Rektor Unila Kena OTT KPK, Akuntabilitas Seleksi Mahasiswa Baru Jalur Mandiri Dipertanyakan

Indra Buwana
Binokular
Published in
6 min readAug 25, 2022

Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat malam, 19 Agustus 2022. Selain Karomani, KPK mengamankan tujuh orang lainnya.

Tujuh orang itu adalah Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, Ketua Senat Unila Muhammad Basri, Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila Budi Sutomo, Dosen Unila Mualimin, Dekan Fakultas Teknik Unila Helmy Fitriawan, Ajudan Karomani Adi Triwibowo, dan seorang dari pihak swasta Andi Desfiandi.

KPK pun mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang tunai senilai Rp 414,5 juta, slip deposito senilai Rp 800 juta, dan kunci safe deposit box yang disinyalir digunakan untuk menyimpan emas senilai Rp1,4 miliar.

Karomani dan beberapa petinggi Unila tersebut ditangkap karena adanya laporan masyarakat terkait dugaan korupsi pada penerimaan mahasiswa Unila pada tahun 2022. Tim lapangan KPK turun di tiga daerah berbeda yakni Bandung, Lampung, dan Bali, untuk menangkap semua terduga pelaku.

KPK mengumumkan ada empat tersangka, yaitu Rektor Unila Karomani, Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, Ketua Senat Unila Muhammad Basri, dan sebagai pihak penyuap Andi Desfiandi. Kasus kini naik ke tahap penyidikan.

Dalam konstruksi perkara yang dijelaskan KPK, Unila memiliki proses penerimaan mahasiswa barunya sendiri di luar proses Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yaitu Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Sebagai rektor, Karomani memiliki wewenang dalam memengaruhi mekanisme yang berlangsung di Simanila.

KPK menjelaskan bahwa Karomani, Heryandi, Muhammad Basri, dan Budi Sutomo diduga memiliki keterlibatan yang langsung serta aktif untuk menentukan kelulusan peserta yang mengikuti seleksi Simanila dengan memanfaatkan posisi mereka.

Heryandi, Muhammad Basri, dan Budi Sutomo bertugas untuk memeriksa kesanggupan orang tua calon mahasiswa. Dengan iming-iming kelulusan, orang tua mahasiswa diminta untuk menyetor sejumlah uang di luar biaya resmi yang sudah ditentukan universitas.

Besarnya uang belakang yang perlu dibayarkan bervariasi. KPK membeberkan jumlah minimal sebesar Rp100 juta hingga mencapai Rp350 juta sesuai kesepakatan dengan orang tua calon mahasiswa. Ketiga orang itu juga bertugas untuk mengumpulkan uang suap setelah peserta Simanila diterima. KPK mengungkapkan bahwa Karomani menyimpan harta sebesar Rp4,4 milyar dalam bentuk uang tunai, deposito, dan emas batangan ketika ditangkap.

Jalur Mandiri Dihapuskan?

Ditangkapnya Rektor Unila memicu reaksi publik. Penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri dituding sebagai lahan basah yang rentan diselewengkan. Ada pihak yang menyarankan bahwa jalur seleksi mandiri dihapuskan.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf termasuk salah satu pihak yang menyuarakan agar jalur penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri sebaiknya dihapus. Ia berpendapat sejatinya jalur mandiri diperuntukkan sebagai upaya afirmasi pada calon mahasiswa berkebutuhan khusus, seperti dari daerah tertinggal, berasal dari keluarga miskin, atau bisa diaplikasikan bagi mahasiswa dengan prestasi di bidang nonakademik.

“Baiknya memang jalur mandiri di PTN itu dihapus saja. Diganti dengan tes seleksi resmi, gelombang 1, 2, dan 3. Dengan biaya semester progresif, jadi jelas dan terukur. Sehingga tidak terjadi lobi-lobi bawah tangan. Dan transparan penggunanya,” jelas Dede dikutip dari laman resmi DPR.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman satu suara dengan Dede. Boyamin menekankan bahwa seleksi masuk mahasiswa baru melalui jalur ujian penuh atau jalur prestasi saja. Keberadaan jalur mandiri juga dianggap diskriminatif karena dianggap lebih mengedepankan kemampuan ekonomi.

Mendikbudristek Bergerak

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendibudristek) Nadiem Makarim menyatakan kekecewaannya dengan kasus korupsi Rektor Unila sewaktu rapat dengan Komisi X DPR RI, Selasa lalu (23/8). Nadiem mengatakan bahwa Kemendikbudristek akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan, sekaligus melakukan pencegahan agar kasus serupa tidak terjadi di kampus lain.

Langkah pertama yang diambil Nadiem adalah menunjuk Direktur SDM Kemendikbudristek Mohammad Sofwan Effendi sebagai pelaksana tugas Rektor Unila. Penunjukan itu dilakukan agar tidak terjadi konflik kepentingan. Selain itu, penanganan kasus suap penerimaan mahasiswa baru Unila dapat berjalan lancar dan objektif.

Nadiem pun menyatakan bahwa Kemendikbudristek akan mulai menginvestigasi kampus-kampus lain untuk memeriksa proses penerimaan mahasiswa baru. Langkah ini bertujuan untuk menemukan cara sistemik yang bisa diterapkan untuk mengurangi kejadian serupa di masa mendatang.

Tentang munculnya suara untuk menghapus jalur mandiri, Nadiem menjawab dengan diplomatis. Kemendikbudristek memonitor perkembangan tuntutan tersebut dan menampung segala pendapat yang muncul dari masyarakat.

