Stella Monica dalam Berita

Heditia Damanik
Binokular
Published in
6 min readDec 17, 2021

Stella Monica Hendrawan akhirnya bisa bernapas lega setelah dua tahun harus menjalani proses hukum karena dituding mencemarkan nama baik Klinik Kecantikan L’Viors Surabaya, Jawa Timur. Ia tak kuasa membendung air matanya kala Ketua Majelis Hakim Pengadilan Surabaya (PN) Surabaya Imam Supriyadi membacakan vonis bebas. Dalam unggahannya di Instagram, perempuan berusia 25 tahun ini menyebut dirinya sebagai survivor atau penyintas Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia menjadi satu dari banyak orang yang dijerat dengan pasal karet dalam UU ITE.

Kasus ini bermula pada Desember 2019 ketika Stella menggunggah tangkapan layar percakapan WhatsApp antara dirinya dan seorang dokter (bukan dari klinik terkait). Percakapan itu terkait kondisi jerawat wajahnya yang kian parah setelah melakukan perawatan di Klinik L’Viors. Unggahan di Instagram Story Stella mendapat respons dari beberapa temannya yang mengalami hal serupa setelah melakukan perawatan ke klinik tersebut. Tangkapan layar atas respons sang teman diunggah oleh Stella ke Instagram. Kiriman tersebut ternyata dilihat oleh mantan staf Klinik L’Viors bernama Jennifer Lauren yang segera melaporkan ke manajemen.

Sebulan kemudian, Stella mendapatkan somasi dari kuasa hukum Klinik L’Viors karena dinilai telah mencemarkan nama baik klinik kecantikan tersebut. Ia dituntut memasang iklan permintaan maaf sebanyak tiga kali di koran nasional. Stella tidak bisa memenuhi tuntatan tersebut karena keterbatasan finansial. Ia hanya mengunggah permintaan maaf lewat Instagram. Pada Oktober 2020, Stella ditetapkan sebagai tersangkan oleh Polda Jawa Timur. Sebelumnya, dilakukan mediasi antara Stella dan Klinik L’Viors, akan tetapi tidak mencapai titik temu.

Setelah proses persidangan kurang lebih sembilan bulan, PN Surabaya memutuskan bahwa Stella tidak melakukan pencemaran nama baik seperti yang ditudingkan pada 14 Desember 2021.

Stella lolos dari jerat UU ITE. Namun, UU tersebut sebelumnya telah memakan banyak “korban”. Berdasarkan catatan Amnesty International Indonesia (AII), ada 84 kasus pelanggaran berekspresi dengan total 98 korban pada tahun 2021. Para korban tersebut dijerat dengan UU ITE, terkhusus pasal 27 ayat 3 terkait pencemaran nama baik.

Kasus Stella tentu mengingatkan kita pada Prita Mulyasari, orang pertama yang terjerat UU ITE, tepat setahun setelah UU tersebut diimplementasikan pada 2008. Prita berkasus dengan RS OMNI Tangerang. Ia dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Tinggi Banten. Namun, Mahkamah Agung memvonis tidak bersalah pada 2012.

Tidak hanya Prita dan Stella, banyak masyarakat yang terjerat UU ITE hingga muncul komunitas bernama Paguyuban Korban UU ITE. Kelompok ini bergerak untuk mengawal kasus-kasus serupa. Paguyuban UU ITE pun mengawal kasus Stella sejak kasus mulai disidangkan bersama dengan kelompok-kelompok lain seperti Koalisi Pembela Konsumen, SAFEnet, Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan lainnya.

Kemenangan Stella menjadi preseden baik bagi kasus kriminalisasi konsumen di masa depan. Pun, tuntutan revisi UU ITE semakin kencang mengingat makin banyak korban yang dimakan.

Bagaimana Media Memberitakan Kasus Stella Monica

Media massa mulai ramai memberitakan kasus Stella saat akan memasuki tahap persidangan. Hal ini tidak lepas dari komunitas pendukung yang secara pro aktif memberikan informasi kepada media. Berdasarkan pantauan Newstensity, pemberitaan Stella muncul pertama kali pada 27 Februari 2021 di Koran Tempo versi online. Namun, kasus tersebut bukan sebagai topik tunggal. Pernyataan Stella dikutip untuk melengkapi laporan tentang razia media sosial oleh polisi siber. Lalu, pada 19 Maret 2021, satu bulan sebelum sidang digelar, Paguyuban Korban UU ITE menyebar siaran pers ke media massa terkait kasus yang menjerat Stella. Sejak itu, kasus ini mulai menjadi perhatian media konvensional.

Newstensity mencatat 322 berita yang mengulas tentang kasus Stella sepanjang 2021. Puncak berita selalu terjadi pada momen penting sepert awal persidangan di bulan April (64 berita), tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) di bulan Oktober (76 berita), dan putusan sidang di bulan Desember (85 berita per 16 Desember 2021).

