Menyambut Kembalinya Si Leher Beton, Mike Tyson

Yoga Cholandha
Binokular
Published in
8 min readNov 27, 2020

Sepak bola akan selalu mengingat 1986 sebagai tahunnya Diego Armando Maradona. Akan tetapi, pada tahun tersebut sebenarnya bukan cuma Maradona yang mereguk kejayaan. Ada pula Mike Tyson yang meraih gelar juara dunia tinju pertamanya.

Beberapa bulan setelah Maradona mengangkat trofi Piala Dunia sepak bola di Mexico City, Tyson menyabet sabuk juara dunia tinju versi World Boxing Council (WBC) usai mengalahkan Trevor Berbick. Di usia 20 tahun, 4 bulan, dan 22 hari, Tyson menjadi juara dunia tinju kelas berat termuda.

Laiknya Maradona di sepak bola, Tyson adalah fenomena di dunia tinju. Kehebatan itu sudah dia tunjukkan sedari muda lewat pukulan-pukulannya yang cepat dan keras, gerakan kakinya yang lincah, kelihaian dalam menghindari serangan lawan, serta ketangguhan dalam menerima pukulan.

Sebelum menjadi itu semua, Tyson adalah bocah bengal dari kawasan kumuh New York. Keluarganya berantakan. Dia tak pernah mengenal ayah kandungnya dan ayah tirinya pun minggat ketika Tyson masih bayi. Situasi ini membuat ibu Tyson kesulitan untuk membesarkan dia dan saudara-saudaranya.

Tyson kecil pun jadi berandalan. Kerjaannya berkelahi dan mencuri. Di usia 13 tahun, Tyson bahkan sudah ditangkap polisi sampai 38 kali. Yang menarik, kehebatan Tyson dalam bertinju justru diketahui saat dia mendekam di tahanan anak-anak. Adalah Bobby Stewart, seorang sipir penjara anak, yang pertama kali menemukan bakat Tyson.

Stewart pun kemudian melatih Tyson. Namun, ini tidak bertahan lama karena setelah itu Stewart mengenalkan Tyson kepada pelatih tinju legendaris, Cus D’Amato. Setelah ibunya meninggal saat dia berusia 16 tahun, Tyson dirawat oleh D’Amato. Perkenalan dengan D’Amato inilah yang mengubah hidup Tyson.

Mike Tyson muda bersama Cas D’Amato.

Dari rekam jejaknya saja sudah bisa dilihat bahwa Tyson memiliki energi besar untuk berkelahi. Oleh D’Amato, energi besar itu dipoles sehingga bisa tersalurkan sebagaimana mestinya di atas ring tinju. Hasilnya, pada 1981 dan 1982, Tyson meraih medali emas di Olimpiade Junior.

Tyson kemudian menapaki dunia tinju profesional pada Maret 1985 saat berusia 18 tahun. Di tahun pertamanya sebagai profesional, Tyson memenangi 26 dari 28 pertarungannya dengan KO maupun TKO. Ini membuat Tyson digadang-gadang bakal menjadi juara dunia di masa depan. Sayangnya, pada 1985 itu pula, D’Amato meninggal dunia.

Sebelum meninggal dunia, D’Amato sudah mengajarkan semua yang Tyson perlu tahu soal tinju. Ini terbukti dari deretan gelar juara yang kelak diraihnya. Akan tetapi, tugas D’Amato sebagai figur bapak untuk Tyson sejatinya belum rampung. Wafatnya D’Amato itulah yang kemudian disebut-sebut sebagai musabab dari pelbagai masalah yang menimpa Tyson.

Soal teknik tinju, Tyson berhasil menggabungkan bakat alam yang dia miliki dengan trik-trik yang diajarkan oleh D’Amato. D’Amato sendiri lebih banyak mengajarkan cara bertahan kepada Tyson, termasuk teknik ‘cilukba’ yang memberi perlindungan ekstra pada wajah seorang petinju sekaligus memungkinkan dirinya untuk menyerang balik lewat jab.

Dengan perpaduan demikian, Tyson berhasil menjadi undisputed champion (juara dunia di semua badan tinju) kelas berat hanya dalam kurun dua tahun. Dia mengalahkan James Smith untuk merebut sabuk World Boxing Association (WBA), menundukkan Tony Tucker untuk merenggut sabuk International Boxing Federation (IBF), dan menganvaskan Michael Spinks untuk meraih sabuk The Ring.

Sayangnya, setelah berhasil mengawinkan semua sabuk juara dunia ini masalah-masalah hidup Tyson bermunculan kembali. Kevin Rooney, sang pelatih, memang berhasil meningkatkan kualitas bertarung Tyson tetapi dia tak bisa membimbing sang jawara sebagaimana D’Amato. Rooney bahkan akhirnya dipecat oleh Tyson pada akhir 1988.

