Khoirul Rifai
Binokular
Published in
8 min readAug 23, 2023

--

Saat Budiman Sudjatmiko Membelot dari PDIP

Semilir angin berembus dari Pantai Marina, ujung utara Kota Semarang. Satu hari pasca-peringataan kemerdekaan ke-78 tahun Indonesia, suasana tenang sore hari di pantai ini mendadak bergejolak. Di Marina Convention Center, tidak jauh dari garis pantai yang menjadi spot favorit pemancing, ada peristiwa yang mungkin akan membelokkan alur sejarah bangsa ini.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) cum aktivis 98’ Budiman Sudjatmiko menggelar deklarasi dukungan kepada calon presiden dari Partai Gerindra dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), Prabowo Subianto. Deklarasi ini dilangsungkan di hadapan pendukung mereka yang tergabung dalam Prabowo-Budiman Bersatu atau disingkat Prabu.

Kenapa Semarang? Kenapa dukung Prabowo? Bagaimana nasib Budiman? Banyak pertanyaan menggelayuti publik pasca-deklarasi dukungan ini. Keberanian Budiman menggelar acara di kantong suara PDIP dan “rumah Ganjar” menjadi tanda bahwa kader PDIP tidak sepenuhnya solid mendukung keputusan partai untuk mencalonkan Ganjar Pranowo. Budiman, kader yang selama ini dinilai loyal pada PDIP ternyata cukup nekad dengan menggelar deklarasi terbuka, di kandang banteng pula.

Posisi Budiman saat ini cukup dilematis, meski tidak buruk-buruk amat. Ultimatum datang dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP lewat Sekretaris Jendral (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto. Ada dua opsi yang disampaikan Hasto kepada Budiman, pilihannya antara mundur dari partai atau dipecat karena mendukung Prabowo. Belum jelas langkah apa yang akan diambil partai banteng, yang pasti PDIP akan merespon tegas setiap tindakan indisipliner kadernya. Secara teknis, nama Budiman Sudjatmiko sudah mati di PDIP.

Gambar 1. Deklarasi dukungan Budiman Sudjatmiko untuk Prabowo Subianto. Sumber: ANTARA FOTO/Makna Zaezar dimuat oleh tempo.co

Banteng Sedang Terluka

Ada yang tidak beres di tubuh banteng itu. Partai yang berkuasa selama dua periode sepertinya sedang menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Beberapa bagian dari mesin besar bernama PDIP yang selalu mendorong laju partai terlihat sudah mulai aus. Ada yang perlu diganti, jika diibaratkan mobil, sudah saatnya PDIP turun mesin untuk menjalani servis besar.

PDIP merespons pembelotan Budiman dengan tidak menyertakannya dalam Daftar Calon Sementara (DCS) DPR Pemilu 2024 dari PDIP yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Sabtu (19/8). Dalam DCS itu, terdapat 9.919 nama bakal calon anggota legislatif (caleg) DPR yang diusung 18 partai politik untuk bertarung di 84 daerah pemilihan (dapil). Dari 580 caleg PDIP untuk perebutan kursi DPR-RI, nama Budiman Sudjatmiko tidak tercantum di dalamnya.

Padahal, Budiman selalu didaftarkan sebagai caleg PDIP dalam tiga pemilu sebelumnya dan catatannya cukup sukses. Ia lolos Pemilu 2009 dan 2014 setelah memenangkan pertarungan di Dapil Jawa Tengah VIII. Namun, pada Pemilu 2019, Budiman gagal melenggang ke Senayan usai kalah raihan suara di Dapil Jawa Timur VII.

Tidak jauh sebelum Budiman membelot, politisi PDIP lain, yakni Effendi Simbolon juga pernah dipanggil DPP PDIP karena menyatakan dukungan secara implisit kepada Prabowo. Pada 7 Juli 2023 Effendi Simbolon mengundang Prabowo hadir dalam acara Rakernas ke-16 Punguan Simbolon Dahot Boruna Indonesia (PSBI) di Jakarta. Dalam acara itu, Prabowo diberikan kesempatan berpidato. Seolah menyatakan dukungan, Effendi menyebut Prabowo adalah sosok yang tepat untuk melanjutkan kepemimpinan Presiden Jokowi. Akibat peristiwa ini Effendi dipanggil DPP PDIP, akan tetapi tidak jelas bentuk hukumannya hingga saat ini. Nama Effendi juga masih tercatat sebagai caleg PDIP untuk Dapil Jakarta II.

