Olimpiade, Hiburan Pelipur Lara di Tengah Pandemi

Khoirul Rifai
Binokular
Published in
8 min readJul 29, 2021

Mata dunia kini sedang tertuju ke Tokyo Jepang, tempat diselenggarakannya Olimpiade 2020 yang sempat tertunda akibat pandemi Covid-19. Pesta olahraga sedunia yang melibatkan 200 negara ini akan dilakukan pada 23 Juli sampai 8 Agustus 2021. Kabarnya, pemerintah Jepang menghabiskan dana hingga 2,16 trilyun yen (sekitar 28,5 trilyun rupiah) untuk semua hal terkait Olimpiade. Tentu itu angka yang fantastis di tengah kesulitan ekonomi saat ini.

Di tengah hantaman virus dan demo anti Olimpiade oleh warganya, toh hajatan rutin empat tahun sekali ini tetap diselenggarakan Pemerintah Jepang. Gelombang protes terjadi saat pesta pembukaan pada 23 Juli lalu di luar Stadion Nasional Tokyo. Massa memprotes penyelenggaraan Olimpiade bisa memperparah kasus Covid-19 dengan masuknya orang asing ke negara mereka. Selain itu, massa juga mengecam dana penyelenggaraan yang dipakai untuk menyajikan “sirkus” alih-alih untuk kebutuhan penanganan Covid-19 dan bantuan makanan bagi warga Jepang.

Pemerintah Jepang bergeming, hajatan tetap dilaksanakan apapun rintangannya. Kembali lagi bahwa pesta Olimpiade ini adalah kebanggaan mereka, bukti bahwa Jepang bisa bertahan setelah rangkaian bencana mulai dari gempa dan bencana nuklir Fukushima pada 2011 hingga wabah Covid-19. Semangat itu ditunjukkan oleh generasi yang lebih tua di Jepang. Mereka banyak menjadi relawan atau pekerja paruh waktu di event ini untuk menunjukkan pada Jepang bahwa negaranya baik-baik saja.

Kurcaci di Olimpiade

Indonesia juga terlibat dalam Olimpiade ini dengan mengirimkan 28 atlet dari delapan cabang olahraga (cabor). Menariknya, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainuddin Amali enggan menyebutkan target medali yang harus diraih. Kedelapan cabor itu adalah bulutangkis, angkat besi, dayung, renang, selancar, menembak, panahan, dan atletik.

Meski secara geografis dan demografi Indonesia sangat besar, nyatanya prestasi Indonesia di Olimpiade tidak terlalu mentereng. Tercatat, Indonesia pertama kali berpartisipasi pada Olimpiade Helsinki 1952 dengan mengirim tiga atlet. Sempat absen pada gelaran 1964 di Tokyo dan 1970 di Moskow, Indonesia kembali bermain di tahun-tahun berikutnya.

Medali pertama pecah telur di Seoul 1988 saat tiga srikandi Nurfitriyana Saiman, Kusuma Wardhani, dan Lilies Handayani meraih perak lewat cabang panahan beregu putri. Sepanjang keikutsertaannya hingga 2016, Indonesia sudah meraih total 32 medali dengan rincian 7 emas, 13 perak, dan 12 perunggu. Masih kalah dari Thailand dengan raihan total 34 medali dan membuat Indonesia menempati peringkat kedua dalam raihan medali negara-negara Asia Tenggara.

Untuk kawasan Asia memang masih dikuasai China yang berhasil mengoleksi 546 medali dengan rincian 224 medali emas, 167 medali perak, dan 155 medali perunggu. Kunci sukses China dalam meningkatkan prestasi olahraganya adalah pembinaan usia dini, kompetisi yang berkelanjutan, dan dana pembiayaan olahraga yang sangat besar. Dalam beberapa edisi Olimpiade terakhir bahkan China sudah mengusik dominasi Amerika Serikat.

Lalu mengapa olahraga nasional kita terkesan mandek? Paramadina Public Policy Institute pada 2010 lalu melakukan riset berjudul “Mendorong Prestasi Olahraga Melalui Kebijakan Pendanaan dan Fiskal”. Dalam riset itu diketahui ada enam poin penyebab mundurnya olahraga nasional. Keenam poin itu adalah tidak menariknya profesi atlet, olahraga tidak terintegrasi dengan pendidikan, minimnya dana pengembangan olahraga, keterlibatan swasta belum optimal, sarana dan prasarana yang minim, dan terakhir faktor strategi, peran, serta prioritas dari pemerintah.

