Terawan: Dipecat Rekannya tetapi Didukung Publik

Khoirul Rifai
Binokular
Published in
9 min readApr 1, 2022

Sebuah kabar mengejutkan datang dari dunia kesehatan nasional. Mantan menteri kesehatan di awal periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, dr. Terawan Agus Putranto dipecat status keanggotaan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Pemecatan Terawan dilakukan saat Muktamar ke-31 IDI pada 22 hingga 25 Maret 2022 di kota Banda Aceh. Dengan pemecatan ini, maka izin praktik Terawan dicabut.

Secara formal, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI merupakan pihak yang membacakan naskah pemecatan Terawan pada saat muktamar. MKEK mengajukan rekomendasi pemecatan Terawan dangan alasan pelanggaran kode etik berat. Dalam rilisnya, IDI menyebut ada lima pelanggaran yang dilakukan Terawan.

Pertama, hingga dibacakannya pemecatan secara resmi pada muktamar ke — 31 IDI, Terawan belum menyerahkan bukti telah menjalankan sanksi etik sesuai SK MKEK tanggal 12 Februari 2018. Kedua, Terawan melakukan promosi mengenai Vaksin Nusantara sebelum penelitiannya selesai, dan vaksin tersebut masih menjadi perdebatan hingga sekarang.

Ketiga, Terawan menjadi ketua dari Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Klinik Indonesia (PDSRKI), yang pembentukannya tanpa melalui prosedur sesuai dengan Tatalaksana dan Organisasi (ORTALA) IDI dan proses pengesahan di Muktamar IDI. Keempat, Terawan menerbitkan Surat Edaran (SE) yang memuat instruksi agar Ketua Cabang dan anggota PDSKRI yang ada di seluruh Indonesia agar tidak menghadiri acara PB IDI. Terakhir, Terawan mengajukan permohonan pindah status keanggotaan dari IDI Cabang Jakarta Pusat ke IDI Cabang Jakarta Barat.

Terawan memang dikenal sebagai dokter yang kontroversial. Salah satu kontroversi Terawan adalah mengenalkan metode Digtial Substraction Angiograpgy (DSA) untuk pasien stroke atau lebih populer dengan sebutan terapi cuci otak. Kontroversi lainnya, Terawan mempromosikan Vaksin Nusantara meski penelitiannya belum selesai. Saat menjabat sebagai Menkes, Ia juga sempat menganjurkan orang sehat untuk tidak menggunakan masker, karena penggunaan masker hanya untuk penderita COVID-19.

Sebelum kariernya diakhiri MKEK IDI, Terawan memiliki rekam jejak yang cukup cemerlang dengan menduduki berbagai posisi penting di rumah sakit kemiliteran dan nasional. Sebelum menjadi menteri, dokter ahli radiologi ini berkarier dengan menjadi Tim Dokter Kepresidenan RI tahun 2009–2019. Ia juga sempat menjadi kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat pada tahun 2015–2019. Selain aktif di organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), ia juga aktif di Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia, World International Committee of Military Medicine, dan ASEAN Association of Radiology.

Pemecatan Terawan mengundang pro dan kontra. Reaksi penolakan atas pemecatan Terawan bermunculan, terutama dari pihak-pihak yang pernah merasakan tangan magis Terawan saat menjalani terapi cuci otak. Pembelaan dari luar datang bertubi-tubi kepada Terawan. Namun, IDI selaku induk organisasi profesinya tetap bergeming. IDI, sejauh ini, belum memberikan keterangan resmi kepada masyarakat mengenai pemecatan ini.

IDI dikecam beberapa pihak seperti Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo. Yasonna menyayangkan keputusan IDI yang mencabut keanggotaan dan izin praktik Terawan. Selain itu, Yasonna juga mengusulkan pemberian izin praktik dokter sebagai domain pemerintah. Sementara Rahmad memandang pemecatan ini dalam spektrum yang lebih luas. Pasalnya, pemecatan Terawan adalah ranah organisasi akan tetapi sengaja diviralkan sehingga menjadi energi negatif dalam pelayanan kesehatan nasional.

