Eksplorasi Potensi Mikrobiom Tubuh Manusia dengan Pendekatan Biologi Sintetik

Aziz Ar Rizqi
Biologi Sintetik Indonesia
7 min readJul 9, 2024
Gambar Ilustrasi Populasi Mikrobiom (atlasbiomed, 2024).

Organisme selalu hidup berdampingan dengan organisme lainnya, tak terkecuali kita sebagai manusia dengan organisme mikroskopis. Penelitian bioteknologi pada era sekarang mengungkapkan istilah “mikrobioma” atau microbiome yang mereferensikan kepada hubungan antara sekelompok organisme mikroskopis baik bakteri, jamur, yang hidup dan berasosiasi dengan manusia.

Hubungan keduanya membawa peran spesifik, di mana mikrobiom memiliki peran dalam mengatur proses biologis dan fisiologis pada tubuh. Jumlah mikrobioma pada manusia bisa mencapai 10–100 triliun di mana setiap 10 miliar sel tubuh manusia terdapat 10 sel mikroba hidup di dalamnya (Hasibuan dan Kolondam, 2017).

Peran mikrobiom dapat dikembangkan melalui pendekatan biologi sintetik yang memugkinkan kita untuk merekayasa mikroba untuk berperan dalam fungsi spesifik terutama kesehatan tubuh.

Biologi sintetik dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan:

Pendekatan -omics sebagai tools Biologi Sintetik (Ezzamouri et al., 2021)
  1. Metagenomik, yaitu metode dengan menggunakan amplifikasi specific region dari gen 16s rRNA pada DNA untuk mengidentifikasi dan menemukan profil fungsional bakteri. Pendekatan ini menggunakan software seperti Tax4fun, PICRUSt 2, dan Vikodak yang mendukung prediksi profil fungsional suatu bakteri. Pendekatan ini menunjukkan karakter yang beragam dari suatu mikrobiom untuk meningkatkan pemahaman peran mikrobiom dalam kesehatan dan penyakit kompleks pada tubuh. Pendekatan metagenomik menunjukkan perbedaan komposisi mikrobiom dan membuktikan bahwa dysbiosis (ketidakseimbangan komposisi populasi mikrobiom usus) dalam mikroba berperan dalam suatu penyakit.
  2. Metatranskriptomik, teknik ini menyajikan informasi tentang gen mana yang terekspresi pada komunitas mikroba. Penggabungan metagenomik dan metatranskriptomik memberikan informasi data gen dan spesies yang tidak diketahui dan mengkarakterisasi transkripsi mikroba sehingga profil fungsional mikroba dapat diperoleh secara mendalam seperti jalur metabolik aktif yang terjadi. Metode ini berupa ekstraksi seluler RNA dan diubah menjadi cDNA untuk sequencing library sehingga diperoleh sequence yang terbaca akan dipetakan terhadap genom referensi.
  3. Metaproteomik, teknik ini mendalami komunitas mikroba secara keseluruhan dengan menentukan protein kolektif yang terekspresi. Protein seluler berperan penting secara fungsional seperti transpor berbagai molekul, katalisis reaksi biokimia, dan memelihara struktur sel. Peran ini menggambarkan tentang fenotipe sel pada level molekuler. Pemahaman ini memberikan gambaran tentang fungsi komunitas mikroba.
  4. Metabolomik, teknik yang mempelajari senyawa kimia kecil yang dihasilkan oleh suatu mekanisme dari sel atau organisme. Ini membantu kita memahami bagaimana metabolisme berfungsi dalam sel atau sistem biologis tertentu. Metabolit dapat dipertukarkan antara beberapa spesies dalam komunitas mikroba dan inang serta berperan penting dalam molekul sinyal, sumber energi, dan perantara metabolik. Hal ini menjadikan metabolom sebagai indikator langsung dari kesehatan atau dysbiosis pada area tubuh tertentu. Dengan demikian, pendekatan metabolomik cukup menjanjikan sebagai alat dalam pengembangan metode pengobatan penyakit spesifik.
  5. Single-cell omics, studi ini bertujuan untuk mempelajari variasi antar sel dalam suatu populasi sel sehingga memberikan wawasan tentang fungsi sel dan heterogenitas antar sel. Untuk melakukan analisis sel tunggal, sel-sel individu diisolasi menggunakan metode seperti penyortiran sel yang diaktifkan oleh aliran (FACS), mikrofluida, atau pengenceran serial. Kemajuan luar biasa dalam bidang analisis sel tunggal, terutama dalam genom sel tunggal dan transkriptomik sel tunggal (sc-RNAseq) telah dicapai.

Merancang Sistem Diagnostik dan Terapi Berbasis Mikrobiom dengan Biologi Sintetik

Pendekatan diagnostik dengan biologi sintetik membantu menganalisis jenis penyakit pada pasien melalui sampel seperti urin, air liur, dan feses. Sampel tersebut sebelumnya telah berinteraksi dengan mikrobiom tubuh sehingga dapat digunakan sebagai biomarker, contohnya pada gangguan pada periodontal (jaringan yang mendukung gigi) dan kanker oral.