Tatkala Mike Tyson berada di puncak dunia.

Ini membuat penampilan Tyson memburuk di atas ring sampai-sampai dia harus menelan kekalahan memalukan dari Buster Douglas. Semua sabuk juara Tyson pun melayang ke tangan Douglas. Kekalahan dari Douglas ini melengkapi segala permasalahan yang dialami Tyson pada 1990.

Tyson sebenarnya sempat berhasil bangkit dengan mengalahkan Henry Tillman, Alex Stewart, dan Donovan Ruddock. Akan tetapi, pada Juli 1991, Tyson ditangkap polisi atas tuduhan pemerkosaan terhadap remaja 18 tahun bernama Desiree Washington yang merupakan Miss Black Rhode Island. Tyson akhirnya terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman penjara enam tahun.

Meski begitu, setelah tiga tahun mendekam di penjara, Tyson dibebaskan. Tyson pun segera berusaha membangkitkan kariernya lagi. Pertarungan melawan Peter McNeeley pada 1995 menjadi titik balik kebangkitan Tyson. Setahun berselang, dua sabuk juara tinju (versi WBC dan WBA) sudah berhasil direbut kembali oleh Tyson usai mengandaskan Frank Bruno dan Bruce Seldon.

Keberhasilan ini membawa Tyson pada pertarungan dua jilid menghadapi Evander Holyfield. Tyson gagal memenangi pertarungan pertama melawan Holyfield dan, pada pertarungan kedua, mengalami kesulitan yang membuatnya frustrasi. Rasa frustrasi itu dilampiaskan Tyson dengan menggigit telinga Holyfield.

Pascainsiden tersebut Tyson sempat absen dari dunia tinju dan memilih untuk tampil bersama World Wrestling Federation (WWF) sebagai bagian dari faksi legendaris D-Generation X yang dipimpin oleh Shawn Michaels dan Hunter Hearst Helmsley (Triple H).

Praktis, setelah kalah dari Holyfield itu karier bertinju Tyson sudah habis. Setelahnya, dia cuma menjalani satu pertarungan papan atas menghadapi Lennox Lewis yang berakhir dengan kekalahan. Pada awal 2000-an, Tyson menyatakan diri bangkrut dan hanya bertinju untuk mendapatkan uang, bukan lagi mengejar gelar. Setelah kalah dalam 3 dari 4 pertarungan terakhirnya, Tyson gantung sarung tinju pada 2005.

Tyson resmi pensiun dari tinju pada usia 39 tahun. Setelah itu dia lebih sering muncul sebagai penghibur, entah sebagai kameo di film Hollywood maupun komedian tunggal. Meski masih kerap berurusan dengan hukum, Tyson terlihat berusaha sangat keras untuk meluruskan hidupnya, termasuk dengan membereskan segala problem keuangannya.

Saat ini, Tyson diketahui memiliki bisnis ganja yang omsetnya tidak buruk. Bisnis ganja sendiri legal di negara bagian Nevada, tempat Tyson bermukim saat ini. Dengan bisnis itu, plus penampilan-penampilan berbayar, Tyson menjalani hidupnya dengan lebih tenang. Setidaknya, Tyson sekarang jauh dari masalah hukum dan kontroversi-kontroversi lainnya.

Namun, biar bagaimana pun, Tyson adalah seorang petinju. Ketika ada kesempatan untuk kembali ke atas ring, Tyson tidak menyia-nyiakannya. Minggu (29/11/2020) siang WIB, Tyson akan kembali naik ring untuk menghadapi Roy Jones Jr. dalam laga penggalangan dana.

Pertarungan melawan Jones Jr. dipastikan pada 23 Juli silam. Sebelumnya, Tyson sempat ditawari bertarung melawan Barry Hall, Paul Gallen, dan Sonny Bill Williams, tiga eks pemain football dan rugbi yang banting setir menjadi petinju. Namun, Tyson menolak. Dia cuma mau bertinju melawan petinju.

Tyson sendiri kemudian mengunggah video yang menunjukkan dia tengah berlatih keras. Video tersebut sempat direspons Holyfield yang mengunggah video dengan konten serupa. Ini membuat publik sempat berspekulasi bahwa pertarungan Tyson vs Holyfield bakal kembali terwujud.

Namun, duel Tyson vs Holyfield tak pernah terwujud. Tyson juga sempat dirumorkan bakal menghadapi nama-nama macam David Haye dan Wladimir Klitschko, tetapi pada 23 Juli akhirnya diumumkan bahwa calon lawan Tyson adalah Jones Jr. yang merupakan legenda tinju kelas menengah dan berat ringan.

Tyson dan Jones Jr. sama-sama telah berusia di atas 50 tahun. Akan tetapi, nama yang disebut belakangan masih aktif bertinju sampai 2018 silam. Artinya, Tyson bakal menghadapi lawan yang jauh lebih bugar darinya. Apalagi, usia Jones Jr. lebih muda tiga tahun ketimbang Tyson.