Sayangnya, dalam riset itu tidak disebutkan profesionalitas organisasi induk dan relasi pemain-pelatih. Salah satu contoh kasusnya adalah konflik antara Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) dengan Taufik Hidayat setelah PBSI memecat Mulyo Handoyo. Mulyo adalah pelatih yang menukangi Taufik sejak usia 16 tahun. Bahkan buntut dari pemecatan itu Taufik hampir saja memperkuat Singapura mengikuti jejak eks pelatihnya. Cerita serupa juga terjadi di angkat besi saat permintaan Eko Yuli Irawan untuk menambah pelatih tidak dituruti Pengurus Besar Perkumpulan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABSI). Akibatnya, Eko memilih keluar dari pelatnas jelang Olimpiade Tokyo 2020 dan mau bergabung lagi ke pelatnas setelah Komite Olimpiade Indonesia mengambil jalan tengah.

Sementara itu, permasalahan dana yang kurang adalah masalah klasik yang kerap menerpa bahkan di cabor yang potensial seperti bulutangkis dan angkat besi. Pada 2016 lalu sepuluh hari jelang Olimpiade Rio de Janeiro atlet bulutangkis Tommy Sugiarto sempat mengeluh belum mendapat bantuan peralatan. Hal yang sama juga menimpa tim angkat besi sehingga terpaksa membeli alat latihan ke pihak lain dengan cara berutang. Padahal dalam kejuaraan itu, kedua cabor diatas mendapatkan medali. Syukur pada gelaran Olimpiade Tokyo kali ini saya tidak mendengar berita serupa menerpa atlet kita. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) bahkan mengklaim persiapan yang dilakukan berjalan lancar.

Angkat Besi dan Bulutangkis Jadi Tumpuan Raih Medali

Berkaca dari gelaran-gelaran sebelumnya, cabor bulutangkis dan angkat besi menjadi tumpuan Indonesia dalam meraih medali. Benar saja, medali pertama Indonesia lahir dari angkat besi melalui Windy Cantika Aisah di kelas 49 kg. Medali perunggu berhasil diraih usai Windy menempati posisi ketiga dengan total angkatan 194 kg. Menariknya, Windy ternyata adalah anak dari Siti Aisah yang juga mantan lifter nasional. Salah satu prestasinya yang mentereng adalah raihan medali perunggu di Kejuaraan Dunia Angkat Besi 1998. Ini sih buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

Kabar gembira kembali datang setelah lifter di kelas 61 kg, Eko Yuli Irawan meraih medali perak dengan total angkatan 302 kg. Dalam final yang dihelat di Tokyo International Forum, Eko kalah dari lifter Cina, Li Fabin yang berhasil mengangkat beban total 313 kilogram. Eko kini menjadi atlet Indonesia dengan koleksi medali Olimpiade terbanyak sepanjang sejarah. Pria 32 tahun tersebut sudah mengoleksi empat medali Olimpiade sejak melakoni debut di ajang multicabang terbesar itu pada Beijing 2008. Rinciannya adalah dua medali perak dan dua medali perunggu.

Raihan perak dalam Olimpiade kali ini tidak membuat Eko puas. Eko malah meminta maaf kepada masyarakat Indonesia karena “hanya” berhasil meraih medali perak. “Saya mohon maaf pak, masih ini (perak),” kata Eko kepada Erick Thohir selaku representasi International Olympic Committee (IOC) yang mewawancarainya. Rasanya tidak pantas kata maaf terlontar dari seorang juara dan legenda nasional. Seandainya kata-kata serupa bisa terucap dari pemerintah. Hehe.

Satu cabor lain yang potensial meraih medali adalah bulutangkis. Sama dengan angkat besi, cabor bulutangkis adalah penyumbang medali tradisional bagi Indonesia di Olimpiade. Indonesia berhasil meraih medali emas pertama di Olimpiade Barcelona 1992 melalui Susy Susanti (yang fotonya saat di podium sangat ikonik) dan Alan Budikusuma. Pencapaian keduanya menjadi jalan bagi Indonesia untuk selalu meraih emas setidaknya hingga Olimpiade Beijing 2008.

Sumber: Bolasport

Berkaca dari peringkat pemain bulutangkis saat ini, peluang terbesar datang dari nomor ganda putra yang diisi Marcus Giden/Kevin Sanjaya Sukamulyo dan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan yang masing-masing adalah peringkat satu dan dua dunia. Melihat peringkat keduanya, harapan medali emas bukan hal yang mustahil. Saya sendiri pun mengharapkan kejutan dari tunggal putra Anthony Sinisuka Ginting atau ganda putri Greysia Polii/Apriyani Rahayu.

Pantauan Media

Kini Olimpiade Tokyo 2020 telah berjalan di hari kelima. Hingga tulisan ini dibuat Indonesia sudah mengumpulkan 1 medali perak dan 1 medali perunggu, keduanya melalui cabor angkat besi. Menggunakan alat dari Newstensity saya memantau pemberitaan seputar Olimpiade Tokyo 2020 sejak tanggal 22 Juli 2021 hinga kemarin 27 Juli 2021. Hasilnya terdapat 1.680 berita yang berhasil dijaring. Melalui filter manual, saya menemukan 1.353 berita yang lebih relevan tentang berita Olimpiade untuk Indonesia.