Dua peristiwa di atas menjadi penanda bahwa ada yang tidak beres di tubuh PDIP. Ada beberapa alasan untuk meyakini hal ini. Secara historis, belum ada partai yang mampu memenangi pemilu sebanyak tiga kali berturut-turut setelah era Reformasi. Hanya PDIP yang mampu menang di dua pemilu terakhir. Namun, saat itu peta politik jauh berbeda dengan yang terjadi belakangan ini.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah seperti yang dilansir suara.com menyebut ada beberapa alasan kenapa Budiman membelot. Ia menganggap PDIP tidak memberikan akses politis lebih kepada Budiman karena tidak mendapat posisi strategis dalam Pemilu 2014. PDIP berusaha menyingkirkan faksi-faksi kecil yang kurang kontributif di tubuh banteng. Lebih lanjut, Dedi mengatakan, Budiman saat ini lebih loyal pada Presiden Jokowi dibanding PDIP. Hal itu dianggap juga menjadi faktor Budiman mendukung Prabowo.

Alasan berikutnya, sejumlah kader beranggapan Ganjar sulit untuk memenangi Pilpres 2024 sehingga para kader mulai ancang-ancang mencari gerbong politik yang baru. Hanya saja baru Budiman yang berani bertindak se-ekstrem ini. Perihal dukungan setengah-setengah elit PDIP kepada Ganjar juga diamini pengamat politik Universitas Diponegoro, Wahid Abdulrahman. Meski Megawati sudah meminta kader untuk mengawal Ganjar, sebagian masih menganggap restu Jokowi kepada Prabowo dinilai lebih berpeluang untuk menang.

Popularitas Ganjar belakangan memang menurun. Survei Voxpol Center Research & Consulting menyebut elektabilitas Prabowo tertinggi dengan 36,5 persen suara, Ganjar dengan 30,4 persen suara, dan Anies Baswedan dengan 26,4 persen suara. Keunggulan Prabowo juga diutarakan beberapa lembaga survei lain seperti Indikator Politik Indonesia, Survei dan Poling Indonesia, dan Lembaga Survei Nasional. Meski demikian, nama Ganjar juga menjadi pilihan tertinggi di lembaga survei kredibel lain seperti Utting Research dari Australia dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).

Anjloknya popularitas Ganjar rupanya membawa kegelisahan di antara kader PDIP. Kepanikan PDIP juga tercium dari sikap reaktif mereka atas deklarasi Budiman. Sebab, Budiman bukan kader dengan basis massa yang besar bagi PDIP. Kehilangan Budiman dinilai tidak akan menggembosi suara PDIP secara signifikan. Justru, sikap reaktif PDIP bisa menjadi bumerang bagi partai sekaligus menunjukkan pada lawan politiknya bahwa partai besutan Megawati ini sedang lemah.

Judi Untuk Posisi

Manuver terlampau berani ini menjadi pertaruhan terbesar untuk karir politik Budiman Sudjatmiko. Tidak ada jalan mundur baginya. Sebab, PDIP sudah tidak mau menerima kehadiran Budiman lagi meski kepada media Budiman masih berharap tidak dipecat PDIP. Sejauh ini, Budiman bersikukuh untuk tidak mundur agar bisa menjelaskan secara utuh tentang perbuatannya.

Pada Senin (21/8), DPP PDIP juga batal merilis nasib Budiman. Hingga pukul 13.30 WIB, belum ada tanda-tanda digelarnya konferensi pers hingga akhirnya agenda tersebut ditunda. Informasi pembatalan ini diketahui dari broadcast yang beredar. Tapi tidak dijelaskan kapan pengumuman dilakukan.