Uniknya, Terawan sendiri terkesan santai menanggapi pemecatan ini. Dalam sejumlah pemberitaan, Terawan menyerahkan sepenuhnya kepada rekan-rekan sejawat perihal nasibnya sebagai dokter. “Biarkanlah saudara-saudara saya yang memutuskan. Apakah saya masih boleh nginep di rumah atau diusir ke jalan” kata Terawan kepada tribunnews.com.

Secara legal, Terawan memang masih tercatat sebagai anggota IDI karena putusan MKEK yang dibacakan dalam Muktamar ke-31 sifatnya rekomendasi kepada pengurus IDI dan akan berlaku selama 28 hari ke depan. Namun jika IDI tidak memutuskan melalui sidang dan surat yang ditandatangani oleh pengurus baru IDI tidak diterbitkan hingga tanggal berlaku surat MKEK, maka surat tersebut hangus.

Dibela Para Pengutang Nyawa

Metode DSA (beberapa media menyebut intra-arterial heparin flushing (IAHF) atau cuci otak dan inisiasi Vaksin Nusantara boleh dibilang menjadi senjata Terawan dalam meraih dukungan berbagai pihak. Terapi cuci otak Terawan untuk pasien stroke ternyata memiliki banyak peminat meski dipertanyakan oleh para koleganya. Tercatat ada lima tokoh publik yang sempat menjalani terapi cuci otak dan semuanya berhasil. Kelima tokoh itu adalah Prabowo Subianto, Dahlan Iskan, Aburizal Bakrie, Ani Yudhoyono, dan Mahfud MD.

Kelima tokoh ini mengaku merasakan perubahan luar biasa setelah menjalani terapi cuci otak. Prabowo misalnya, ia mengalami penyakit vertigo selama bertahun-tahun dan membuatnya sulit untuk berdiri terlalu lama ketika melakukan pidato kunjungan. Setelah melakukan terapi, Prabowo mengaku bahwa ia sudah bisa pidato selama 3 jam hingga 5 jam tanpa merasakan vertigo. Mahfud MD juga mengamini kesuksesan terapi cuci otak Terawan. Mahfud menyebut ia sempat mengalami gejala stroke pada 2018, lalu menjalani cuci otak dan keadaannya langsung membaik hingga saat ini.

Jika ada tokoh publik yang paling militan membela Terawan, ia adalah Dahlan Iskan. Menteri BUMN periode 2011–2014 itu sudah dua kali menjalani terapi cuci otak, bahkan sejak 2013 saat Terawan masih berdinas di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto. Dahlan saat itu ingin membuktikan sendiri keberhasilan terapi cuci otak Terawan di tengah kontroversi yang menyelimutinya. Ternyata Dahlan merasakan sensasi plong dari otaknya sehingga ia menyebut metode ini dalam tulisannya sebagai terapi untuk membersihkan “gorong-gorong buntu di otak”.

Dengan ramainya pemecatan Terawan, tentu saja Dahlan Iskan memiliki utang budi untuk memberi kesaksian. Dalam beberapa tulisannya di disway.id, Dahlan secara tersirat masih yakin bahwa alasan utama pemecatan Terawan berkaitan dengan terapi cuci otak yang dijalankannya. “Rasanya pemecatan ini masih terkait dengan cuci otak. Yang dikembangkannya jauh sebelum VakNus (Vaksin Nusantara, red)” kata Dahlan melalui tulisannya, Senin (28/3).

Dahlan juga beberapa kali mempersoalkan IDI dalam tulisannya. Salah satunya adalah pertanggungjawaban Terawan kepada IDI perihal terapi cuci otak sejak 2018. Penjelasan yang dirasa Terawan cukup untuk menjawab pertanyaan IDI ternyata masih terus dipertanyakan IDI hingga saat ini. Malahan, Terawan mengabaikan IDI dan menulis disertasi untuk meraih gelar doktor di Universitas Hasanuddin, Makassar dengan tema terapi cuci otak.

