Potensi pemeriksaan genetik untuk personalisasi nutrisi sebagai pencegahan risiko penyakit

Wynda Lestari Lamaliwa
Biologi Sintetik Indonesia
5 min readJul 25, 2022

“Food is not just calories, it is information. It talks to your DNA and tells it what to do. The most powerful tool to change your health, environment and entire world is your fork”-Dr. Mark Hyman.

Ilmu nutrisi rasanya tidak pernah berhenti memberikan “kejutan” terkait perkembangan ilmu pengetahuan yang menuntun ke arah perubahan gaya hidup yang lebih baik. Seperti yang kita ketahui bahwa di seluruh dunia penyakit kardiovaskular dan gangguan metabolik seperti jantung coroner, diabetes melitus, gagal ginjal, dislipidemia, obesitas, dan lain-lain adalah penyebab tingkat kematian dan kecacatan yang tinggi, dimana hal ini juga berkaitan dengan ketersediaan nutrisi yang tidak cukup. Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi asam lemak tak jenuh trans berpengaruh terhadap peningkatan kematian penderita penyakit jantung sebesar 28% dan risiko penyakit jantung sebesar 21%. Selain itu, konsumsi lemak berlebih dan kurangnya latihan fisik dapat menyebabkan akumulasi dan penyerapan lemak berlebih pada jaringan adiposa dan risiko terjadinya obesitas. Meningkatnya tingkat kematian dan penderita penyakit tentu menjadi sebuah “cambuk” bagi praktisi kesehatan untuk terus mengevaluasi dan mengembangkan manajemen atau pedoman kesehatan yang tepat.

Sejauh ini di Indonesia Pedoman Gizi Seimbang (PGS) memiliki efek positif untuk menurunkan risiko masalah gizi buruk maupun berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh masalah nutrisi. Namun tidak berhenti sampai disitu, satu dekade ini perkembangan nutrisi semakin ke arah yang lebih kompleks yang menyatakan “nothing one size fits to all” yang berarti tidak ada satu jenis makanan atau satu pedoman diet yang dapat digeneralisasikan pada semua individu. Setiap individu itu unik, memiliki karakteristik yang berbeda dan tentu saja dari segi kebutuhan nutrisi berbeda. Oleh sebab itu, saat ini personalisasi nutrisi yang didalamnya melibatkan latar belakang genetik menjadi sebuah pendekatan dan pengembangan baru yang mana setiap individu akan menjalani diet sesuai profil biologisnya.

Perkembangan bioteknologi secara tidak langsung membuka wawasan baru bagi praktisi kesehatan khususnya dietisien dan nutrisionis untuk memiliki dasar pengetahuan studi genomic manusia. Studi genomic terkait variasi genetik setiap individu atau yang dikenal Single nucleotide polymorphisms (SNPs) pada populasi tertentu menunjukkan perbedaan frekuensi alel yang mempengaruhi ekspresi gen dalam bertanggungjawab untuk metabolisme nutrisi yang dikonsumsi individu atau yang dikenal sebagai ilmu Nutrigenetik. Di populasi modern saat ini dan adanya seleksi alam mempengaruhi variasi genetic individu dengan tujuan untuk bertahan hidup. Beragamnya varian genetik individu menunjukkan respon metabolik yang berbeda walaupun dengan pola diet yang sama yang akhirnya berkaitan pada risiko penyakit tertentu. tentu fenomena ini menimbulkan hipotesis bahwa varian genetic masing-masing individu mempengaruhi respon diet yang dijalani dan menghasilkan fenotip yang berbeda. Sejauh ini Genome Wide Association Study (GWAS) telah banyak melaporkan beberapa varian genetic yang terasosiasi dengan nutrisi berkaitan dengan penyerapan, metabolisme, penggunaan, dan penyimpanan di dalam tubuh. Bersama dengan temuan ini juga menimbulkan perdebatan kritis apakah rekomendasi diet pada individu dapat diberikan berdasarkan varian genetiknya dan seberapa efektif personalisasi nutrisi ini dapat mencegah atau menurunkan risiko penyakit tertentu dibanding dengan pendekatan konvensional.