Sumber: Newstensity

Meski Olimpiade baru dibuka pada 23 Juli, namun pemberitaan sudah mulai muncul sehari sebelumnya. Puncak pemberitaan terjadi pada 24 Juli dengan total 408 berita dan terus menurun hingga 27 Juli kemarin.

Dari 1.353 berita tersebut, mayoritas mendapat sentiment positif hingga 1285 berita atau 99 persen. Hal itu cukup beralasan mengingat redaksional mayoritas berita berisi pencapaian dan dukungan kepada tim Indonesia seperti yang diwartakan bola.net, antaranews.com, dan berita dari Media Indonesia tanggal 23 Juli 2021 berjudul “Semua Wakil Merah Putih Berpeluang Rebut Medali.”

Sumber: Newstensity

Sementara itu, sentimen negatif lebih didominasi oleh pemberitaan tentang kekhawatiran Covid-19 di tengah berlangsungnya Olimpiade. Hal itu menjadi alasan protes sebagian warga Jepang yang menolak penyelenggaraan pesta olahraga di tengah pandemi.

Selanjutnya, newstrend atau topik dari isu ini cukup beragam. Saya mencatat ada sembilan newstrend terkait yang didominasi pemberitaan hasil pertandingan dengan 522 berita. Berita semacam ini menjadi update berkala oleh sebagian media untuk memberikan informasi terkini hasil pertandingan.

Sumber: Newstensity

Newstrend kedua adalah profil atlet. Kebanyakan atlet yang diberitakan adalah peraih medali seperti Widya Cantika Aisah dan Eko Yuli Irawan maupun calon potensial peraih emas seperti pasangan Marcus Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo. Ada juga atlet selancar Rio Waida yang profilnya kerap diberitakan meski belum memberikan prestasi. Rio banyak diulas media karena menjadi pembawa bendera dalam upacara pembukaan dan latar belakangnya yang keturunan Jepang.

Tidak bisa dipungkiri, pemberitaan Olimpiade menjadi santapan media untuk menarik massa. Tercatat hingga 27 Juli kemarin ada 255 media dari berbagai platform yang melakukan pemberitaan. Dari keseluruhan media, 10 media dengan berita terbanyak diisi jaringan media nasional seperti kompas.com dan kumparan.com. Media berbasis olahraga juga muncul di jajaran top 10 seperti bola.net dan indosport.com.

Sumber: Newstensity

Hal tersebut juga tampak dari persebaran asal berita. Tampak dalam gambar berikut, meski Jakarta masih menjadi penyumbang berita terbanyak, namun berita tentang Olimpiade tersebar merata hampir ke seluruh provinsi di Indonesia. Terutama media dari daerah yang atletnya mewakili Indonesia seperti Jawa Barat, Lampung, dan Bali.

Sumber: Newstensity

Ramai di Media Sosial

Sementara itu, di media sosial warganet juga riuh membicarakan Olimpiade. Menggunakan kata kunci “Olimpiade 2020” saya memantau perkembangan di media sosial menggunakan Socindex. Tercatat dengan periode yang sama 22 Juli-27 Juli 2021, isu ini dibicarakan oleh 125.771 akun Twitter, 4.688 unggahan, mendapat 103.742 likes, dan meraih 22.029 total pembicaraan (retweet and reply) .

Sumber: Socindex

Puncak pembicaraan juga tidak berbeda dengan pemberitaan di media massa yang terjadi pada 24 Juli yang secara total mendapatkan 56.743 likes dan dibicarakan 5.007 kali. Pemicunya tentu upacara pembukaan Olimpiade Tokyo 2020 di malam sebelumnya.

Sumber: Socindex

Adapun pembicaraan di Twitter memang didominasi kata kunci Olimpiade Tokyo 2020 sebagai tempat penyelenggaraan. Kata kunci kedua adalah Indonesia yang mendapat banyak dukungan dari warganet untuk berprestasi.

Sumber: Socindex

Olimpiade: Antara Harapan dan Hiburan

Saya sadar jika mengharap Indonesia meraih puluhan atau bahkan di atas lima medali emas pada Olimpiade kali ini adalah tindakan naif. Prestasi kita masih jauh dari itu. Butuh berpuluh tahun transformasi olahraga yang berkelanjutan. Hasilnya memang bukan sekarang tapi pada Olimpiade 2036 di mana Indonesia mencalonkan diri menjadi tuan rumah. Apapun hasilnya di Olimpiade Tokyo 2020 saya tetap mendukung dan mengapresiasi. Toh, yang dilawan adalah atlet-atlet terbaik dunia di bidangnya. Berita bagusnya, gelaran ini bisa menjadi obat bagi mereka yang membutuhkan hiburan di tengah gempuran Covid-19. Sedikit tayangan olahraga yang memacu adrenalin tentunya akan meningkatkan imun tubuh bukan?

--

--