Behind The Scenes of Golden Rice, Zijingmi, and aSTARice : Bagaimana Mereka Dibuat?

Muhammad Hisyam Fadhil
Biologi Sintetik Indonesia
8 min readSep 9, 2022
Gambar 1. Golden rice. sumber: goldenrice.org

Walaupun beras mengenyangkan, kita masih bisa merasakan kelaparan…

Prolog: Apa yang kita hadapi?!

Secret hunger atau kelaparan tersembunyi akibat kekurangan nutrisi mikro merupakan masalah yang serius, khususnya terhadap kebutuhan vitamin A, zat besi, dan iodin. Walaupun begitu pemenuhan nutrisi mikro lain seperti karoten dan flavonoid juga tidak kalah pentingnya. Nutrisi mikro biasanya dipenuhi melalui konsumsi susu, telur, ikan, daging, buah-buahan, dan sayur-mayur, akan tetapi masyarakat dengan keterbatasan ekonomi seringkali tidak mampu membelinya, sehingga diperlukan solusi lain yang lebih terjangkau bagi masyarakat. Salah satu solusinya adalah biofortifikasi atau proses peningkatan nutrisi tertentu pada makanan dengan menggunakan praktik agronomi dan juga pemuliaan tanaman [3].

“Beras itu sumber karbohidrat, titik!” Mungkin itu lah pandangan masyarakat umum terhadap makanan pokoknya ini. Anggapan tersebut tidaklah keliru, karena faktanya beras/endosperma padi yang kita konsumsi memang kaya karbohidrat, akan tetapi tidak mengandung nutrisi esensial/mikro seperti karoten, dan antosianin [8], [1], sehingga jika tidak didukung oleh makanan yang bernutrisi lainnya kita akan tetap merasakan secret hunger. Walaupun begitu, fakta mengenai tingginya konsumsi beras di dunia justru menjadi kesempatan bagi para ilmuwan untuk mengentaskan masalah tersebut secara efektif lewat biofortifikasi beras.

Lalu, bagaimana para ilmuwan melakukannya? Jawabannya adalah lewat rekombinasi genetik

Bagian I : Sang Surya

Golden Rice, anak emas dari kedua profesor berkebangsaan Jerman, Ingo Potrykus and Peter Beyer merupakan varietas padi yang dirakit untuk mengentaskan secret hunger berupa defisiensi vitamin A yang berakibat pada kebutaan sejak kecil, kerentanan tubuh terhadap penyakit, bahkan sampai kematian. Walaupun dirakit untuk hal tersebut, Golden Rice sendiri tidak mengandung vitamin A sama sekali, akan tetapi mengandung senyawa beta-karoten yang dapat diubah menjadi vitamin A ketika dikonsumsi oleh manusia. Umumnya untuk mendapatkan vitamin A masyarakat harus mengonsumsi produk hewani seperti telur, keju, susu, hati dan mentega. Namun, dengan adanya si Emas masyarakat hanya perlu mengonsumsi setidaknya 40 gram Golden Rice perhari! [2].

Bagaimana Golden Rice Dirakit?

Golden rice dirakit melalui penyisipan tiga gen penyandi produksi enzim yang berperan dalam proses pembentukan beta-karoten, dan satu gen penanda/selectable marker (aph IV). Ketiga enzim tersebut adalah phytoene synthase (psy), lycopene-beta-cyclase (lcy) yang bersumber dari Narcissus pseudonarcissus/dafodil, dan carotene desaturase (crtl), yang bersumber dari bakteri Erwinia uredovora. Tiga gen penyandi produksi enzim dan satu gen penanda tersebut disusun dalam dua buah plasmid (Gambar 2.) yang akan dibawa oleh Agrobacterium tumefaciens strain LBA4044 kepada embrio muda padi. Tanaman padi yang berhasil disisipkan gen akan dilakukan pendeteksian empat gen terkait, ketika keempatnya terdeteksi maka tanaman padi tersebut mampu memproduksi beta-karoten pada endospermanya, sehingga menimbulkan warna emas, dan dari situ lah Golden Rice lahir [1]. Penampilan dari Golden Rice dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 2. Ilustrasi susunan plasmid pZPsC dan pZLcyH [1]

Fun Fact! Golden Rice terus dikembangkan dengan menggunakan kombinasi gen phytoene synthase (pSYN) dari jagung dan carotene desaturase (crtl), sehingga berasnya memproduksi lebih banyak beta-karoten, dan dinamai sebagai Golden Rice 2 [5].

