaruhkan reputasi dengan abai terhadap privasi konsumen. Apalagi GoTo berencana go public dengan mencatatkan bursa di Indonesia dan AS. Menarik untuk dinanti, apakah GoTo menjadi pembuka pintu bagi startup lain untuk merger dan melakukan IPO. Kita tunggu saja!

--

--