Metode diagnostik yang didasari dengan biologi sintetik memanfaatkan engineered bacteria; bakteri yang telah direkayasa gennya akan mendeteksi sinyal molekuler spesifik dengan sensitivitas tinggi, sehingga memunculkan hasil diagnosis penyakit yang sesuai. Teknologi ini dikenal dengan istilah biosensor dan bisa ditempatkan dalam usus manusia.

Biosensor umumnya terdiri dari satu atau dua senyawa yang merespon terhadap molekul seperti sitokin, hormon, suhu, dan metabolit. Penemuan terbaru menjelaskan adanya biosensor berupa probiotik heme-sensitive yang didesain sebagai alat diagnostik untuk memonitor kesehatan usus dan mendeteksi perdarahan pada sistem pencernaan. Bacteroides thetaiotaomicron digunakan untuk mendeteksi darah di lingkungan ekstraseluler dan dimodifikasi untuk memproduksi sinyal bioluminesensi. Sistem ini ditambahkan pada strain bakteri usus yang dapat dicerna sebagai pil.

Studi lain menjelaskan bahwa engineered bacteria dapat tumbuh pada usus tikus selama 6 bulan dan memonitor inflammatory marker yakni tetrathionate dalam penyakit peradangan ulcerative colitis atau peradangan pada usus besar.

Tak hanya itu, bentuk diagnostik lain untuk mendeteksi penyakit adalah dengan menggunakan molekul quorum sensing (autoinducer). Quorum sensing merupakan bentuk komunikasi dan koordinasi kimiawi oleh koloni bakteri. Ketika konsentrasi autoinducer mencapai ambang tertentu, respons spesifik dalam bakteri atau organisme tersebut akan teraktivasi, seperti mengatur ekspresi gen tertentu atau memulai perilaku kolonial tertentu. Quorum sensing penting dalam pengaturan perilaku kolonial, seperti pembentukan biofilm, produksi toksin, atau koordinasi dalam proses reproduksi.

Studi oleh Swofford di tahun 2015 telah memberikan bukti potensi penggunaan quorum sensing untuk keperluan terapi kanker. Swofford memanipulasi gen Salmonella enterica sehingga selnya dapat mensintesis protein antikanker secara in situ di dalam jaringan tumor dan tidak menimbulkan toksisitas pada jaringan sehat. S. enterica lebih menyukai jaringan tumor sebagai tempat berkoloni. Preferensi ini mengakibatkan molekul autoinducer yang banyak dihasilkan di saat koloni bakteri cukup padat dan berguna sebagai “tombol saklar” pengaktivasi ekspresi gen protein antikanker di dalam jaringan tumor.

Hurley dan Bassler (2017) menjelaskan pentingnya peran autoinducer AI-2 yang merupakan molekul sinyal pada saluran pencernaan manusia yang diproduksi oleh berbagai bakteri usus. AI-2 mendorong kolonisasi bakteri Firmicutes yang menguntungkan dibandingkan dengan Bacteroidetes yang merugikan sehingga membatasi infeksi oleh patogen, seperti Vibrio cholerae. Hal ini menunjukkan bagaimana quorum sensing memanipulasi autoinducer untuk menyeimbangkan populasi mikrobiota usus dan mencegah dysbiosis.

Potensi Biologi Sintetik Mikrobiom Terkini

Biologi sintetik memberikan manfaat dalam menghentikan dysbiosis mikrobiota. Penelitian terbaru membuktikan adanya penggunaan bakteri yang dimodifikasi untuk memberikan terapi yang ditargetkan pada beberapa jenis penyakit seperti HIV, IBD (Inflammatory Bowel Disease), diabetes, dan kanker. Tingkat keparahan penyakit-penyakit ini dipengaruhi oleh keseimbangan mikrobiom pada tubuh penderitanya. Maka dari itu, metode biologi sintetik akan berguna dalam menghadirkan bakteri termodifikasi yang mampu menyeimbangkan mikrobiom di tubuh pasien sehingga diharapkan kondisi pasien pengidap penyakit tersebut lekas membaik. Pendekatan modern ini memberikan beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan terapi tradisional mulai dari biaya yang lebih murah dan mencegah terjadinya efek samping.

Terdapat beberapa kelompok strategi untuk memanipulasi mikrobiota yaitu terapi aditif, subtraktif, dan modulasi. Terapi aditif memerlukan strain spesifik atau komunitas bakteri yang ditambahkan pada host mikrobiota. Terapi subtraktif merujuk pada terapi yang mana strain spesifik perlu dihilangkan atau produksi metabolit tertentu harus dieliminasi untuk mengobati penyakit. Kemudian, terapi modulasi melibatkan probiotik dan/atau prebiotik yang akan mengatur komposisi mikrobiom tubuh asli.