Bagian II : Senja Keunguan di Langit Cina

Setelah munculnya beras emas kini kita dikejutkan lagi dengan adanya varian lain, yakni Purple Endosperm Rice (PER)/Zijingmi (dalam bahasa mandarin)/beras ungu, sebuah mahakarya dari Zhu et al. [8]. Apa yang berhasil mereka ubah?Mereka berhasil mengubah beras menjadi ungu! Warna ungunya ini berasal dari kandungan antosianin pada endosperma padi/berasnya. Tidak hanya warnanya yang menarik, kandungan antosianin memiliki manfaat sebagai antikanker, antidiabetes, antimikroba, mencegah penyakit kardiovaskular, dan manfaat lainnya [11]. Sebelumnya ada juga yang berusaha merakit padi yang serupa (Shin et al. [6] dan Ogo et al. [7]), akan tetapi padi transgeniknya hanya mampu memproduksi senyawa intermediat antosianin saja [6], [7], bahkan ditemukan juga kelainan pada padi berupa waktu panennya lebih lama dan ukuran berasnya menjadi lebih kecil akibat penghambatan hormon dari produksi flavonoid tertentu [6]. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut agar beras ungu dapat terwujud.

Gambar 3. Black-Grain Rice (BGR), ZhongHua 11 (ZH11), Purple Endosperm Rice (PER). Sumber: [8]

Mari Merakit Bersamaku

Zijingmi dirakit oleh Zhu et al. [8] menggunakan sebuah metode bernama TransGene Stacking II (TGSII) yang memperkenankan mereka untuk menyisipkan dua gen regulator (ZmPl dan ZmLc berasal dari jagung), dan enam gen penyandi enzim sintesis antosianin (SsCHS, SsCHI , SsF3H , SsF3'H, SsDFR, dan SsANS berasal dari miana/Solenostemon scutellarioides) dalam satu plasmid sekali jalan. Cre recombinase dan loxP (wild-type dan mutan) turut digunakan dalam metode ini untuk membantu pemindahan gen target dan marker dari vektor donor ke vektor akseptor. Selain itu, Cre-lox juga berperan untuk memotong gen marker pada polen, sehingga nantinya padi dapat melahirkan keturunan yang bebas gen marker. TGSII terdiri dari tiga komponen, yaitu.

  1. vektor akseptor (menampung gen-gen dari vektor donor)
  2. vektor donor yang membawa gen target
  3. vektor donor yang membawa gen marker

Sebelum diintroduksikan ke tanaman, semua komponen dirakit menjadi satu plasmid bernama pYLTAC380MF-10G. Setelah itu Agrobacterium tumefaciens strain AH105 yang membawa plasmid tersebut diinokulasikan kepada dua varietas padi, ZhongHua11 (ZH11, japonica) dan HuaGuang1 (HG1, indica).

Hasilnya…

  1. Padi transgenik memiliki pertumbuhan yang mirip dengan induk non-transgeniknya
  2. Padi transgenik mampu melahirkan generasi kedua yang bebas dari gen marker, dan
  3. Padi transgenik mampu menghasilkan beras berwarna ungu.

Walaupun begitu ada juga kegagalan berupa tidak tersisipkannya gen regulator dan juga gen penyandi produksi enzim serta massa beras Zijingmi yang lebih kecil 25% dibanding ZH11. Penampilan dari beras Zijingmi dibanding beras lainnya bisa dilihat pada Gambar 3.

Fun Fact! Pada tahun 2001 Sakamoto et al. berhasil merakit padi berdaun ungu, dan menghasilkan beras dengan bercak ungu pada aleuron berkat adanya sintesis antosianin [4] Kalo padi ungu bisa dirakit mungkin ke depannya kita bisa rakit padi RGB!

Bagian III : Sang Bintang telah Tiba!

aSTARice, begitulah Zhu et al. [9] menyebutnya. Sebuah varietas padi yang mampu memproduksi beras yang mengandung astaxanthin, sebuah senyawa dari kelompok karotenoid yang punya segudang manfaat, antara lain menjaga kesehatan mata, kulit, jantung, sel, mengandung antikanker, dan manfaat lainnya [10]. Dalam penelitiannya kali ini mereka tidak hanya ingin merakit aSTARice, tetapi juga ingin mengulang keberhasilan golden rice II dengan metode yang mereka buat sebelumnya, yaitu TGSII.

