OTT Bupati Probolinggo: Politik Dinasti dan Tangan Tak Tampak Raja OTT

Khoirul Rifai
Binokular
Published in
7 min readSep 1, 2021

Senin (30/8) pukul 02.00 dinihari, pemadaman listrik menyelimuti satu sudut kota Probolinggo di bilangan Jalan Ahmad Yani, RT 03 RW 06. Sebagian warga terbangun karena kepanasan, yang lainnya masih tertidur pulas seolah tidak merasakan gerah seperti tetangganya. Sang ketua RT 03, Joko Wardianto masuk dalam golongan yang kedua. Joko baru terbangun saat azan Subuh berkumandang dan baru mengetahui pemadaman listrik setelah diberitahu anaknya. Pada dini hari yang senyap itu, Joko juga melewatkan satu peristiwa penting.

Berjarak tidak jauh dari rumahnya, berdiri satu rumah besar dengan pagar tembok setinggi 2 meter. Bagian depan rumah juga ditumbuhi beberapa pohon penyejuk, sehingga warga hanya bisa melihat bagian atas rumah dari kejauhan. Pemilik rumah itu adalah Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya yang juga mantan Bupati Probolinggo periode 2003–2008 dan 2008–2013, Hasan Aminudin. Mereka menempati rumah nyaman itu dengan keempat anaknya dan beberapa satpam yang berjaga. Nahas, pada Senin, 30 Agustus 2021 dini hari keduanya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT). KPK juga menangkap delapan orang lain dalam OTT pertama di Kabupaten Probolinggo ini.

Jual Beli Jabatan Kepala Desa

Dalam konferensi pers Selasa (31/8) dinihari, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut KPK sudah mengintai sejak hari Minggu (29/8). “Pada Minggu, 29 Agustus 2021, tim KPK menerima informasi dari masyarakat akan adanya dugaan terjadinya penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara,” kata Alexander kepada tempo.co. Selain Bupati dan suaminya, KPK juga mengamankan Camat Krejengan Doddy Kurniawan, Kepala Desa Karangren Sumarto, dan Camat Kraksaan Ponirin. Kemudian, Camat Banyuayar Imam Syafi’i, Camat Paiton Muhamad Ridwan, Camat Gading Hary Tjahjono, serta dua orang Ajudan bernama Pitra Jaya Kusuma dan Faisal Rahman.

Kesepuluh orang yang ditangkap diduga berkaitan dengan jual beli jabatan kepala desa di Kabupaten Probolinggo. Awalnya, muncul kekosongan jabatan kepala desa karena pemilihan kepala desa serentak mundur dari jadwal semula. Untuk mengisi kekosongan jabatan Kepala Desa tersebut, maka akan diisi oleh Penjabat Kepala Desa yang berasal dari para ASN di Pemkab Probolinggo dan pengusulannya dilakukan melalui Camat.

Masih menurut Alex, disinilah korupsi terjadi. Alex berujar ada persyaratan khusus di mana usulan nama para Pejabat Kepala Desa harus mendapatkan persetujuan Hasan dalam bentuk paraf pada nota dinas pengusulan nama sebagai representasi dari Tantriana. Dalam perkembangannya, KPK menetapkan 22 orang sebagai tersangka suap berkaitan dengan jual-beli jabatan kepala desa atau kades di Kabupaten Probolinggo. Dari OTT kali ini KPK menyita uang Rp 362,5 juta dari para tersangka dan sejumlah dokumen. Sebagai penerima suap, Puput dan suaminya yang merupakan anggota DPR fraksi Nasdem disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Media: Antara Politik Dinasti dan Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK

Berita OTT Bupati Probolinggo yang disajikan media juga mengangkat sub isu lain seperti isu politik dinasti dan OTT yang dinahkodai pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) beberapa waktu lalu. Meski jumlahnya tidak signifikan dengan isu utama, namun kedua sub-isu ini menggambarkan dinamika yang terjadi dalam perkembangan pemberitaan. Berdasarkan pantauan Newstensity hingga Selasa (29/8) pukul 12.00 WIB, sub-isu politik dinasti berjumlah 30 berita dan isu TWK berjumlah 51 berita.