Di akhir tulisannya, Dahlan menyebut pembuktian benar atau salah adalah jatuhnya korban jiwa dari terapi ini, sehingga keberhasilan Dahlan dalam menjalani cuci otak hingga dua kali juga menjadi bukti kesuksesan terapi oleh Terawan. Sayangnya, Terawan mengabaikan organisasi profesinya dalam proses ini sehingga harus dikeluarkan dari IDI.

Saat ini terapi cuci otak Terawan masih beroperasi secara normal di Rumah Sakit DKT Solo. Layanan ini sudah berjalan sejak Agustus 2021 dan digunakan sejumlah pasien dari TNI dan anggota keluarga prajurit. Komandan Komando Resort Militer (Korem) 074/Warastratama Surakarta Kolonel Inf Achiruddin mengatakan saat ini DSA masih beroperasi dan hubungan antara RS DKT Solo dengan Terawan tidak ada masalah.

Selain terapi cuci otak yang kontroversial, Terawan juga menginisiasi Vaksin Nusantara. Oleh para pendukungnya, vaksin ini dianggap alternatif vaksin lokal yang “nasionalis“. Saat diluncurkan pada 2021 lalu, sejumlah anggota dewan dan tokoh semacam Aburizal Bakrie, Dahlan Iskan, dan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo menjadi relawan untuk uji vaksin. Dalam pemberitaan tempo.co.id mereka menyebutnya demi kedaulatan bangsa dan nasionalisme.

Padahal dalam prosesnya, vaksin ini sempat mengabaikan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) fase II. Dalam penelusuran tirto.id, perjalanan Vaksin Nusantara banyak menabrak kaidah-kaidah standar dalam proses pembuatan dan metode pengobatannya sehingga vaksin ini tidak lolos uji klinis tahap I. Namun, tim peneliti vaksin mengklaim aman dan meminta BPOM untuk mengeluarkan persetujuan pelaksanaan uji klinis tahap II.

Simpati Pada Terawan di Media Massa

Terawan tampil bak pahlawan yang disingkirkan teman-temannya sendiri. Pemecatan Terawan, dalam sejumlah pemberitaan seolah menunjukkan Terawan adalah korban kedzaliman dari IDI. Hal itu terpantau dari pemberitaan media massa yang dimonitor alat big data Newstensity milik PT Infogram Data Lab.

Grafik 1. Linimasa pemberitaan

Sepanjang 25 hingga 30 Maret 2022, ada 2.739 berita dengan kata kunci Terawan Agus Putranto yang termonitor. Pemberitaan tentang Terawan baru muncul secara masif pada 25 Maret 2022 saat kabar pemecatan dirinya beredar. Pemberitaan terus menanjak hingga mencapai 907 berita dalam satu hari pada 28 Maret 2022 sekaligus menjadi puncak pemberitaan untuk isu ini.

Grafik 2. Sentimen Pemberitaan

Terkait sentimen, pemberitaan ini didominasi sentimen negatif hingga 66 persen atau mencapai 1.808 berita. Mayoritas pemberitaan negatif lahir dari berita-berita pemecatan, kritikan terhadap IDI yang memecat Terawan, dan kecaman berbagai pihak dengan pemecatan Terawan.

Adapun berita positif yang mencapai 754 berita didominasi pemberitaan yang berisi dukungan terhadap Terawan, utamanya dari mereka yang merasakan langsung manfaat terapi cuci otak dan Vaksin Nusantara oleh Terawan. Ada juga pemberitaan positif yang menyebut Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang meminta IDI untuk meninjau ulang pemecatan Terawan sehingga isu ini juga sarat nuansa politis. Malahan, di tengah polemik pemecatan muncul isu untuk mendorong Terawan sebagai calon presiden pada 2024 nanti oleh Cendekia Muda Nusantara (CMN).