Gambar 4. A) Peran enzim BKT dan BHY B) Tiga kombinasi gen pada plasmid [9]

Berakit-rakit kita ke hulu…

Pada perakitannya kali ini Zhu et al. [9] mencoba cara yang berbeda dalam memperoleh gen target, kalau sebelumnya mereka melakukan isolasi gen dari organismenya, tetapi sekarang mereka mencoba untuk sintesis gen yang serupa dengan yang aslinya! sehingga menghasilkan empat gen target penyandi produksi enzim sebagai berikut.

  1. sZmPSY1 (meniru gen PSY1 dari jagung)
  2. sPACrtl (meniru gen Crtl dari Pantoea ananatis/Erwinia uredovora)
  3. sCrBKT (meniru gen BKT dari Chlamydomonas reinhardtii)
  4. sHpBHY (meniru gen BHY dari Haematococcus pluvealis).

Berdasarkan perannya gen sZmPSY1 dan sPACrtl berperan dalam sintesis beta-karoten, sedangkan untuk gen lainnya ditampilkan pada Gambar 4A. Keempat gen tadi kemudian dirakit menjadi tiga plasmid rekombinan (lihat Gambar 4B.). Plasmid yang pertama dan kedua (dari atas) diintroduksikan untuk memproduksi astaxanthin, tetapi untuk yang plasmid kedua tidak mengandung gen sHpBHY, dengan anggapan bahwa padi memiliki gen OsBHY yang cukup untuk mengekspresikan enzim yang sama dengan sCrBKT. Plasmid yang terakhir, diintroduksikan untuk membuktikan bahwa gen sintesik juga mampu merakit kembali Golden Rice 2. Proses introduksi plasmid dilakukan kepada padi varietas HuaGuang1 (HG1, indica) dengan menggunakan Agrobacterium tumefaciens strain EHA105.

Gambar 5. HuaGuang1 (Wild-Type/WT), Golden Rice (GR), Astaxanthin Rice (AR). Sumber: [9]

Dengan tiga kombinasi tersebut mereka menghasilkan…

  1. Golden Rice dengan plasmid kombinasi ketiga
  2. Cantaxanthin Rice dengan plasmid kedua
  3. Astaxanthin Rice dengan plasmid pertama

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa gen sintetik memiliki kemampuan yang sama dalam proses rekombinan. Gen OsBHY pada padi ternyata tidak cukup kuat untuk mengekspresikan enzim BHY sehingga padi hanya bisa memproduksi senyawa canthaxanthin. Kombinasi pertama berhasil menghasilkan padi transgenik yang diinginkan! Gambar 5. menunjukkan bagaimana penampilan ketiga beras tersebut.

Epilog : Bagaimana dengan Indonesia?

Perakitan beras oleh ilmuwan-ilmuwan hebat di atas telah membuktikan bahwa beras transgenik mampu memproduksi nutrisi mikro yang kita butuhkan. Lalu, Indonesia sebagai negara penghasil dan pengonsumsi beras dapat menjadi tempat yang sangat strategis dalam pengembangan serta pengaplikasian beras transgenik. Hal itu didukung juga dengan plasma nutfah yang kita miliki baik dari varietas beras atau organisme lain sebagai sumber gen target.

Mungkin di masa depan kalau kita sakit, kita nggak bakal dikasih obat kapsul sama dokter, tapi dikasih beras!!!!

-Hisyam-

Bagaimana jika padi dirakit menggunakan CRISPR-Cas9? Itu akan menjadi bahasan seru selanjutnya!

Referensi

[1]P. Beyer, S. Al-Babili, X. Ye, P. Lucca, P. Schaub, R. Welsch, and I. Potrykus, “Golden rice: introducing the beta-carotene biosynthesis pathway into rice endosperm by genetic engineering to defeat vitamin A deficiency,” The Journal of Nutrition, vol. 132, no. 3, March, 2002. [Online serial]. Available: https://doi.org/10.1093/jn/132.3.506S. [Accessed Jun. 10, 2022].

