What I’ve Learned from Incode.design: Idea is Cheap, Execution is Everything

Radya Labs
Blackdesk
Published in
5 min readMay 1, 2016

Hackathon merupakan kegiatan yang sangat digandrungi developer saat ini. Kegiatan coding semalam suntuk itu dijadikan ajang ‘rekreasi’ bagi para pengembang aplikasi. Mencoba membuat sesuatu, hal lain diluar dari pekerjaan sehari-hari mereka.

Saya pun cukup sering mengikuti Hackathon. Pernah suatu kali, saya bersama rekan di Paris van Java (Aqsath, Upan, Tito) mengikuti Hackathon yang diadakan Nokia dan DailySocial. Di acara tersebut, kita ditantang untuk membuat aplikasi yang menggunakan device Nokia, sekaligus mengakses API yang dimiliki Evernote dan Foursquare, partner di acara tersebut. Dalam 1x24 jam, kami membuat 3 aplikasi, aplikasi mobile untuk sisi customer, aplikasi mobile untuk sisi driver dan aplikasi backend untuk menghubungkan kedua aplikasi tadi.

Skenarionya sederhana, berbekal perangkat Nokia, seorang pengguna dapat melihat lokasi taksi disekitar mereka, melakukan pemesanan taksi sesuai dengan lokasi terdekat mereka. Pemesanan tadi akan disimpan ke server dan akan dilakukan bidding ke supir-supir taksi terdekat melalui aplikasi driver, driver dapat memutuskan apakah akan mengambil order tersebut atau tidak. Setelah driver mengambil order, pengguna dapat melihat lokasi taksi ketika sedang dalam perjalanan menjemput. Setelah taksi datang, pelanggan masuk, diantar sampai tujuan, dan invoice akan dikirimkan ke email pengguna melalui Evernote.

Pada saat pitching berlangsung, kita mengambil resiko untuk melakukan demo secara live. Aqsath dan Tito, menggunakan motor standby di area Hang Jebat, sementara saya dan Upan, presentasi di Binus Internasional Senayan. Aplikasi customer dihidupkan,,terlihat ada 1 taksi mangkal di sekitar kita — aka Aqsath dan Tito yang sedang nongkrong asik. Kami pesan taksi tersebut, taksi-nya langsung bergerak menuju lokasi kami berada. Kami dapat memantau posisi dari taksi tersebut. Setelah taksi tiba, terdapat notifikasi yang menandakan taksi sudah sampai. Ketika taksi sampai, Aqsath dan Tito-pun masuk ruangan..menyimulasikan kami naik taksi,dan di akhir perjalanan mereka menandai pekerjaan setelah selesai. Invoice pun sampai ke akun kami.

Apakah fiturnya terasa familiar bagi Anda? Mungkin iya. Karena itu adalah skema yang membuat Uber, Gojek, dan Grab populer di masyarakat ibu kota saat ini. Pada tahun 2012, sekitar 4 tahun yang lalu, kami berhasil memenangkan Hackathon dengan ide tersebut, mendapatkan sejumlah uang dan sedikit kebanggaan. Keesokan harinya, saya dan Tito kembali ke Radya Labs, Aqsath ke NoLimit dan Upan ke Dissee. Kembali melanjutkan pekerjaan masing-masing. Artikel seperti ini muncul: https://dailysocial.id/post/mau-dibawa-kemana-taxify-aplikasi-juara-hackaton-sparxup-2012 dan semuanya terasa menyenangkan. Bahkan kata-kata salah seorang juri masih membekas hingga saat ini.

Some really good stuff from the sparxup hackathon. Taxify is my favorite. Expecting it to be a company on its own by next year.

Kemarin saya baru saja berpartisipasi di acara Incode.design, sebuah acara yang mengutamakan proses dan ajang kompetisi untuk mendorong kolaborasi masyarakat sipil, swasta, pemerintah, akademisi dan komunitas pengembang aplikasi (developers) untuk membangun solusi inovatif untuk menjawab tantangan utama pembangunan di Indonesia. Tulisan ini adalah bagian kedua, pelajaran yang saya dapatkan dari keikutsertaan di kegiatan ini. Untuk bagian pertama, silahkan baca Apa yang dibutuhkan oleh Museum DKI?

Ada total 10 ide yang berhasil dijaring dari ratusan prototipe. 10 ide ini dipresentasikan. Dan akhirnya dipilih beberapa pemenang yang akan mendapatkan grant. Diharapkan dari grant tersebut ide dapat diimplementasikan dan menciptakan dampak yang diinginkan. Sebelum pemberian grant diberikan, ada sesi talkshow yang membicarakan mengenai terlalu seringnya kegiatan serupa hackhaton atau lomba aplikasi namun sedikit sekali yang akhirnya lahir menjadi suatu bisnis yang bertahan.