Grafik 3. Analisis word cloud

Dari analisis word cloud pemberitaan, selain menyajikan figur Terawan dan kata pemecatan sebagai isu utama, kata-kata seperti “kecewa” dan “sesalkan” juga masuk dalam peta word cloud. Artinya, banyak pihak yang mengkritisi pemecatan Terawan sebagai anggota IDI. Di sisi lain, pemecatan ini juga mengundang polemik di media massa. Hal itu tercermin dari munculnya kata “polemik” dan “kontroversi” di papan word cloud.

Banjir Dukungan di Media Sosial

Selain mengamati pemberitaan, pemantauan juga dilakukan di media sosial Twitter menggunakan mesin Socindex dengan kata kunci Terawan Agus Putranto. Dari hasil pengamatan, kata kunci ini melahirkan 29.917 engagement (jumlah interaksi berupa comment, post, share, dan view), 6.347 talk (jumlah post dan comment), 22.090 likes, dan 31.048.846 audience (jumlah pengunjung media sosial yang terpantau).

Grafik 4. Aktivitas di Twitter

Sayangnya, tidak seperti pemberitaan di media massa, intensitas percakapan di Twitter baru ramai pada 26 Maret 2022. Saat itu, angka talk mencapai 2.905 dan terus menurun di hari berikutnya. Intensitas likes tertinggi didapat pada hari pertama saat isu pemecatan Terawan muncul di publik.

Grafik 5. Detil aktivitas di Twitter

Dari analisis bot score, potensi unggahan yang berasal dari robot terlihat mendominasi percakapan. Tercatat unggahan dengan rataan skor 0.8 dan seterusnya cukup tinggi. Sebaliknya, unggahan yang berasal dari manusia mendapat rating paling bawah.

Grafik 6. Analisis bot score

Uniknya, dukungan yang mengalir kepada Terawan cukup banyak ditemukan di Twitter. Dari analisis empat unggahan dengan likes terbanyak, posisi tiga teratas ditempati unggahan dengan nada mendukung Terawan. Posisi serupa juga ditemui dalam analisis unggahan dengan retweet terbanyak. Tiga unggahan teratas kompak menyatakan dukungan kepada Terawan.

Grafik 7. Top likes di Twitter

Selain dukungan yang muncul di atas, di Twitter juga berserakan unggahan-unggahan yang berisi teori konspirasi untuk menghancurkan karir Terawan. Muncul narasi yang dibangun oleh warganet, ada konflik kepentingan lebih besar antara IDI dengan Terawan.

Gambar 1. Tangkapan layar unggahan @gantinamaakun dan @ArisWila

Penutup

Polemik pemecatan Terawan oleh IDI masih akan berlanjut karena IDI belum mengeluarkan sikap resmi terkait rekomendasi MKEK dalam Muktamar ke-31 sebelumnya. Meski nasibnya belum jelas, dukungan mengalir deras kepada Terawan dari Twitter dan nama-nama beken seperti Dahlan Iskan dan Yasonna Laoly yang sudah pernah merasakan terapi cuci otak dari Terawan.

Rekomendasi MKEK memang tidak menyebut secara gamblang penyebab Terawan dipecat adalah metode klinis dalam terapi cuci otak. Namun, spekulasi yang muncul di linimasa dan pernyataan-pernyataan para pembela Terawan meyakini hal itu sebagai penyebabnya.

Terawan memang sosok yang kontroversial. Pemecatannya pun memunculkan polemik yang ramai di media massa dan media sosial. Apapun yang terjadi, semoga saja konflik ini tidak mengganggu pelayanan kesehatan nasional mengingat IDI sebagai lembaga yang menaungi dokter di seluruh Indonesia adalah salah satu aktor utamanya. Terlebih di tengah upaya pemerintah mengatasi Covid-19 yang sedang menuju arah endemik.

--

--