Vaksin Covid-19 Gratis atau Bayar?

Indra Buwana
Binokular
Published in
6 min readDec 8, 2020

6 Desember 2020 pukul 21.23, sebuah pesawat dari maskapai Garuda Indonesia tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Apa spesialnya? Pesawat itu membawa muatan yang penting untuk penanggulangan Covid-19 di Indonesia, yaitu vaksin Covid-19 sebanyak 1,2 juta dosis. Kedatangan vaksin itu ditayangkan di kanal Youtube Sekretariat Presiden.

Vaksin pabrikan Sinovac yang diboyong ke Indonesia dari Negeri Tirai Bambu ini adalah vaksin yang sama seperti yang diujikan di Bandung pada Agustus lalu. Presiden Jokowi dalam video yang sama menjanjikan kedatangan 1,8 juta dosis vaksin bentuk jadi yang akan tiba awal Januari tahun depan.

Selain bentuk jadi, Jokowi mengatakan akan mendatangkan bahan baku vaksin sejumlah 15 juta dosis di bulan Desember dan 30 juta dosis di bulan Januari. Pengadaan bahan baku ini nantinya akan diolah oleh perusahaan BUMN di bidang farmasi Bio Farma yang sebelumnya sudah bekerja sama dengan Sinovac untuk pengadaan vaksin Covid-19 nasional.

Vaksin yang baru saja datang tersebut belumlah siap edar. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang juga memberikan pernyataannya di video itu menambahkan bahwa vaksin itu masih harus melewati tahapan evaluasi dari BPOM untuk memastikan aspek mutu, keamanan, dan efektivitasnya. MUI nantinya juga akan berperan untuk memeriksa kehalalannya. Perlu diingat bahwa vaksin Sinovac ini belum diketahui tingkat efektivitasnya.

Pelaksanaan vaksinasi akan memprioritaskan tenaga medis dan petugas pelayanan publik. Teknis pelaksanaan vaksinasi akan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 dan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 98 Tahun 2020.

Airlangga melanjutkan bahwa nantinya pengadaan vaksin untuk masyarakat akan dipisah menjadi kelompok vaksin gratis dan vaksin berbayar. Aturan soal pemisahan vaksin ini baru akan dirilis dalam jangka waktu satu atau dua pekan ke depan.

Siapa yang Dapat Vaksin Gratis?

Aturan soal vaksinasi Covid-19 memang belum dirilis. Namun, sudah ada indikasi kelompok mana yang akan diprioritaskan untuk mendapatkan vaksin secara gratis.

Vaksin Sinovac yang baru saja datang ini rencananya ditujukan untuk tenaga kesehatan dan tenaga pelayanan publik. Bagaimanapun tenaga medis adalah ujung tombak dari perang melawan Covid-19 sehingga memerlukan perlindungan lebih yang sudah seharusnya didukung oleh negara.

Masih ada lagi pihak yang kemungkinan mendapat bantuan vaksin gratis, yaitu peserta BPJS Kesehatan kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI). Kelompok ini terdiri dari golongan ekonomi kelas bawah yang kesusahan membayar premi BPJS Kesehatan sehingga ditalangi oleh pemerintah agar ikut dalam program jaminan kesehatan.

Itu sempat diutarakan oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto jauh sebelum vaksin Sinovac datang. Dari laporan Kompas 24 Oktober 2020 lalu, Terawan melalui keterangan tertulis menyatakan pihak-pihak yang berada di garda terdepan dan peserta Penerima Bantuan Iuran alias PBI dalam BPJS Kesehatan akan ditanggung biaya vaksinnya oleh pemerintah.

Yang Berbayar?

Menteri BUMN Erick Thohir sudah mewanti-wanti kepada masyarakat bahwa vaksin tidak akan dibagikan secara gratis. “Masyarakat yang memiliki kemampuan lebih sudah seyogyanya bisa bantu pemerintah juga dengan bayar vaksin sendiri,” ujar Erick dari lansiran Kompas 24 November lalu.

Dari laporan CNN Indonesia, Erick mengatakan bahwa mustahil pemerintah menganggarkan vaksin gratis untuk seluruh masyarakat karena kondisi keuangan negara yang sudah terkuras untuk penanganan dampak covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pemerintah notabene sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp695,2 triliun untuk penanganan Covid-19.

Jadi, kemungkinan besar masyarakat umum yang bukan anggota garda depan Covid-19 dan peserta BPJS Kesehatan PBI tidak akan mendapat bantuan vaksin gratis.

Permasalahannya, jika pemerintah hanya bergantung pada data BPJS Kesehatan PBI untuk mendefinisikan masyarakat tidak mampu, perlu saya ingatkan bahwa data itu tidak benar-benar beres.

Dari laporan Kompas 25 November lalu, BPJS Kesehatan berkorespondensi dengan Kemensos untuk menyelesaikan 1,7 juta data peserta BPJS Kesehatan yang bermasalah. Dari data itu, sebagian besarnya adalah peserta PBI.

Angka 1,7 juta itu hanya angka yang sudah diserahkan BPJS Kesehatan ke Kemensos. Bukan angka keseluruhan data yang bermasalah. Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Chairul Radjab Nasution mengungkap permasalahan data peserta BPJS Kesehatan mencapai 5,05 juta peserta. Sebanyak 4,17 juta data di antaranya merupakan peserta PBI.