Contoh penerapannya adalah pada treatment terhadap FMT (fecal microbiota transplantation) yang memulihkan mikrobiota usus dengan mentransplantasikan kotoran dari donor sehat ke saluran pencernaan seseorang yang memiliki mikrobioma yang terganggu. Hal ini bertujuan untuk memperkenalkan komunitas mikroba sehat dari donor ke penerima untuk mengembalikan keseimbagan mikrobioma usus yang sehat. Penelitian ini berhasil digunakan pada pasien infeksi Clostridium difficile di mana pasien tersebut mengidap diare yang parah dan memiliki masalah pencernaan lainnya. Dengan pendekatan biologi sintetik, hal ini bisa disempurnakan dengan merancang komunitas mikroba sintetik untuk meniru fungsi-fungsi yang ada dalam komunitas mikroba alami yang ditemukan pada donor sehat. Pendekatan ini memungkinkan kontrol yang lebih besar atas komposisi dan fungsi mikroba yang ditranslasikan sehingga dapat meningkatkan keampuhan dan keamanan FMT.

Generasi pertama dalam hal terapi mikrobiom adalah prebiotik dan probiotik. Prebiotik yang umumnya mengandung karbohidrat seperti fruktan, pati, dan oligosakarida dapat difermentasi sehingga menghasilkan short fatty acid (SCFAs) atau asam lemak rantai pendek yang berperan sebagai antiinflamasi dan mendukung fungsi barier usus. Studi sebelumnya menjelaskan bahwa penyakit peradangan pada saluran pencernaan seperti kolitis ulseratif, Crohn’s disease, dan IBD dapat ditandai dengan penurunan signifikan pada jumlah butirat hasil fermentasi prebiotik.

Studi oleh Palmer dkk. (2018) menunjukkan potensi aplikasi probiotik dalam terapi mikrobiom. Mereka memodifikasi bakteri E. coli Nissle 1917 untuk mendeteksi tetrathionate. Deteksi penanda inflamasi ini kemudian akan memantik produksi mikrosin, sebuah molekul penghambat patogen penyebab inflamasi.

Terlebih lagi, terdapat beberapa perusahaan yang berfokus pada modifikasi bakteri probiotik untuk mengobati beberapa jenis penyakit. Contohnya adalah Xycrobe yang berfokus pada rekayasa bakteri yang mampu menembus lapisan kulit mati sehingga agen terapi biologis dapat langsung disalurkan untuk meyembuhkan area target, misalnya area kulit yang berjerawat. Selain itu, terdapat Osel Inc. yang berfokus pada mikrobioma vagina untuk mengobati penyakit vaginosis bakterialis. Dalam produknya, Osel Inc. menggunakan bakteri Lactobacillus crispatus untuk menjaga keseimbangan mikrobiom vagina sehingga menurunkan risiko infeksi urogenital.

Produk Xycrobe Therapeutics (River Oaks Plastic Surgery Center, 2024).

Terapi lainnya untuk memperbaiki kondisi dysbiosis adalah dengan menggunakan molekul-molekul kecil yang dihasilkan mikroba yang dapat memodulasi fisiologi tubuh manusia (inang). Banyak dari molekul kecil ini yang berperan sebagai “alat komunikasi” antara inang dan mikroba dengan menargetkan jalur sinyal hilir dari mikrobioma yang menyebabkan disregulasi.

Sejumlah studi serta pengembangan produk telah mendukung aplikasi terapi dan diagnostik berbasis biologi sintetik. Namun, masih tersisa berbagai pertanyaan ilmiah yang menunggu untuk dijawab, khususnya terkait interaksi mikroba-mikroba dan mikroba-inang. Ketika celah-celah pengetahuan ini terisi, maka metode diagnostik dan terapi bagi beragam penyakit akan lebih akurat.

Sumber:

Atlas Biomed. (2024). 7 Crazy Facts About the Microbiome and Gut Bacteria. Diakses dari https://atlasbiomed.com/blog/7-crazy-facts-about-the-microbiome-and-gut-bacteria/

Ezzamouri, B., Shoaie, S., & Ledesma-Amaro, R. (2021). Synergies of systems biology and synthetic biology in human microbiome studies. Frontiers in microbiology, 12, 681982.

Hasibuan, F. E. B., & Kolondam, B. J. (2017). Interaksi antara mikrobiota usus dan sistem kekebalan tubuh manusia. Jurnal Ilmiah Sains, 35–42.

Palmer, J. D., Piattelli, E., McCormick, B. A., Silby, M. W., Brigham, C. J., & Bucci, V. (2018). Engineered probiotic for the inhibition of Salmonella via tetrathionate-induced production of microcin H47. ACS infectious diseases, 4(1), 39–45.

River Oaks Plastic Surgery Center. (2021). Skin Care. Diakses dari https://ropsc.com/skin-care-support/

--

--