Sudahlah, #IndonesiaTerserah Saja

Indra Buwana
Binokular
Published in
6 min readNov 16, 2020

Sabtu, 14 November 2020, tagar #IndonesiaTerserah naik lagi di Twitter. Tagar ini pernah trending medio Mei 2020 lalu sebagai bentuk kekecewaan para tenaga kesehatan menanggapi keengganan masyarakat untuk patuh pada protokol kesehatan. Padahal, tenaga kesehatan sudah kerepotan karena menangani pasien Covid-19 dan banyak yang meninggal akibat Covid-19.

Nah, mengapa trending #IndonesiaTerserah kemarin muncul kembali? Tagar itu naik lagi karena perlakuan berbeda pemerintah terhadap kegiatan yang melibatkan ribuan massa.

Naiknya tagar #IndonesiaTerserah dipicu oleh Tirta Mandira Hudhi, influencer sekaligus pengusaha yang pernah mengenyam pendidikan dokter. Ia juga relawan penanggulangan Covid-19 yang cukup getol melakukan edukasi soal Covid-19.

Naiknya tagar ini dipicu oleh kekecewaannya terhadap standar ganda pemerintah untuk mencegah kerumunan, yaitu membiarkan acara-acara yang melibatkan Imam Besar Front Pembela Islam, Muhammad Rizieq Shihab, tapi tidak memberi izin bagi kerumunan lainnya.

Tirta mengunggah ketidakpuasannya dalam sebuah video yang berdurasi sekitar 30 menit di akun Instagramnya. Ia juga mengancam akan membuat acara yang mengumpulkan massa akibat perlakuan tidak setara yang dipertontonkan pemerintah.

Kepulangan Rizieq dari Arab Saudi pada 10 November lalu sebenarnya bisa berlangsung biasa-biasa saja. Yang bikin luar biasa adalah ribuan pengikutnya memenuhi Bandara Soekarno-Hatta sejak pagi. Jawaban soal harus tidaknya Rizieq disambut sedemikian meriah silakan ditanyakan kepada pengikut Rizieq. Yang jadi persoalan, bagaimana melempemnya penerapan protokol kesehatan dalam penyambutan Rizieq itu.

Kerumunan penyambut Rizieq akhirnya memenuhi akses jalan menuju bandara. Hal ini memicu kemacetan di sekitar bandara dan menyebabkan penumpang telat naik pesawat. Bahkan, Garuda Indonesia sampai menggratiskan biaya reschedule dan refund bagi para penumpang yang ketinggalan pesawat akibat terjebak macet di sekitaran Bandara Soekarno-Hatta.

sumber: okezone.com

Sebenarnya potensi kerumunan karena kedatangan Rizieq sudah bisa diramalkan. Alih-alih mencegah kerumunan, pihak kepolisian yang diwakili Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono hanya menghimbau untuk melakukan penjemputan dengan tertib.

Kerumunan pengikut Rizieq kembali terjadi. Rizieq menggelar peringatan Maulid Nabi sekaligus acara pernikahan putrinya yang dilaksanakan sekaligus pada tanggal 14 November 2020. Ironisnya, bukannya mencegah, pemerintah malah seakan mengamini munculnya kerumunan tersebut. Itu ditandai dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memberikan bantuan puluhan ribu masker untuk kedua acara tersebut.

Doni Monardo, Kepala BNPB yang merangkap Ketua Satgas Penanganan Covid-19, kemudian bersuara. Menurut laporan viva.co.id tanggal 15 November di Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Doni mengatakan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Pemprov DKI agar tidak memberikan izin acara tersebut. Namun, acara tersebut terus saja dijalankan. Jalan terakhirnya, BNPB memberikan masker sebagai perlindungan kepada masyarakat yang hadir, bukan untuk mendukung acara.

Pemerintah pusat melalui Menko Polhukam, Mahfud M. D. pun terlihat ingin lepas tanggung jawab. Dalam laporan detik.com tanggal 16 November, Mahfud menjelaskan bahwa penerapan protokol kesehatan acara Rizieq di Jakarta adalah kewenangan Pemprov DKI jika dirunut berdasarkan hierarki kewenangannya. Klasik.

Rizieq akhirnya dikenai denda sebesar Rp 50 juta oleh Pemprov DKI. Rizieq disebutkan sudah membayarkan denda tersebut ke Pemprov DKI. Apakah denda itu bisa memperbaiki dampak akibat kelalaian pemerintah dalam menangani kerumunan Rizieq? Silakan pertanyaan tersebut dijawab sendiri.

Tirta akhirnya mempertanyakan sikap tebang pilih pemerintah. Penjemputan Rizieq dan peringatan Maulid Nabi dibiarkan, bahkan diberi bantuan masker, mengapa pameran UMKM, konser musik, dan pertandingan sepak bola dipersulit izinnya? Tirta juga menyampaikan bahwa bantuan masker akan lebih bermanfaat jika diberikan kepada para pengungsi di lereng Gunung Merapi yang menunjukkan kenaikan aktivitas. Perlu diingat juga bahwa sekolah dan kampus masih ada yang masih ditutup karena Covid-19.