Momentum Evaluasi

Kasus korupsi Rektor Unila bisa dijadikan momentum untuk mengevaluasi sistem penerimaan mahasiswa baru, utamanya jalur mandiri. Hal itu disampaikan Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) Panut Mulyono yang merekomendasikan agar para pimpinan perguruan tinggi negeri melakukan evaluasi dan memperbaiki tata kelola penerimaan mahasiswa jalur mandiri guna menjamin akuntabilitas dan mencegah praktik-praktik koruptif.

Panut juga meminta agar korupsi kasus Unila tidak digeneralisasi terjadi di seluruh perguruan tinggi negeri. Meskipun, ia mengakui bahwa dugaan korupsi penerimaan mahasiswa baru di Unila telah mencederai rasa keadilan di masyarakat, terlebih hal itu terjadi di lingkungan akademik yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sementara itu, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman mengakui bahwa sistem seleksi mandiri memang memiliki celah penyelewengan. Ini dikarenakan karena panitia pelaksananya terdiri dari orang-orang internal kampus. Berbeda dengan seleksi yang dilakukan terpusat seperti SNMPTN dan SBMPTN dengan panitia bersama secara nasional.

Zaenur menyarankan agar seleksi mahasiswa baru jalur mandiri menghadirkan pihak pengawas eksternal yang dapat memonitor seluruh proses seleksi sehingga bisa menutup celah-celah praktik korupsi. Pihak eksternal yang dimaksud adalah pihak yang bisa melaksanakan fungsi pengawasan seperti Ombudsman.

Pemantauan Media

Dari hasil tangkapan Newstensity, berita tentang tertangkapnya Rektor Unila sudah muncul sejak 20 Agustus 2022. Artinya, media mengikuti perkembangan kasus Rektor Unila mengingat dari keterangan KPK, Karomani tertangkap pada 19 Agustus malam menuju dini hari.

Grafik 1. Volume Berita Harian Terkait Kasus Korupsi Rektor Unila 19–24 Agustus 2022 (sumber: Newstensity)

Newstensity menangkap ada 3.894 berita terkait. Puncak volume pemberitaan ada pada tanggal 21 Agustus dengan 1.286 berita. Pemicu naiknya volume berita tak lepas dari konferensi pers KPK tentang penangkapan Karomani.

Meskipun berita berkembang menjadi wacana penghapusan seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri, tapi volume berita tetap menurun secara bertahap mengingat isu utama, yaitu tertangkapnya Rektor Unila, sudah lewat.

Grafik 2. Volume Berita Harian Terkait Kasus Korupsi Rektor Unila 19–24 Agustus 2022 (sumber: Newstensity)

Empat orang yang terjerat OTT KPK, yaitu Karomani, Muhammad Basri, Andi Desfiandi, dan Budi Sutomo menjadi empat nama yang paling banyak disebut di media. Sementara dari pihak KPK, ada Ali Fikri sebagai Juru Bicara KPK yang memberikan keterangan kepada pers tentang perkembangan kasus korupsi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unila.

Grafik 3. Statistik Keyword “unila” di Twitter 19–24 Agustus 2022 (sumber: Socindex)

Di Twitter, keyword “unila” ramai dibicarakan. Selama 19–24 Agustus 2022, Socindex menangkap ada sebanyak 121.914 engagement terkait Unila dengan talk sebanyak 28.718 percakapan. Percakapan itu menghasilkan 86.946 applause atau likes. Perbincangan tentang Unila dikunjungi oleh 14.698.920 audience.

Cuitan dari detikcom @detikcom tentang bayaran yang dipatok Karomani agar diluluskan masuk Unila mendapat likes terbanyak. Selain itu, ada yang menarik di daftar cuitan teratas. Cuitan Eko Widodo @ekowboy2 yang menginformasi bahwa Karomani di samping menjabat sebagai Rektor Unila, juga menjabat sebagai Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama Lampung, dua jabatan dengan tanggung jawab moral besar di bidang akademik dan keagamaan. Setelah ditelusuri, informasi tersebut benar adanya dan akan dibahas pengurus PWNU Lampung pada rapat September mendatang.

Gambar 1. Cuitan @emerson_yuntho (sumber: Twitter)

Ada pula warganet yang mengingatkan bahwa kasus korupsi Rektor Unila adalah fenomena punck gunung es. Utas Buya Eson @emerson_yuntho sembari memberikan tautan mengenai kajian dari Indonesia Corruption Watch tentang potensi korupsi di perguruan tinggi. @emerson_yuntho menyebut bahwa suap penerimaan mahasiswa baru adalah satu dari 12 praktik korupsi di perguruan tinggi. Ia juga mengingatkan bahwa pada tahun 2020, KPK pernah melakukan OTT terhadap Rektor Universitas Negeri Jakarta Komarudin karena upaya suap, tapi kemudian mandek di tengah jalan.

Penutup

Praktik korupsi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unila sungguh disayangkan. Kasus ini jelas mencoreng martabat kampus sebagai garda integritas bangsa. Upaya evaluasi perlu dilakukan. Tidak hanya di sistem penerimaan mahasiswa baru saja, tetapi juga di celah-celah yang berpotensi bisa menyuburkan praktik korupsi. Karena bisa saja kasus korupsi Rektor Unila hanyalah salah satu bentuk praktik korupsi yang terekspos, sedangkan yang tak nampak masih banyak.

--

--