Masalah data ini bisa berdampak pada luputnya sasaran penyaluran vaksin. Beruntunglah bagi kelas ekonomi rendah yang sudah terdaftar. Namun, bagi kelas ekonomi rendah yang tidak terdaftar dan rentan terhadap penularan Covid-19, hal ini akan menjadi bencana.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/9860/2020 tahun 2020, nantinya akan ada 6 vaksin dengan harga yang bervariasi. Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir pernah memperkirakan harga vaksin Sinovac sebagai salah satu vaksin yang bakal dipakai berada di kisaran Rp 200.000. Angka itu akan cukup susah dianggarkan bagi orang berpendapatan rendah yang harus menghidupi beberapa anggota keluarganya.

Pemerintah juga perlu memperhitungkan berapa orang yang kehilangan mata pencaharian akibat serangan pandemi. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pernah mengungkap bahwa terdapat 3,5 juta pekerja yang terkena PHK. Semoga saja golongan ini masih memiliki tabungan cukup untuk membeli vaksin bagi dirinya sendiri.

Lalu dengan adanya pemisahan kelompok vaksin gratis dan berbayar bisa diartikan bahwa vaksinasi Covid-19 sifatnya tidak wajib. Komitmen vaksinasi massal pemerintah hanya diperuntukkan bagi golongan tertentu.

Dilansir CNN Indonesia, Menko PMK Muhadjir Effendy sempat mengatakan target vaksin gratis adalah sekitar 60 juta dan selain itu mandiri. Muhadjir berpendapat bahwa tidak semua masyarakat perlu divaksin untuk menciptakan herd immunity (kekebalan kelompok) karena memang tidak seluruh wilayah dinyatakan berada dalam zona merah.

Padahal, penderita Covid-19 tanpa gejala menjadi salah satu ancaman penyebaran Covid-19 yang susah dideteksi. Kelompok penderita ini akan masih bisa menyebarkan virus Covid-19 jika kelompok ini tidak terjangkau oleh vaksin.

Ujungnya, penanggulangan Covid-19 akhirnya akan bergantung pada kesadaran masyarakat yang mampu untuk melakukan vaksinasi mandiri. Ini pun akan dipengaruhi faktor-faktor seperti akses terhadap vaksin, ketersediaan stok, alternatif vaksin, harga, dan faktor lainnya.

Jika pemerintah tidak akan menggratiskan vaksinasi Covid-19 bagi seluruh masyarakat, paling tidak pemerintah perlu mempermudah akses dan mencukupi stok vaksin di daerah untuk mempermudah masyarakat melakukan vaksinasi mandiri. Gerbang satu pintu produksi vaksin oleh pemerintah, mau tidak mau, harus mampu memenuhi kebutuhan vaksin untuk seluruh Indonesia.

Pemantauan Media Massa

Binokular melakukan pemantauan terhadap isu ini menggunakan mesin Newstensity sejak tanggal 6 Desember 2020 hingga 8 Desember 2020 pukul 12.00. Keyword yang didaftarkan ke mesin adalah “vaksin covid-19”, “vaksin corona”, “gratis”, dan “berbayar”. Hasilnya seperti ini:

Berita mulai muncul pada tanggal 6 Desember 2020. Namun, puncak jumlah berita baru terjadi pada tanggal 7 Desember, yaitu keesokan hari setelah vaksin Sinovac datang. Jika berita pada tanggal 6 Desember lebih mengulas kedatangan vaksin Sinovac secara aktual, berita tanggal 7 Desember lebih beragam. Mulai dari vaksinasi gratis atau bayar, pernyataan pejabat publik soal vaksin Covid-19, uji vaksin Sinovac yang harus diperiksa BPOM dan MUI, dan lain sebagainya.

Sentimen positif begitu mendominasi di isu ini. Dari media daring, ada 360 berita positif (90%), 37 berita negatif (37%), dan 4 berita netral (1%). Dari media cetak ada 38 berita positif (86%), 6 berita negatif (14%), dan tanpa berita netral. Dari TV hanya ada 2 berita yang kesemuanya positif.

Terlepas dari gratis atau berbayar, kedatangan vaksin Covid-19 tentu saja berita bagus. Vaksin Covid-19 menciptakan harapan baru bagi penanggulangan virus ini.

Bahkan berita soal vaksin yang masih perlu melalui tahap evaluasi pun mendapat sorot positif, meskipun secara implisit menyatakan vaksin Sinovac sejatinya belum lolos uji. Contohnya dari berita RRI yang mengangkat hal tersebut yang diimbangi dengan berita rencana vaksinasi yang secara umum menjadikan berita ini positif.

Himbauan-himbauan pejabat soal sosialisasi vaksin pun mengiringi kedatangan vaksin Sinovac. Salah satunya muncul dari Ketua DPR Puan Maharani yang dilansir Kompas. Selain sosialisasi, Puan juga menginginkan harga vaksin yang terjangkau bagi masyarakat.

Isu ini akan masih berkembang mengingat vaksin Sinovac ini masih perlu diperiksa BPOM dan MUI. Skema vaksinasinya pun masih menunggu aturan resmi untuk siapa vaksin akan digratiskan dan pihak mana yang harus bayar. Semoga saja keberadaan vaksin ini bisa sedikit mengurai kesemrawutan penanggulangan Covid-19 di Indonesia.

--

--