Mending Jadi Generalis atau Spesialis di Dunia Kerja?

Ahmad Habib Fitriansyah
Blibli Product Blog
4 min readNov 2, 2021

Halo teman-teman semua, gimana nih WFH-nya? Nyamankah di depan komputer aja? Hehe.

Kenalin nih, gue Ahmad Habib. Dari pertama kali gue memasuki dunia kerja gue belum pernah sama sekali ke kantor, mulai dari internship di dua perusahaan sebelumnya sampai sekarang di Blibli. Gue nggak nyangka pandemi sampai selama ini, membuat gue sama sekali belum pernah ketemu tatap muka sama teman sekantor.

Walau gue belum pernah ke kantor, alhamdulillah gue tetap bisa dapat pengalaman berharga, terutama soal role generalis atau spesialis di dunia kerja. Yup, gue mau coba share pendapat gue lewat artikel ini.

Basically, menjadi generalis atau spesialis itu tergantung situasi. Sebelum memutuskan menjadi seorang generalis atau spesialis, kita harus tahu dulu perbedaannya. Mungkin dari arti katanya aja udah jelas, ya. Seorang generalis itu biasanya mengetahui banyak hal tapi hanya sebatas mengetahui bukan menguasai, sedangkan seorang spesialis belum tentu mengetahui banyak hal tapi dia sangat menguasai satu hal.

Dari situ mungkin banyak dari kita yang sudah dapat memutuskan mau jadi generalis atau spesialis. Memang kalau kita lihat, menjadi spesialis banyak keuntungannya, salah satunya bisa memudahkan kita mencari kerja, karena kalau kita cuma bisa satu hal kita jadi nggak perlu pusing memilih mau kerja bidang apa, terus kita juga jadi lebih menguasai suatu bidang dibandingkan seorang generalis. Tapi bukan berarti menjadi generalis itu lebih buruk dari menjadi spesialis, ya. Menurut gue balik lagi ke pernyataan ini “Menjadi generalis atau spesialis itu tergantung situasi”. Kenapa tergantung situasi?

Dari generalis bisa menjadi spesialis

Kadang ada masanya kita dituntut untuk menjadi generalis dan spesialis sekaligus. Contohnya gini, ketika kuliah kita dituntut untuk bisa mengerti semua mata kuliah agar bisa lulus. Misalnya di jurusan Informatika kayak gue ada banyak mata kuliah: Robotic, Engineer, Machine Learning, Business, Product Management, UX Design, dan lain-lain. Gue minimal harus tau basic yang diajarkan dosen agar gue bisa lulus kuliah. Nah, di semester awal dan pertengahan gue udah belajar semua hal. Di semester akhir, gue dituntut untuk memilih salah satu bidang spesifik dari semua mata kuliah yang pernah gue pelajari untuk menjadi topik tugas akhir atau skripsi. Itu yang gue maksud tergantung situasi. Kadang kita harus mengerti banyak bidang dulu untuk menemukan satu bidang yang kita cinta.

Eits, tapi bukan sebatas itu aja situasinya, mari kita lanjut.

Ketika sudah ada 1 bidang yang kita kuasai, maka kita sudah menjadi T-Shaped Person. Apa itu?

I-Shaped, Generalist, and T-Shaped

T-Shaped Person adalah orang yang punya banyak pengetahuan di berbagai bidang dan punya satu kemampuan khusus di satu bidang yang telah dikuasai secara mendalam. Contohnya kayak seorang UX Designer yang juga ngerti dikit-dikit tentang copy, research, dan juga UI. Menjadi T-Shaped Person menurut gue banyak kelebihannya, salah satunya kita jadi fokus menguasai bidang yang kita pilih, sehingga kita bisa jadi expert di bidang itu.

Tapi kalau bisa lebih, kenapa harus satu?

Setelah menjadi T-Shaped Person, atau mungkin bisa dibilang sudah menemukan bidang yang kita cintai, sebenarnya kita juga masih bisa mengembangkan diri menjadi M-Shaped Person. Apa itu M-Shaped Person?

M-Shaped Person

Jadi, M-Shaped Person itu sama seperti T-Shaped Person, tetapi selain expert di satu bidang saja, orang ini juga menguasai beberapa bidang lain yang relate dengan bidang utamanya, contohnya seperti gambar di atas.

Pada dasarnya ilmu itu tidak akan pernah habis. Kalau sudah expert di design tapi mau belajar research juga untuk kebutuhan pribadi atau kebutuhan lain, menurut gue itu bagus banget dan tentunya akan sangat membantu saat proses membuat design. Kalau sudah menguasai semua ilmu yang berkaitan dengan design seperti research dan copywriting, kita bisa coba juga belajar menjadi web developer agar bisa mendapatkan perspektif lain. Dengan ilmu-ilmu itu, kita bisa lebih punya banyak pandangan waktu membuat design supaya bisa lebih sesuai dengan requirement, keperluan bisnis, dan juga estetika, tapi juga tidak menyusahkan developer yang merealisasikannya.

Nah, seseorang yang sudah expert di bidang design, research, dan copywriting bisa menjadi fullstack designer dengan keahlian yang lengkap dan menyeluruh.

Jadi kapan saatnya menjadi M-Shaped Person?

Sebenarnya hanya kalian yang bisa menentukan, karena mau jadi T-Shaped Person atau M-Shaped Person itu “tergantung situasi”. Kalau kita bisa mengisi salah satu role tersebut saat sedang diperlukan, tentunya kita akan sangat membantu kerja sama tim.

Banyak hal di dunia ini yang sebelumnya kita nggak tahu. Mungkin kita juga sempat berpikir bahwa sesuatu bisa dikerjakan tanpa perlu ilmu yang banyak, mendalam, atau sesuai. Menurut gue, semua ilmu bisa kita pelajari asal kita mau dan tidak mudah merasa puas dengan apa yang sudah kita punya. Kita harus terus mau meningkatkan ilmu, belajar hal baru, dan terus berusaha menjadi orang yang lebih baik. Oh iya, terus juga jangan pernah takut salah melakukan sesuatu, seperti quote yang pernah gue baca: “Mistakes are doorways to discovery.

If you’re interested in applying for a full-time position or intern, Blibli is currently hiring! Send your resume to recruitment@blibli.com and get the chance to work with our PM and UX team and our own unique stories.

--

--