Lantas, kenapa Budiman mau mempertaruhkan reputasi politisnya dengan mendukung Prabowo? Saat menyampaikan alasannya di hadapan media, Budiman terkesan diplomatis. Ia mengaku, meski 25 tahun lalu ada di kubu berseberangan dengan Prabowo, kini Budiman merasa ideologinya dengan Prabowo cukup sejalan setelah membaca buku tulisan Prabowo berjudul Paradoks Indonesia. Gagasan yang Prabowo tulis dalam bukunya sama dengan semangat yang diperjuangkan para aktivis terutama soal kedaulatan Indonesia. Oleh sebab itu, pikir Budiman, kini waktunya mereka bersatu untuk mewujudkan perjuangan itu.

Ada alasan menarik lain yang disampaikan Budiman kepada liputan6.com. Dalam pemberitaan itu, Budiman meminta Prabowo untuk mengembangkan koperasi, mengembangkan BUMDes dan menata jaminan sosial untuk rakyat Indonesia. “Tolong cerdaskan kehidupan bangsa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi,” pesan Budiman. Pesan terakhir inilah yang dimaknai sebagai barter politik atas dukungan Budiman.

Mari mundur sejenak ke medio April 2021. Saat itu publik digemparkan dengan proyek teknologi informasi ambisius bertajuk Bukit Algoritma di Sukabumi, Jawa Barat. Proyek tiruan Silicon Valley di Amerika Serikat ini menelan dana 1 miliar Euro atau sekitar Rp18 triliun dengan target peningkatan kualitas ekonomi 4.0, peningkatan pendidikan dan penciptaan pusat riset dan development, serta meningkatkan sektor pariwisata di kawasan seluas 888 hektare. Siapa penggagas proyek itu? Tak lain dan tak bukan adalah Budiman Sudjatmiko.

Informasi terakhir, proyek Rp 18 triliun ini mangkrak dan berhenti di proses groundbreaking. Tidak ada aktivitas konstruksi di lokasi proyek, begitu juga kejelasan nasib proyek ini kedepannya. Jika menilik pesan Budiman kepada Prabowo seperti yang dilansir liputan6.com, ada indikasi Budiman menjual dukungan demi kelanjutan proyek Bukit Algoritma.

Meski demikian, Budiman juga membawa modal yang cukup bagi Prabowo. Popularitas Prabowo yang rendah di kalangan mahasiswa eks aktivis 98 bisa sedikit terkatrol dengan dukungan Budiman yang memiliki jaringan politik cukup luas. Jika Budiman bisa meyakinkan jaringannya untuk total mendukung Prabowo, Budiman bisa menjadi game changer dalam peta pemilihan presiden dus melegitimasi kalau Budiman belum habis.

Namun, perjuangan Budiman mengagitasi kawan-kawan eks 98 juga tidak akan mudah. Banyak resistensi di bawah, terutama dari jaringan yang selama ini tidak terlalu dekat dengan kekuasaan. Beberapa kawan Budiman seperti mantan aktivis Pusat Informasi Jaringan Aksi Reformasi Tri Agus Siswanto dan Tim Forum Rakyat Demokratik Pro Korban Penculikan yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Rakyat Demokratik, Petrus Hariyanto menganggap Budiman diperlakukan sebagai pencuci dosa masa lalu Prabowo atas kejahatan HAM penculikan para aktivis. Parahnya, Budiman dianggap menghianati nilai perjuangan kawan-kawan aktivisnya yang hingga kini belum ditemukan.

Nasib Budiman masih akan ditentukan hingga beberapa hari ke depan. Setelah DPP PDIP batal menggelar konferensi pers pada Senin lalu, ada indikasi sosok Budiman masih dibutuhkan oleh PDIP. Bisa saja Budiman menarik dukungannya pada Prabowo asal diberi jabatan lebih strategis oleh partai di Pemilu 2024. Apapun itu, kegagalan menggelar konferensi pers di hari yang sudah ditentukan menandakan adanya negosiasi yang berjalan antara Budiman dan PDIP.