Sejak dua tahun lalu Radya Labs menambah satu orang Project Manager, dampaknya luar biasa. Saya memiliki tambahan waktu untuk mengeksplorasi. Sebagai Technology Director, saya ditugaskan partner saya untuk mengeksplorasi ide, menciptakan prototipe dan mencari apa yang bisa kita jadikan produk untuk perusahaan. Bisnis pengembangan aplikasi berbasiskan pesanan sudah berjalan sejak tahun 2011. Namun, kita punya cita-cita, pada satu titik, perusahaan software ini bisa menjadi besar dengan hasil karyanya sendiri, bukan hanya mengerjakan pesanan orang lain. Sejak saat itu pula, saya semakin rajin mengikuti kompetisi, hackathon atau apapunlah, demi menguji ide yang dimiliki apakah ada yang tertarik. Menguji ide diluar kantor membuka peluang kita untuk mendapatkan feedback. Sesuatu yang tidak Anda dapatkan dari menguji aplikasi di dalam kantor.

Tidak terkecuali di Incode.design tersebut. Kita ingin menguji kemungkinan pengembangan sistem aplikasi museum, yang kita harapkan jika berhasil, dapat kita jadikan produk kita, dan menjualnya ke pihak-pihak yang membutuhkan. Ide kita terbukti mentah. Belum ada yang tertarik. Feedback yang kita dapatkan kurang menggembirakan.

Dalam perjalanan pulang tersebut, saya sudah mulai mengubur fakta bahwa ide museum mungkin belum cukup OK. Apalagi mengenai cerita 4 tahun lalu mengenai aplikasi yang sekarang sering disebut sebagai on-demand service, bukannya tidak OK, tapi sudah banyak sekali yang bermain di area itu. Di pool travel saya bertemu dengan salah satu pemenang Incode. Kami berkenalan, casual, mencoba saling mengenal satu sama lain.

Tanpa saya sangka, pemenang tersebut ternyata mengetahui Radya Labs dari suatu ajang lomba lainnya yang diadakan di akhir tahun 2015. Pada lomba tersebut, kita menguji prototipe yang sudah kita kembangkan selama 2 bulan sebelumnya, sebuah aplikasi rapor online untuk sekolah menengah negeri. Cita-cita luhurnya adalah orang tua dapat memperoleh hasil ujian langsung setelah ujian selesai, tanpa perlu menunggu waktu penerimaan rapor yang diadakan 6 bulan sekali. Yang lebih mengagetkan, dia bertutur bahwa dia menggunakan ide tersebut dan membuatnya ke suatu sistem jadi yang diimplementasikan di 3 sekolah swasta dan 1 sekolah negeri. Tidak lama lagi dia akan mulai mendapatkan revenue dari sistem tersebut. Sementara, prototipe yang sudah kami kerjakan, tidak kami lanjutkan sejak awal tahun 2016, karena kami fikir akan kesulitan untuk mendapatkan user yang ingin membayar sistem seperti itu. Kita berhenti mengeksekusi ide tersebut. Kita tidak melanjutkannya. Enam bulan yang lalu kami berhasil memenangkan satu kompetisi dengan suatu ide, namun ide tersebut tidak kami lanjutkan dan di tempat lain, ide itu diwujudkan dan berhasil menemukan pengguna yang membutuhkan.

Idea is cheap, execution is everything.

Tidak peduli seberapa disruptive-nya ide yang kita pikir kita miliki. Tidak peduli seberapa sederhana tapi menyelesaikan masalahnya ide yang kita miliki. Tapi ide benar-benar tidak terlalu berharga. Eksekusi ide tersebutlah yang akan menentukan. Bukannya saya tidak memahami betapa murahnya ide. Begitu skeptisnya saya terhadap ide sehingga saya termasuk yang paling anti menandatangani sebuah NDA jika ada kelompok yang ingin minta dibuatkan software namun sebelum dia menceritakan ide-nya itu, kami harus dipaksa menandatangani perjanjian tersebut. Begitu anti-nya, hingga saya sempat menuturkan ke seorang rekan, jika ada temannya yang tertarik ingin bekerja sama dengan Radya Labs, tapi meminta kita menandatangani NDA hanya untuk mendengar ide tersebut, sebaiknya jangan diperkenalkan dahulu.

Tapi memang terkadang manusia bisa lengah juga. Begitupula saya. Tidak percaya atau tidak mau mengusahakan sebuah ide terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk berhenti.

Dari pengalaman mengikuti Incode.design ini saya kembali mendapatkan tamparan keras. Saya tidak akan kapok mengikuti lomba. Saya belum menyerah dan masih senang-senang saja berpartisipasi dalam Hackathon. Tapi kini saya memiliki mantra yang semakin melekat. Bahwa ide yang kami miliki tidak berarti apa-apa hingga berhasil diwujudkan menjadi suatu kenyataan. Perjalanan ini masih panjang.

--

--