Berbeda dengan gelombang demonstrasi penolakan terhadap UU Cipta Kerja pada Oktober lalu. Sama-sama kerumunan, tapi beda perlakuan. Kepolisian sampai menerjunkan personelnya untuk menangani demonstrasi. Bahkan polisi melakukan pencegahan kepada massa yang ingin mengikuti demonstrasi.

Dari laporan jpnn.com, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus pernah mengatakan pada 6 Oktober lalu bahwa pihaknya akan melakukan patroli. Dan jika melihat ada yang berkumpul, polisi akan menghimbau untuk pulang. Jelas dalih Covid-19 menjadi alasan utamanya.

Ketidaktegasan ini membuat keseriusan pemerintah dalam menangani Covid-19 kembali dipertanyakan. Pemerintah melakukan tebang pilih dalam mencegah kerumunan. Padahal, kerumunan bisa menjadi biang penularan Covid-19. Perlu diingat juga bahwa pemerintah memberikan lampu hijau untuk pelaksanaan Pilkada serentak akhir tahun nanti. Ini bisa memicu kampanye yang acap kali dilakukan dengan acara pengumpulan massa seperti konser musik dan pengajian.

Sikap tebang pilih pemerintah bisa jadi indikasi bahwa penanganan Covid-19 masih memasukkan hitung-hitungan politik. Pemerintah hanya mampu mengontrol pihak yang bisa dikontrol. Artinya, wewenang pemerintah hanya sampai ke sepantaran masyarakat ekonomi kecil dan menengah, mahasiswa, dan pelaku UKM. Ini terlihat dari kegetolan polisi untuk meredam gelombang demonstrasi dan pembatasan pelaku usaha dalam rangka penanganan Covid-19.

Pemerintah seakan lupa untuk menegakkan protokol pencegahan Covid-19 jika sudah ada elit yang bermain. Jangan salah, Rizieq adalah elit. Ia adalah pentolan massa militan FPI yang jumlahnya ribuan. Pun bukan hal yang asing bagi Rizieq untuk memposisikan pihak lain sebagai musuh Islam dan ulama. Mana mau pemerintah dicap anti-Islam jika mencegah kerumunan yang isinya para pengikut Rizieq?

Itu baru Rizieq. Belum lagi pengaruh elit politik demi berlangsungnya Pilkada serentak. Padahal, virus Covid-19 tidak pandang bulu untuk menjangkiti manusia.

Padahal, jika di Jakarta ada acara yang mengabaikan protokol kesehatan dibiarkan, bukan tidak mungkin daerah-daerah lain akan mengekor. Efek domino ini berpotensi untuk semakin meliarkan penyebaran Covid-19 karena masyarakat semakin enggan mengikuti anjuran protokol kesehatan. Mengapa orang di daerah harus menurut jika pusatnya saja tidak?

Pemantauan Twitter

Dari pantauan Socindex di Twitter, 201.562 akun yang turut berpartisipasi untuk menaikkan tagar #IndonesiaTerserah dengan mengunggah cuitan unik, memberi komentar (reply), melakukan retweet, dan memberikan likes.

Total cuitan unik atau post made yang mengandung tagar #IndonesiaTerserah sendiri cukup sedikit, hanya 9.701 cuitan. Namun, dari angka itu mampu menghasilkan 163,698 applause atau likes dan 37,864 talk atau retweet dan reply.

Grafik cuitan unik dengan tagar #IndonesiaTerserah naik drastis pada tanggal 14 November dengan 4.412 cuitan. Sempat pula menjadi trending topic di Indonesia pada tanggal itu. Jumlah cuitan juga masih naik pada tanggal 15 November dengan 5.290 cuitan.

Meskipun jumlah cuitan unik naik, bukan berarti interaksi pengguna Twitter naik juga. Grafik engagement atau interaksi pengguna Twitter mencapai puncaknya pada tanggal 14 November dengan 113.541 interaksi. Interaksi malah menurun menuju angka 80.267 pada tanggal 15 November.

Banyaknya interaksi pada tanggal 14 November disebabkan akun-akun dengan pengikut banyak turut meramaikan #IndonesiaTerserah pada tanggal 14 November. Sedangkan, akun-akun dengan pengikut lebih sedikit baru turut berpartisipasi menaikkan tagar #IndonesiaTerserah keesokan harinya.

Akun Twitter Tirta, @tirta_hudhi dengan 338,2 ribu pengikut menjadi pusat dari trending #IndonesiaTerserah. Tirta tercatat mengunggah beberapa cuitan dengan tagar #IndonesiaTerserah yang ia naikkan sekitar pukul 19.00 malam. Cuitan-cuitan itu pun berhasil memancing banyak respon dari para penggunan Twitter. Berikut ini beberapa di antaranya:

Trending #IndonesiaTerserah adalah bentuk kejenuhan Tirta dan publik melihat inkapabilitas pemerintah dalam menangani Covid-19. Sudah seharusnya pemerintah melakukan refleksi dan evaluasi dalam penanganan Covid-19. Sikap tegas tanpa pandang bulu pemerintah dalam menerapkan protokol kesehatan sungguh diharapkan. Toh jika tegas, kepercayaan publik kepada pemerintah naik juga kan?

--

--