Vaksin Mandiri Biar Akselerasi

Indra Buwana
Binokular
Published in
8 min readFeb 22, 2021
Mandi, mandi sendiri. Suntik, suntik mandiri.

Jujur saja, saya sebenarnya sudah tidak sabar mendapat vaksin Covid-19. Alasan pertama karena menambah perlindungan agar tidak mudah terpapar Covid-19. Alasan kedua ya karena gratis, hehehe.

Namun, melihat program vaksinasi yang sedang dijalankan pemerintah, saya sangsi bakal dapat disuntik dalam waktu dekat. Ya paling cepat dalam jangka waktu 3 bulan ketika vaksinasi tahap ketiga dan keempat dimulai bersamaan. Bisa jadi pelaksanaannya molor. Bisa jadi malah tidak dapat vaksin karena untuk membentuk herd immunity paling tidak ada 70% warga Indonesia yang harus divaksin dan saya masuk di kalangan 30% sisanya. Amit-amit deh.

Rilisan data vaksinasi Covid-19 tahap pertama mengatakan bahwa vaksin sudah disuntikkan pada 1.164.144 orang. Targetnya adalah 1.468.764 orang yang terdiri para tenaga kesehatan. Dengan kata lain sudah 79,26% orang yang sudah divaksin dari total target. Angka ini masih akan digenjot mengingat urgensi vaksin bagi garda terdepan dalam perang melawan Covid-19 ini.

Kini, vaksinasi sudah masuk ke tahap dua. Sasarannya adalah tenaga kerja publik dan orang lanjut usia. Perlindungan bagi kelompok ini penting karena tuntutan profesi yang menyebabkan intensitas interaksi dengan publik yang tinggi. Perlindungan pada kerentanan fisik lansia pun turut menjadi urgensi.

Nah, bagi kalangan pekerja biasa saja seperti saya, jangan patah arang. Paling tidak, ada kemungkinan untuk mendapat vaksin lebih cepat, yaitu vaksin mandiri. Tujuan program vaksinasi mandiri adalah mempercepat vaksinasi massal dengan menggandeng swasta. Pemerintah juga tidak lupa memberikan istilah khusus untuk menyebut vaksin mandiri itu, yakni vaksin gotong royong.

Beleid vaksinasi gotong royong sendiri belum diterbitkan. Dilansir Tempo, Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan bahwa vaksin gotong royong ini tidak dijual untuk individu. Namun, bisa dikomersialisasi untuk korporasi katanya.

Vaksin gotong royong hanya boleh dibeli oleh perusahaan. Sebelum membeli, perusahaan harus memenuhi satu syarat penting, yaitu mampu secara finansial. Syarat ini wajib karena perusahan bakal menalangi biaya vaksin bagi pekerjanya. Jadi, perusahaan bayar, pekerja divaksin gratis. Pemerintah pun sudah menekankan agar perusahaan tidak membebankan biaya vaksinasi pada pekerja.

Koar-Koar Rosan

Pengusul vaksin gotong royong ini adalah Rosan P. Roeslani yang tidak lain adalah Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Pernyataan Rosan soal vaksin mandiri pertama kali menyeruak di media pada medio Januari 2021 lalu, tepat setelah Presiden Jokowi menjadi penerima vaksin pertama tanggal 13 Januari. [A1] [W32] Ketika itu, Rosan sebagai Ketua Kadin meminta izin vaksinasi mandiri kepada pemerintah.

“Jika vaksinasi bisa cepat dilakukan ke karyawan, pekerja, dan pengusaha, program vaksinasi nasional dan pemulihan ekonomi bisa dipercepat,” kata Rosan dikutip dari harian Investor Daily edisi 14 Januari 2021. Rosan menilai pihak swasta mampu mengakselerasi program vaksinasi. Ia juga berharap vaksinasi dilakukan tidak hanya pada karyawan, tapi beserta keluarganya.

Pemerintah kemudian mulai menyeriusi opsi vaksinasi mandiri. Hal ini terlihat ketika Menkes Budi Gunadi Sadikin mengangkat wacana vaksinasi mandiri saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR tanggal 14 Januari 2021.

Presiden Joko Widodo sendiri dengan gamblang memberikan lampu hijau untuk vaksinasi mandiri saat mengisi acara di Kompas 100 CEO Forum tanggal 21 Januari 2021. “Kita memang perlu mempercepat, perlu sebanyak-banyaknya, apalagi biayanya ditanggung oleh perusahaan sendiri. Kenapa tidak?,” ucap Presiden Jokowi seperti yang dilansir Kompas.

Tindak lanjutnya, Kadin pun akhirnya membuka pendaftaran program vaksinasi gotong royong tanggal 10–17 Februari 2021. Dilansir oleh Berita Satu, pada hari akhir pendaftaran, Kadin sudah mendata ada sekitar 5.200 perusahaan yang mendaftar. Boleh saya bilang ini antusiasme yang tinggi. Ini pun jadi cerminan jika industri sudah tidak tahan ingin menaikkan intensitas operasionalnya. Maklum saja, protokol kesehatan menahan industri untuk menekan penuh pedal gas proses produksi.