Sumber: Newstensity

Merunut ke belakang, aroma dinasti politik di Probolinggo terasa kuat setelah Bupati Puput Tantriana Sari terpilih menjadi bupati pada 2013 menggantikan suaminya yang sudah menjabat selama dua periode. Tantri sendiri sedang menjalankan periode kedua masa pemerintahannya setelah terpilih lagi pada 2018 lalu. Beredar kabar jika pengganti Bupati Tantri salah satu anak Hasan Aminuddin dari istri pertama. Dinasti Hasan Aminuddin akan diteruskan salah satu putra dan disiapkan maju sebagai bupati berikutnya. Sayang, keduanya keburu diciduk KPK.

Sebenarnya, apa yang terjadi di Probolinggo juga jamak ditemukan di wilayah-wilayah lain. Untuk wilayah Jawa Timur sendiri saya mencatat ada empat kabupaten dan kota hasil pilkada 2020 yang pemimpin daerahnya beraroma dinasti politik. Keempat wilayah itu adalah Pacitan, Banyuwangi, Mojokerto, dan Pasuruan.

Lebih jauh lagi, beritajatim.com bahkan pernah membahas potensi dinasti politik dalam skala yang lebih besar saat perhelatan pilkada 2020 lalu. Saat itu, media regional yang berbasis di Jawa Timur ini mencatat potensi politik dinasti bisa terjadi di 13 wilayah pilkada di seluruh Jawa Timur. Sebanyak 13 daerah tersebut antara lain Kab.Sumenep, Kota Surabaya, Kabupaten Banyuwangi, Kota Blitar, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Trenggalek. Untuk Kabupaten Probolinggo sendiri tidak berpartisipasi karena sudah menggelar pada 2018 lalu.

Meski pemindahan kekuasaan dilakukan secara demokratis melalui jalur pemilihan langsung, tetap saja politik dinasti dikhawatirkan bisa membawa pengelolaan yang buruk pada kabupaten dan kota tertentu. Contoh termutakhir tentu saja terpampang dalam konstruksi perkara OTT Bupati Probolinggo ini. Suami sang bupati, Hasan Aminudin ternyata masih memiliki power sehingga mampu mengumpulkan camat dan meminta jatah untuk rekomendasinya. Bisa dikatakan bahwa Hasan yang memegang kuasa dalam kasus jual beli jabatan ini.

Masih dalam konferensi pers KPK yang sama, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut lebih spesifik peran Hasan yang memberi paraf pada setiap nama calon pejabat kepala desa yang ditujukanpkepada Bupati sekaligus istrinya. Para calon pejabat kepala desa juga diwajibkan menyetorkan sejumlah uang dengan tarif Rp 20 juta dan upeti tanah kas desa sebesar Rp5 juta per hektare. Mungkin kasus ini bisa dinamai “Paraf Sakti Sang Mantan Bupati” nantinya. Hehe.

Sementara itu, media juga banyak memberitakan keberhasilan tim KPK yang melakukan OTT tidak terlepas dari peranan para pegawai KPK yang tidak lolos TWK. Salah satunya peran Harun Al Rasjid, pegawai KPK yang tidak lolos TWK berjuluk Raja OTT. Menurut Rieswin Rachwell, salah satu pegawai nonaktif KPK, OTT untuk meringkus Bupati Probolinggo sudah diselidiki sebelum penyelenggaraan TWK yang kontroversial itu. Tim itu juga mengalami kendala saat sumber daya yang awalnya berjumlah tujuh orang berkurang menjadi hanya empat orang saja. Rieswin lantas menyinggung pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata terkait OTT yang terjadi karena kecerobohan pelaku. Rieswin menegaskan, operasi penindakan dilakukan atas dasar kerja keras dan keaktifan para penyelidik KPK, bukan karena kelalaian pelaku.

