Media sosial ini memang unik. Entah bagaimana algoritmanya bekerja, sampai-sampai suatu produk yang sudah dibuat beberapa tahun lalu bisa saja baru booming sekarang. Buktinya? Lihat saja Tilik.
Tilik adalah film pendek besutan sutradara Wahyu Agung Prasetyo dibawah naungan rumah produksi Ravacana Films. Tilik sendiri sebenarnya dirilis tahun 2018, tapi kepopulerannya baru menguar ketika film ini diunggah ke Youtube. Per hari tulisan ini dibuat (27/8), Tilik sudah ditonton sebanyak 15 juta kali. Rekor luar biasa bagi film pendek yang pemasarannya datang dari pembicaraan warga Twitter.
Kata “Tilik” dalam bahasa Jawa berarti menjenguk. Memang itulah plot dari film ini: gerombolan ibu-ibu desa berdiri desak-desakan di dalam bak truk menuju rumah sakit dalam rangka menjenguk Bu Lurah. Selama perjalanan, perbincangan terus mengalir hingga tereskalasi menjadi perdebatan sengit.
Bu Tejo (Siti Fauziah) percaya bahwa Dian, perempuan muda sukses adalah “perempuan tidak benar” yang kerjanya saban hari keluar masuk hotel dengan laki-laki berbeda. Untuk membenarkan ucapannya, ia menunjukkan foto Dian bersama laki-laki lain dan berita soal Dian yang ia dapatkan di internet. “Fitnah” Bu Tejo dibantah oleh Yu Ning (Brilliana Dessy), yang ternyata masih berkerabat dengan Dian. Selain Bu Tejo dan Yu Ning, ada Yu Sam (Diah Mulyani) dan Bu Tri (Angeline Rizky) yang ikut mengompori api gosip Bu Tejo.
Sepanjang film, karakter Bu Tejo benar-benar menonjol. Tingkah laku, nyinyiran, dan ekspresinya benar-benar menunjukkan ibu-ibu kampung yang suka gibah, tapi dinaikkan satu level lagi untuk menunjukkan kekonyolan karakternya. Gosip, tuduhan, hingga konspirasi yang dikeluarkan Bu Tejo semakin aneh dan luar biasa seiring memendeknya jarak truk dengan tujuan. Melihat karakter Bu Tejo mengingatkan saya pada Regina George, antagonis dalam film Mean Girls. Kaya, ketua geng, dan nyinyir — kurang mirip apa lagi Bu Tejo dengan Regina George?
Saya sendiri menangkap karakter Bu Tejo sebagai karakter yang menarik. Meskipun karakternya dibuat berlebihan, ia tetap bisa mengenkapsulasi tokoh perempuan yang suka melakukan gibah. Kalau dilihat lebih teliti, justru gibah Bu Tejo adalah bentuk kontrol sosial agar jangan sampai anak-anak mereka seperti Fikri atau Dian.
Namun, banyak pula netizen yang terbelah dalam memandang Bu Tejo. Ada yang menyukai karakter Bu Tejo yang dianggap mengenkapsulasi tokoh ibu-ibu nyinyir pedesaan, ada pula yang tidak menyukainya karena dianggap terlalu nyinyir atau menampilkan stereotip ibu-ibu tukang gosip yang tidak bisa membedakan mana benar dan mana hoaks.
Pandangan yang menganggap ibu-ibu di Tilik menguatkan stereotip soal ibu-ibu gosip gaptek yang tidak bisa filter berita agak meleset. Pada kenyataannya, realita kesenjangan digital masyarakat memang cukup besar, terutama di kalangan orang tua. Banyak yang tidak dibekali pemahaman soal teknologi — kalaupun ada, pemahaman tersebut datang dari anak-anaknya.
Permasalahan lain yang juga dikeluhkan orang-orang adalah ketiadaan nilai moral. Padahal sebuah karya seni tidak perlu menampilkan nilai atau kritikan yang moral “wah”. Tilik malah masih menunjukkan nilai moral, yaitu tidak usah menggunjing dan berpikiran terlampau negatif ke orang lain.
Perdebatan orang-orang soal Tilik di Twitter melahirkan banyak percakapan. Tak hanya itu, ia juga membantu menaikkan nama Siti Fauziah sebagai pemeran Bu Tejo. Lalu bagaimana sentimen percakapannya?
Kami menjaring data soal Tilik dari tanggal 17 Agustus 2020 (sehari sebelum Tilik dirilis di Youtube) hingga tanggal 27 Agustus 2020. Secara keseluruhan, mesin Socindex menangkap 143.319 percakapan soal Tilik dari berbagai platform media sosial. Data-data ini kami dapatkan dari Twitter, Instagram, Facebook, dan blog.
Mayoritas top author terdiri dari berbagai macam kanal berita daring. Ini karena banyak platform berita dengan sigap mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi film pendek yang tidak kalah bagus dari Tilik. Tak hanya itu, platform media ini juga membahas soal aspek-aspek perfilman yang ada di Tilik.
Selain media, ada username @Mrdanukw, @Jokoanwar, @bondantm, @warungsastra, dan @tariszolis. Orang-orang ini yang cuitan soal Tilik-nya paling awal dan banyak mendapatkan likes dan retweet dari pengguna Twitter.
Bagaimana dengan media sosial lain? Mereka juga membicarakan Tilik, tapi tidak sebesar frekuensi di Twitter. Twitter tetap merajai perbincangan dengan jumlah postingan mencapai 141.576 dan total penulis hampir 89 ribu. Nomor 2 adalah Facebook, tapi angkanya terasa kerdil sekali dibandingkan oleh Twitter. Blog, meskipun sedikit, banyak yang bersentimen positif. Kemungkinan besar karena review film mereka memuji akting dan sinematografi Tilik yang memang pantas diacungi jempol.
Melihat banyaknya pendapat dan tingginya sentimen masyarakat terhadap film pendek berkualitas, apakah ini pertanda kenaikan film pendek Indonesia? Semoga saja iya.