Presiden Jokowi pada pertemuan dengan pemimpin redaksi media nasional 17 Februari 2021 lalu melempar pernyataan lagi perihal wacana vaksinasi mandiri ini. “Mudah-mudahan, akhir Februari atau selambatnya, awal Maret 2021, vaksinasi mandiri sudah bisa dilaksanakan,” kata Presiden saat dilansir Investor Daily.

Catatan untuk Vaksin Mandiri

Tidak dipungkiri bahwa ada faktor ekonomi yang melatari vaksinasi mandiri. Makin cepat vaksinasi dijalankan, makin cepat pula ekonomi pulih. Namun, ada beberapa masalah yang berpotensi muncul dari kebijakan ini.

Vaksinasi mandiri membuat pemerintah membuka jalan bagi pihak yang memiliki kemampuan finansial mapan untuk mendapat vaksin lebih dahulu. Dalam hal ini tentu saja perusahaan dan pekerjanya. Meskipun kastanya sudah setinggi perusahaan, tapi tidak semua perusahaan memiliki kemampuan finansial besar.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani menyoroti hal itu. “Tidak semua perusahaan itu mampu, karena saya melihat ada misleading baik di masyarakat maupun di pelaku usaha,” kata Hariyadi yang dimuat di Majalah Gatra edisi 4–10 Februari 2021.

Perlu digarisbawahi bahwa program ini hanya untuk perusahaan yang mampu membiayai vaksinasi bagi pekerjanya. Sehingga perusahaan yang tidak mampu membiayai vaksin harus bergantung pada vaksin dari pemerintah. Toh, pemerintah sudah seharusnya menjadi pihak yang bertanggung jawab penuh.

Vaksinasi mandiri oleh kalangan industri pun bisa berpotensi mengacaukan prioritas vaksin. Masih dilansir Gatra, Co-Founder Lapor Covid-19, Irma Hidayana mengatakan bahwa vaksinasi mandiri seharusnya memprioritaskan kelompok yang rentan terpapar, bukan berdasar kemampuan finansialnya.

Irma pun mengingatkan bahwa produsen vaksin kini masih sibuk memenuhi permintaan vaksin dari berbagai pemerintah di dunia. Ia khawatir jika swasta diperbolehkan mendapat vaksin, maka akan mengurangi jatah vaksin gratis bagi masyarakat luas.

“Upaya yang harus kita lakukan sekarang ini adalah mendorong pemerintah tidak mengizinkan swasta melakukan vaksinasi mandiri. Pengalaman global tidak ada yang menunjukkan vaksinasi swasta mampu berikan cakupan yang baik, fokusnya selalu di [kawasan] urban. Bagaimana dengan nelayan di Nusa Tenggara Timur, petani atau perajin di Bali?” ujar Irma.

Menurutnya, vaksinasi mandiri sah dilaksanakan jika kelompok prioritas target vaksin sudah mendapat suntikan. Sehingga vaksinasi mandiri tidak menjadi cara untuk memotong antrean dalam mendapatkan vaksin. Namun, Presiden Jokowi sudah terlanjur antusias untuk segera memulai vaksinasi mandiri. Ya, yang penting semua divaksin ya.

Kekhawatiran juga muncul dari Epidemiolog UI Tri Yunis Miko Wahyono. Ia mengingatkan jangan sampai ada vaksin palsu yang beredar di Indonesia. “Jangan sampai terulang kasus vaksin palsu. Jangan sampai swasta membeli vaksin sembarangan dan akhirnya vaksin palsu beredar,” kata Tri Yunis yang dilansir bisnis.com.

Enam Prinsip Vaksinasi Mandiri

Dilansir Investor Daily edisi 18 Februari 2021, Menkes Budi Gunadi Sadikin menanggapi kegelisahan mengenai vaksinasi mandiri dengan 6 prinsip.

Pertama, merek vaksin yang digunakan untuk vaksinasi mandiri akan berbeda dengan vaksin gratis. Ini bertujuan agar vaksinasi mandiri tidak mengganggu pasokan vaksin gratis. Perbedaan merek juga mencegah kebocoran vaksin.

Perbedaan merek vaksin untuk vaksinasi mandiri juga pernah ditekankan oleh Menteri BUMN Erick Thohir saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI 20 Januari 2021 lalu. “Kalau sampai nanti kita ditugasi vaksin mandiri, tentu seperti arahan dari pimpinan, ada beberapa catatan, satu vaksinnya berbeda jenis. Jadi supaya yang gratis dan mandiri tidak tercampur. Jadi merek vaksinnya berbeda,” kata Erick seperti dilansir Kompas.

Kedua, PT Bio Farma akan bertindak menjadi pengimpor tunggal. Tidak boleh ada pihak lain yang mengimpor vaksin ke Indonesia. Sikap ini diambil untuk menjaga kualitas dan keaslian. Sebagai informasi saja, sudah ada pihak yang memalsukan vaksin dan mengirimkannya ke luar negeri.