[2]A. Dubock, “Golden rice: instructions for use,” Agric & Food Secur, vol. 6, no. 60, October, 2017. [Online serial]. Available: https://doi.org/10.1186/s40066–017–0136–2. [Accessed Jun. 9, 2022].

[3]Food and Agriculture Organization, “The state of food and agriculture,” Food and Agriculture Organization, E-ISBN 978–92–5–107672–9, 2013. [Online]. Available: The State of Food and Agriculture 2013 (fao.org). [Accessed: Jun. 10, 2022].

[4]W. Sakamoto, T. Ohmori, K. Kageyama, C. Miyazaki, A. Saito, M. Murata, K. Noda, and M. Maekawa, “The Purple leaf (Pl) Locus of Rice: the Pl^w Allele has a Complex Organization and Includes Two Genes Encoding Basic Helix-Loop-Helix Proteins Involved in Anthocyanin Biosynthesis,” Plant and Cell Physiology, vol. 42, no. 9, September 2001. [Online serial]. Available: https://doi.org/10.1093/pcp/pce128. [Accessed Jun. 12, 2022].

[5]S. Al-Babili, and P. Beyer, “Golden Rice — five years on the road — five years to go?,” TRENDS in Plant Science, vol. 10, no. 12, December 2005. [Online serial]. Available: https://doi.org/10.1016/j.tplants.2005.10.006. [Accessed Jun. 11, 2022].

[6]Y.M. Shin, H.J. Park, S.D. Yim, N.I. Baek, C.H. Lee, G. An, and Y.M. Woo, “Transgenic rice lines expressing maize C1 and R-S regulatory genes produce various flavonoids in the endosperm,” Plant Biotechnol J, vol. 4, no. 3, May 2006. [Online serial]. Available: https://doi.org/10.1111/j.1467-7652.2006.00182.x. [Accessed Jun. 10, 2022].

[7]Y. Ogo, K. Ozawa, T. Ishimaru, T. Murayama, F. Takaiwa, “Transgenic rice seed synthesizing diverse flavonoids at high levels: a new platform for flavonoid production with associated health benefits,” Plant Biotechnology J, vol. 11, no. 6, April 2013. Available: https://doi.org/10.1111/pbi.12064 [Accessed Jun. 10, 2022].

[8]Q. Zhu, S. Yu, D. Zeng, H. Liu, H. Wang, Z. Yang, X. Xie, R. Shen, J. Tan, H. Li, X. Zhao, Q. Zhang, Y. Chen, J. Guo, L. Chen, and Y.G. Liu, “Development of ‘‘purple endosperm rice’’ by engineering anthocyanin biosynthesis in the endosperm with a high-efficiency transgene stacking system,” Molecular Plant, vol. 10, no. 7, July 2017. [Online serial]. Available: http://dx.doi.org/10.1016/j.molp.2017.05.008. [Accessed Jun. 9, 2022].

[9]Q. Zhu, D. Zeng, S. Yu, C. Cui, J. Li, H. Li, J. Chen, R. Zhang, X. Zhao, L. Chen, and Y. G. Liu, “From Golden Rice to aSTARice: bioengineering astaxanthin biosynthesis in rice endosperm,” Molecular Plant, vol. 11, no. 12, December 2018. [Online serial]. Available: https://doi.org/10.1016/j.molp.2018.09.007. [Accessed Jun. 10, 2022].

[10]M. Guerin, M. E. Huntley, and M. Olaizola, “Haematococcus astaxanthin: applications for human health and nutrition,” TRENDS in Biotechnology, vol. 21, no. 5, May 2003. [Online serial]. Available: https://doi.org/10.1016/s0167-7799(03)00078-7. [Accessed Jun. 9, 2022].

[11]K. He 1, X. Li, X. Chen, X. Ye, J. Huang, Y. Jin, P. Li, Y. Deng, Q. Jin, Q. Shi, H. Shu, “Evaluation of antidiabetic potential of selected traditional Chinese medicines in STZ-induced diabetic mice,” J Ethnopharmacol, vol. 137, no. 3, October 2011. [Online serial]. Available: https://doi.org/10.1016/j.jep.2011.07.033. [Accessed Jun. 15, 2022].

--

--

Muhammad Hisyam Fadhil
Biologi Sintetik Indonesia

UG student of Agronomy and Horticulture, IPB University. Plant biotechnology and plant taxonomy enthusiast. I’m also a Nepenthes grower