Roy Jones Jr.

Mei silam, ketika Tyson masih digosipkan bakal bertarung melawan Holyfield, kekhawatiran sudah muncul, salah satunya dari promotor tinju asal Inggris, Eddie Hearn. Dilakukan oleh orang yang masih muda saja tinju sudah berbahaya, apalagi jika dilakukan oleh orang-orang setengah baya macam Tyson.

Oleh karenanya, penyesuaian pun dilakukan dalam pertarungan Tyson vs Jones Jr. nanti. Memang, kedua petinju bakal bertarung tanpa pelindung kepala laiknya profesional pada umumnya. Namun, Tyson dan Jones Jr. akan mengenakan sarung tinju yang biasa digunakan untuk latihan. Selain itu, satu ronde pertarungan mereka cuma berlangsung 2 menit.

Laga Tyson vs Jones Jr. ini sendiri murni merupakan laga ekshibisi sehingga takkan ada pemenang. Nantinya, kedua petinju akan sama-sama mendapatkan sabuk dari WBC. Namun, apabila ada petinju yang luka parah, wasit bakal langsung menyetop laga.

Dengan demikian, dalam pertarungan ini kemungkinan besar kita tidak akan menyaksikan Tyson dengan gayanya yang khas; yang agresif, brutal, dan ingin selalu menganvaskan lawan sedini mungkin. Pasalnya, di sini yang dipertaruhkan memang bukan itu, melainkan bahwa Tyson dan Jones Jr. masih mampu menunjukkan kemahiran dalam bertinju.

Walau begitu, bukan berarti Tyson asal-asalan dalam bersiap. Dia sudah mempersiapkan laga ini sejak jauh-jauh hari dan, bahkan, dalam latih tanding terakhir, Tyson disebut berhasil mematahkan gigi lawannya. Bagi Tyson, boleh jadi ini adalah kesempatan terakhirnya naik ring dan sudah barang tentu dia takkan menyia-nyiakannya. Tyson harus terlihat seperti Tyson meski usianya sudah tak lagi muda.

Sudah lama sekali sejak Mike Tyson menjadi petinju terbaik dunia. Akan tetapi, nama besar pria 54 tahun itu rupa-rupanya masih bertahan sampai sekarang. Salah satu buktinya, berita mengenai pertarungan Tyson melawan Roy Jones Jr. mendapat perhatian cukup besar dari media-media Indonesia.

Tren pemberitaan Mike Tyson dalam sepekan terakhir.
Sentimen pemberitaan Mike Tyson di media daring dan cetak dalam sepekan terakhir.

Newstensity mencatat, dalam sepekan terakhir muncul 445 pemberitaan soal laga ekshibisi Tyson vs Jones Jr. Dari semua berita itu, 427 di antaranya muncul di media daring, sementara 18 sisanya di media cetak. Sampai Jumat (27/11) sore WIB, belum ada pemberitaan soal ini di media elektronik.

Seperti hidup Tyson, sentimen positif dan negatif dalam pemberitaan soal pertarungan melawan Jones Jr. ini cukup berimbang. Di media daring, sentimen positif mencapai 54% dari total pemberitaan tetapi sentimen negatif pun menyentuh angka 40%. Sementara itu, di media cetak, sentimen positif menyentuh angka 56% dan sentimen negatif 33%.

Berita-berita bersentimen positif bertutur mengenai apiknya persiapan Tyson serta perang urat saraf kocak yang dilakukan oleh sang legenda tinju. Selain itu, ungkapan belasungkawa Tyson atas kematian Diego Maradona juga termasuk di dalamnya.

Sementara itu, berita yang bersentimen negatif umumnya memuat kekhawatiran soal kondisi Tyson dan Jones Jr. Selain itu, ada pula artikel-artikel yang mengulik masa sulit Tyson sebagai cerita tambahan bagi para pembaca.

Dari sini bisa dilihat bahwa Tyson memang masih menjadi sosok yang menarik, terutama untuk para penggemar olahraga. Segala yang berkaitan dengan ‘Si Leher Beton’ masih sangat seksi untuk dijual, bahkan cerita-cerita yang sebenarnya merupakan hasil daur ulang seperti kisah kebangkrutan Tyson dan sebagainya.

Itulah mengapa, meski laga menghadapi Jones Jr. nanti pada dasarnya tidak mempertaruhkan apa-apa, tetap akan jadi sesuatu yang menyenangkan untuk kembali menyaksikan Tyson. Terlebih, bisa jadi Minggu siang nanti adalah kesempatan terakhir kita semua untuk melihatnya beradu pukul di atas ring.

--

--

Yoga Cholandha
Binokular

I write about football, music, TV shows, movies, WWE, and maybe some other things.