Ketiga, hanya korporasi yang boleh membeli vaksin gotong royong dan disuntikkan pada karyawan dan keluarganya. Tidak ada individu yang boleh membeli secara mandiri. Lansiran Tribunnews, Menkes Budi menekankan kembali bahwa pemerintah tidak sedang berbisnis vaksin karena vaksin memang sudah seharusnya gratis untuk masyarakat.[A3]

Keempat, vaksinasi mandiri baru akan diberikan sesudah tenaga kerja publik, lansia, penduduk miskin, dan penduduk hampir miskin Penerima Bantuan Iuran (PBI) menerima vaksin. Vaksinasi mandiri tidak boleh memotong antrean vaksin untuk kelompok rentan terpapar.

Kelima, database vaksinasi hanya satu yaitu database dari pemerintah. Database tunggal akan memudahkan dalam menandai pihak-pihak mana saja yang sudah divaksin atau belum.

Keenam, warga tetap memiliki hak untuk mendapat vaksin gratis[A4] dari pemerintah meskipun ada vaksin mandiri. Pilihan apakah seseorang memilih vaksin mandiri atau gratis akan ditentukan oleh individu itu sendiri. Pemerintah hanya menjamin bahwa warga tersebut tetap berhak mendapat vaksin gratis.

Itu prinsipnya. Prakteknya? Kita tunggu aturannya keluar dulu ya.

Pemantauan Newstensity

Mesin Newstensity dengan pencarian menggunakan keyword “vaksin mandiri” dan “vaksinasi mandiri” menangkap 3.080 berita dari tanggal 13 Januari hingga 18 Februari 2021. Tanggal 13 Januari dipakai sebagai awal karena para pengusaha, khususnya Ketua Kadin Rosan P. Roeslani mulai melontarkan opini vaksinasi mandiri ke publik.

Jumlah berita harian berfluktuasi. Muatan berita beragam, mulai permintaan pengusaha untuk melaksanakan vaksinasi mandiri, proses pengambilan kebijakan vaksinasi mandiri, dan langkah Kadin yang membuka pendaftaran vaksinasi mandiri. Pro dan kontra pun juga diulas oleh media.

Puncak pemberitaan terjadi pada tanggal 21 Januari 2021 yang dipicu pernyataan publik Presiden Jokowi yang memberi izin pelaksanaan vaksinasi mandiri. Pada tanggal tersebut, ada 403 berita yang mengulas vaksinasi mandiri.

Presiden Jokowi menjadi aktor yang namanya paling banyak disebut di isu ini. Presiden Jokowi disebut di 931 berita. Jabatannya sebagai presiden pun berkelindan dengan posisinya sebagai media darling.

Nama Menkes Budi Gunadi Sadikin disebut dalam 646 berita. Jumlah ini tidak mengherankan karena Menkes Budi memainkan peran penting dalam topik vaksinasi mandiri.

Selanjutnya ada Rosan P. Roeslani sebagai pemicu awal dan ujung tombak Kadin dalam menjalankan vaksinasi mandiri. Rosan diulas dalam 509 berita.

Sentimen positif menjadi sentimen utama di topik ini. Di media daring, porsi berita positif ada 2.266 berita, negatif 290 berita, dan netral 68 berita. Tren berlanjut di media cetak dengan 350 berita positif, 42 negatif, dan 6 netral. Sedangkan TV ada 47 berita positif, 6 netral, dan 1 negatif.

Secara umum memang topik vaksinasi mandiri bersentimen positif. Contohnya dari artikel Tempo.co yang berjudul “Kemenkes Akan Atur Batas Harga Vaksin Gotong Royong untuk Perusahaan” membahas soal janji Kemenkes untuk mematok harga vaksin agar terhindar dari komersialisasi vaksin.

Berita yang menjelaskan seluk beluk kebijakan vaksinasi mandiri diulas secara detil dan mendominasi keseluruhan pemberitaan. Tentunya kebanyakan diulas secara positif. Saya bisa menyimpulkan bahwa media berperan cukup baik dalam meneruskan pesan pemerintah akan program barunya.

Sentimen negatif muncul terutama dari berita yang mengkritisi vaksinasi mandiri, terutama ketika dikaitkan dengan ketimpangan akses terhadap vaksin. Contohnya dari Liputan6.com dengan judul “Implementasi Vaksin Covid-19 Mandiri Berpotensi Picu Kesenjangan Sosial”. Kritik soal vaksinasi mandiri biasa muncul dari pihak di luar pemerintahan.

Sebenarnya cukup aneh ketika Kadin sudah membuka pendaftaran vaksinasi mandiri sebelum aturan mainnya keluar, mana meraup antusiasme yang tinggi pula. Meskipun ada beberapa catatan, semoga semua warga Indonesia cepat divaksin. Makin cepat makin baik ya kan? Ngomong-ngomong, Binokular daftar vaksinasi mandiri tidak ya?

--

--