Pernyataan Rieswin didukung pegawai KPK nonaktif lain, Novel Baswedan. Menurutnya, setelah empat bulan berpuasa melakukan OTT, KPK akhirnya menggebrak dengan dimotori pegawai yang tidak lolos asesmen TWK. Ia kemudian menyayangkan sikap pimpinan KPK yang dikomandoi Firli Bahuri, tidak mencabut surat keputusan pemberhentian pegawai KPK dalam SK nomor 652. “Sangat disayangkan langkah dan sikap Pimpinan yang tidak mau mencabut SK 652 dan membuat skandal penyingkiran 75 pegawai KPK sehingga membuat KPK terhambat untuk bekerja dengan baik,” imbuhnya kepada suara.com.

Pantauan Media

Berita OTT Bupati Probolinggo memang baru muncul pada Senin (30/8) dinihari, namun agar tidak terlewat satu berita pun saya mengatur pencarian sejak Minggu (29/8) hingga Selasa (31/8).

Sumber: Newstensity

Menggunakan Newstensity saya menemukan total 999 berita tentang OTT Bupati Probolinggo. Gambar di atas adalah grafik pemberitaan hingga Selasa (31/8) pukul 12.00. Seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya, pemberitaan ini didominasi sentimen negatif hingga 876 berita atau 88 persen. Kondisi serupa juga terjadi di sub isu politik dinasti dan TWK pegawai KPK di mana sentimen negatif mencapai persentasi di atas 80 persen.

Sumber: Newstensity

Adapun berita positif yang “nyelip” di antara guyuran berita negatif rupanya berisi pemberitaan tentang rasa syukur sejumlah elemen akan penangkapan ini, seperti yang diberitakan tribunnews.com. Ada juga berita lain seperti respon cepat Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyiapkan pengganti sementara Bupati Probolinggo yang ditangkap KPK.

Sumber: Newstensity

Sementara itu, untuk figur yang banyak disebut dalam pemberitaan diisi sang Bupati Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminudin. Posisi kedua hingga kelima diisi figure dari pihak berlawanan yaitu Ali Fikri sebagai Plt Juru Bicara KPK, Nurul Ghufron serta Alexander Marwata yang keduanya berperan sebagai Wakil Ketua KPK.

Sumber: Newstensity

Terkait persebaran di media, mayoritas media memberitakan dengan nada negatif. Khusus pemberitaan di media cetak, tampak Jawa Pos dan Radar Bromo (keduanya berbasis di Jawa Timur) menduduki dua tempat teratas dengan masing-masing empat dan tiga berita. Tampaknya media berbasis daerah mengambil lebih banyak porsi dalam pemberitaan ini ketimbang media nasional.

Sumber: Newstensity

Hal itu tercermin dalam gambar di atas. Meski menjadi perhatian nasional, porsi pemberitaan media yang berbasis di Jakarta hanya sebesar 508 berita, masih kalah dengan berita regional dari Jawa Timur dengan 839 berita.

Penutup

Nama Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya Hasan Aminudin mendadak terkenal setelah menjadi tersangka kasus jual beli jabatan di Kabupaten Probolinggo. Saya yakin tidak banyak yang mengenal nama sang bupati jika dibandingkan Bupati Banyuwangi Azwar Anaz atau Bupati Lumajang Toriqul Haq yang keduanya pernah diundang Najwa Shihab. Sayangnya, Bupati Probolinggo harus dikenal karena operasi tangkap tangan oleh KPK. Bagi KPK, kasus ini seolah menjadi bukti bahwa KPK masih hidup untuk memberantas korupsi dan bisa bergerak meski kehilangan 51 pegawai yang dicap radikal karena tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan. Media tampaknya selalu tahu untuk membawa isu alternatif dalam setiap kejadian, dalam hal ini politik dinasti dan kapasitas pegawai KPK yang tidak lolos TWK ternyata menjadi pilihan isu lain untuk diangkat media. Saya sih berharap, semangat KPK yang sama juga ditunjukkan untuk mengejar buronan macam Harun Masiku, hehe…

--

--