Pemantauan Media

Di tengah gempita pemberitaan kemerdekaan RI yang ke-78 tahun, Budiman Sudjatmiko dan Prabowo Subianto diam-diam mengambil eksposur pemberitaan media. Sejak 18 Agustus hingga 22 Agustus 2023 pukul 12.00 WIB, Newstensity mencatat 2.993 berita dengan kata kunci “Budiman Sudjatmiko” dan “Prabowo Subianto.” Angkanya cukup stabil sejak Budiman mendeklarasikan Prabu pada 18 Agustus dan baru mengalami penurunan intensitas pada Selasa (22/08) setelah tidak ada kejelasan dari PDIP terkait status Budiman.

Grafik 1. Linimasa pemberitaan. Sumber: Newstensity

Pada fase awal, pemberitaan ini mendapat sentimen positif karena berisi dukungan kepada Prabowo. Pemberitaan negatif mulai muncul keesokan harinya setelah PDIP merespon lewat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Hasto dengan tegas menyebut akan memanggil Budiman Sudjatmiko untuk diklarifikasi. Bagi Budiman, pilihannya hanya dua, mundur sukarela atau dipecat partai. Hasto juga menyebut Gerindra melakukan politik pecah belah kepada PDIP dengan menggandeng Budiman. Meski demikian, pemberitaan positif masih dominan dengan 1.804 berita dibandingkan 1.037 berita negatif.

Grafik 2. Sentimen berita. Sumber: Newstensity

Uniknya, bukan Budiman yang paling banyak disebut media massa, melainkan Prabowo Subianto. Prabowo ada di urutan pertama, diikuti Budiman, kemudian Ganjar Pranowo, Hasto Kristiyanto, dan Joko Widodo. Rating ini tentunya berdampak positif pada popularitas Prabowo dan Partai Gerindra, meski sedikit banyak juga memengaruhi Ganjar.

Grafik 3. Top person di media. Sumber: Newstensity

Sementara dari analisis di Twitter menggunakan Socindex, kata kunci “Budiman Sudjatmiko” dan “Prabowo Subianto” juga menghasilkan engagement yang cukup tinggi. Dengan periode yang sama, kombinasi kedua kata kunci tersebut menghasilkan 58.187 engagement, diikuti 2,2 juta audiens, dan berpotensi mampir ke 114,8 juta akun (buzz reach). Total ada 29.007 percakapan terkait Prabowo dan Budiman di Twitter sepanjang 18–22 Agustus 2023.

Grafik 4. Analisis engagement di Twitter. Sumber: Socindex

Sama halnya dengan media cetak, Prabowo menjadi akun yang paling banyak disebut dalam percakapan di Twitter. Akun Prabowo disebut hingga 99 kali, diikuti akun Budiman Sudjatimiko @Budimandjatmiko sebanyak 65 kali. Dengan ini, Prabowo berhasil riding the wave memanfaatkan momentum ramainya pemberitaan dan percakapan di medsos pasca mendapat dukungan Budiman.

Grafik 5. Top mention akun di Twitter. Sumber: Socindex

Sepertinya, tingginya engagement di Twitter tidak lepas dari bantuan mesin alias inorganik. Analisis singkat dari Socindex menunjukkan 13.628 cuitan dilakukan robot atau mesin. Sedangkan cuitan organik dari manusia hanya sekitar 293 cuitan. Hal ini mengindikasikan percakapan tidak berjalan secara natural karena diinterupsi banyak buzzer.

Grafik 6. Analisis bot cuitan. Sumber: Socindex

Penutup

Nasib Budiman Sudjatmiko belum jelas karena PDIP belum juga mengeluarkan keputusan resmi. Posisi Budiman masih rentan, pun dengan deklarasi dukungan yang diberikan kepada Prabowo. Peta koalisi untuk sementara ini bergantung pada PDIP dan Budiman Sudjatmiko. Jika Budiman mampu melobi PDIP, bisa jadi dukungannya kepada Prabowo akan sirna. Di satu sisi, koalisi antarpartai yang sudah terbentuk masih sangat cair. Bukan tidak mungkin beberapa waktu ke depan akan ada tokoh-tokoh berpengaruh lain yang menyeberang ke zona lawan.

--

--