Grafik 1. Linimasa Pemberitaan Kasus Stella Monica periode Januari –Desember 2021 (Sumber: Data Newstensity diolah oleh Infogram Data Lab)
Grafik 2. Topik Pemberitaan Kasus Stella Monica periode Januari –Desember 2021 (Sumber: Data Newstensity diolah oleh Infogram Data Lab)

Berdasarkan analisis pemberitaan, mayoritas media mendukung Stella dengan mengutip lebih banyak pernyataan Stella dibandingkan pihak Klinik L’Viors. Stella menjadi narasumber di 202 berita dari 322 berita yang termonitor.

Grafik 3. Narasumber Pemberitaan Kasus Stella Monica periode Januari –Desember 2021 (Sumber: Data Newstensity diolah oleh Infogram Data Lab)

Penggunaan angle berita dan judul juga lebih banyak menyoroti Stella dan upaya-upayanya dalam mencari keadilan. Hal ini ditunjukkan dengan sentimen pemberitaan yang didominasi dengan kecenderungan positif hingga 54 persen.

Grafik 4. Sentimen Pemberitaan Kasus Stella Monica periode Januari –Desember 2021 (Sumber: Data Newstensity diolah oleh Infogram Data Lab)

Selain itu, media juga banyak mengutip dukungan-dukungan dari kelompok masyarakat yang sejak awal mengawal kasus ini. Kutipan terbanyak berasal dari Koalisi Masyarakat Pembela Konsumen (Kompak) sebanyak 40 berita dan SAFEnet dengan 28 berita.

Grafik 5. Pemberitaan Kelompok Pendukung dalam Kasus Stella Monica periode Januari –Desember 2021 (Sumber: Data Newstensity diolah oleh Infogram Data Lab)

Pemberitaan kasus ini dipublikasi oleh 102 media yang terdiri dari 56 media nasional dan 49 media daerah. Adapun media yang paling banyak memberitakan sejak persidangan bergulir adalah detik.com dan jatim.idntimes.com dengan masing-masing 20 berita.

Grafik 6. Top 5 Media dalam Kasus Stella Monica periode Januari –Desember 2021 (Sumber: Data Newstensity diolah oleh Infogram Data Lab)

Namun, media yang memberitakan dengan sentimen positif terbanyak adalah cnnindonesia,com dengan 14 berita. Sedangkan sentimen negatif terbanyak berasal dari beritajatim.com dengan 9 berita.

Grafik 7. Top 5 Media dengan sentimen positif dalam Kasus Stella Monica periode Januari –Desember 2021 (Sumber: Data Newstensity diolah oleh Infogram Data Lab)
Grafik 8. Top 5 Media dengan sentimen negatif dalam Kasus Stella Monica periode Januari –Desember 2021 (Sumber: Data Newstensity diolah oleh Infogram Data Lab)

Pemberitaan media yang cenderung memberikan ruang lebih besar bagi Stella untuk menyampaikan pandangan dan pendapatnya menunjukkan keberpihakan media pada korban kriminalisasi konsumen. Namun, bisa juga hal ini terjadi karena pihak Stella lebih dekat dan gampang diakses oleh media dibandingkan lawannya.

Rayakan Kemenangan Stella di Twitter

Para pendukung Stella merayakan kemenangan di media sosial. Banyak netizen yang merasa bersyukur atas vonis tidak bersalah yang putuskan oleh hakim PN Surabaya. Berdasarkan pantauan Socindex, percakapan tentang Stella Monica memang tidak terlalu ramai. Tercatat pada periode 11–17 Desember 2021, hanya ada 43 cuitan (post made) yang mendapatkan 3.030 applause (likes) dan 732 talks (reply dan retweet).

Grafik 9. Statistik Twitter terkait Kasus Stella Monica periode Januari –Desember 2021 (Sumber: Socindex)

Percakapan tentang kasus ini pun hanya ramai satu hari saja yakni pada hari pembacaan vonis dan langsung merosot keesokan harinya.

Grafik 10. Linimasa Twitter terkait Kasus Stella Monica periode Januari –Desember 2021 (Sumber: Socindex)

Rasa syukur dan kelegaan atas terbebasnya Stella dari jerat UU ITE ditunjukkan oleh top post yang ditempati akun @DamarJuniarto dengan 535 retweet. Damar sendiri adalah pegiat SAFEnet yang pada bulan November 2021 menginisiasi petisi online di change.org. Petisi yang diajukan oleh ibu Stella yang bernama Eni tersebut mendapat dukungan 25.000 tanda tangan. Petisi tersebut pun diserahkan oleh kelompok pendukung Stella ke PN Surabaya beberapa hari sebelum putusan sidang.

Grafik 11. Linimasa Twitter terkait Kasus Stella Monica periode Januari –Desember 2021 (Sumber: Socindex)

Epilog

Kemenangan Stella Monica di PN Surabaya menjadi lembar baru yang baik bagi perlindungan konsumen yang terjerat UU ITE. Pada kasus ini, media massa memberikan ruang yang lebih luas untuk Stella. Hal ini bisa diartikan sebagai bentuk dukungan media pada korban kriminalisasi konsumen.

Kasus ini menjadi dorongan kembali untuk revisi UU ITE yang kerap kali digunakan oleh pihak-pihak yang lebih punya kuasa untuk menjerat si lemah dengan alasan pencemaran nama baik.

--

--