Jika sejauh ini manajemen diet hanya dilakukan berdasarkan masalah atau keinginan klien untuk memiliki gaya hidup sehat dengan memberikan manajemen standar, maka pendekatan personalisasi nutrisi dengan melibatkan interaksi antara gen dan diet membawa pandangan baru dalam manajemen diet. Interaksi gen dan diet berdampak pada ekspresi gen yang berperan dalam metabolisme dan mempengaruhi kuantitas atau aktivitas enzim yang mensintesis atau mengkatabolisme nutrisi. Mengingat banyaknya ragam SNP dengan perubahan basa tunggal dapat mengubah fungsi protein yang dapat diekspresikan di beberapa sel dan memberikan fenotip yang merugikan atau protektif, walaupun tidak semua perubahan basa tunggal dapat mengubah fungsi proteinnya (Silent mutation) sehingga tidak menimbulkan fenotip yang merugikan. Namun interaksi gen dan diet ternyata tidak berdiri sendiri, beberapa faktor seperti lingkungan, biologis, dan komponen genetic mempengaruhi interaksi keduanya. Poin pertama, pola asupan nutrisi tertentu dari setiap individu dapat menginisiasi interaksi gen dan diet pada populasi tertentu. Kedua, adanya pengaruh epigenetic yaitu paparan dari lingkungan seperti Riwayat pola hidup, hormone, dan umur dapat mempengaruhi ekspresi gen melalui aktivasi atau deaktivasi gen pada waktu dan lokasi tertentu. Modifikasi perubahan ekspresi gen ini berbeda dengan SNP yaitu tidak mengubah sekuens DNA, tetapi terjadi perubahan fenotip dan biasanya bersifat merugikan. Proses epigenetic ini sebagian besar karena metilasi DNA di sekitar promotor yang mana dapat menurunkan atau menekan proses transkripsi gen. Faktanya proses metilasi ini mempengaruhi semua modifikasi ekspresi gen sebagai respon nutrisi makanan. Poin ke tiga yaitu ras/etnik tertentu memiliki karakteristik genetic yang berbeda di setiap populasi. Contohnya gen Laktase (LCT) yang berperan untuk metabolisme laktosa dalam susu. Variasi gen LCT pada populasi tertentu mengindikasikan kuantitas produksi enzim lactase. Frekuensi varian alel gen LCT pada populasi Eropa lebih tinggi untuk persistensi laktase sehingga kemampuan untuk metabolisme laktosa cenderung lebih baik, dibanding populasi Asia memiliki frekuensi alel yang rendah sehingga kurang mampu untuk menghasilkan lactase dalam jumlah banyak. Oleh sebab itu, ketiga faktor tersebut saling bersinggungan dan mempengaruhi fenotip setiap individu.

Sumber: Mullins et al, 2020

Studi varian genetic sangatlah kompleks yang mana dibutuhkan pemeriksaan yang spesifik untuk mendalami karakteristik individu terkait respon nutrisi. Potensi pemeriksaan genetic untuk personalisasi nutrisi memberikan terobosan baru untuk manajemen Kesehatan yang spesifik sebagai tindakan pencegahan risiko penyakit. Literasi dan kerjasama multidisiplin nutrisi dan bioteknologi sangat diperlukan untuk mendukung aplikasi nutrigenetic sebagai pencegahan risiko penyakit. Perlu kita pahami bersama bahwa pemeriksaan genetik bukan suatu alat untuk diagnostik, melainkan suatu media prediktor untuk menentukan apakah setiap individu memiliki risiko penyakit berdasarkan informasi genetiknya. Sehingga pemeriksaan genetic harapannya akan meningkatkan awareness atau kesadaran setiap individu untuk mengenali dan memahami karakteristik tubuhnya sendiri dan apa yang dibutuhkan tubuh untuk bisa mencegah risiko penyakit. Selain itu, tidak menutup kemungkinan potensi pemeriksaan genetic untuk personalisasi nutrisi juga meningkatkan kompetensi sumber daya manusia untuk menguasai keilmuan biologi molekuler dan bioteknologi yang mana hal ini sangat berdampak besar untuk kemajuan dan kesejahteraan di suatu negara.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa klinik yang mulai mengembangkan pemeriksaan Nutrigenetik dan Nutrigenomik serta pengembangan beberapa startup penyedia layanan teknologi medis untuk personalisasi skrining dan intervensi yang mana nantinya dari hasil skrining genetic akan menghasilkan produk berupa obat-obatan dan terapi nutrisi secara personal. Melihat fenomena ini kita patut bersyukur negara kita yang sudah mulai tanggap akan hal-hal baru dan menantang khsusunya di bidang bioteknologi. Namun setiap terobosan baru tentu tidak terlepas dari tantangan untuk bisa mengaplikasikannya di tengah masyarakat. Beberapa penelitian memberikan informasi yang lebih kompleks bahwa respon diet terkait risiko penyakit tertentu dapat dipengaruhi lebih dari satu variasi genetic, sehingga tantangan bagi praktisi Kesehatan untuk bisa mengembangkan manajemen nutrisi yang presisi perlu penelitian yang lebih lanjut dan Kerjasama multidisiplin yang kuat untuk bisa menjadi solusi masalah Kesehatan di masa depan. Selain itu, dari segi ekonomi untuk saat ini tarif pemeriksaan genetic masih relatif tinggi yang mungkin belum bisa dinikmati sepenuhnya oleh semua lapisan masyarakat. Pelan tapi pasti, harapan kedepannya semoga keilmuan ini semakin dikembangkan dan melibatkan sumber daya manusia yang mumpuni sehingga pendekatan tersebut dapat diterima dan dinikmati dengan baik oleh sebagian besar masyarakat untuk kualitas kesehatan yang lebih baik. Salam sehat!

Daftar Pustaka

Tayyem RF, Al-Shudifat A-E, Hammad S, Agraib LM, Azab M, Bawadi H. Fat intake and the risk of coronary heart disease among Jordanians. Nutr Hosp 2020;37(2):1–8 DOI: http://dx.doi.org/10.20960/nh.02763

Mullins V A, et al. Review Genomics in Personalized Nutrition: Can You “Eat for Your Genes”? Nutrients 2020, 12, 3118; doi:10.3390/nu12103118

--

--

Wynda Lestari Lamaliwa
Biologi Sintetik Indonesia
0 Followers

Registered Nutritionist. Nutrigenetic and Nutrigenomic. Biomedical Sciences Master candidate