Mengamati Statistik Pembalap Di Luar 10 Besar Klasemen Akhir 2017 (Bagian 1)

Formula Satu
Blog Formula Satu
Published in
5 min readDec 11, 2017

Di tengah obrolan dengan teman tentang Formula 1, Anda mungkin pernah mempertanyakan hal berikut: dari pembalap yang menghuni peringkat-peringkat terbawah, siapa yang boleh digeser untuk musim depan?

Haterz Lance Stroll tentunya akan bilang jika $troll tidak pantas mengemudikan Williams, fans Wehrlein mungkin berharap agar dia mengisi kursi Massa, sedangkan pengagum Alonso yang sudah terbutakan akan tetap bilang kalau beliau adalah pembalap terbaik sepanjang masa (ya emang sih, mau apa lu?).

“‘Mat malam sobat kisminku, apa kalian sudah siap?” kata Stroll

Nah, daripada menjadi debat kusir, bagaimana kalau kita tinjau statistik mereka selama musim 2017? Setelah itu, silakan Anda nilai sendiri siapa yang terbaik dan yang terburuk dari para pembalap ini!

Untuk menjawab pertanyaan di awal tadi, analisis dibatasi hanya untuk pembalap yang berada di posisi lebih buruk dari P10 klasemen akhir (tenang saja, toh Hulkenberg sudah pasti membalap di Renault musim depan), belum pensiun (obrigado Felipe!) dan mengikuti musim 2017 secara utuh (tetap semangat musim depan Brendon, dan maaf ya Jolyon). Kriteria ini menyisakan Lance Stroll, Romain Grosjean, Kevin Magnussen, Fernando Alonso, Stoffel Vandoorne, Pascal Wehrlein, dan Marcus Ericsson untuk dinilai. Sedangkan data statistik pembalap untuk tulisan ini diperoleh dari situs F1Fanatic.

Tulisan bagian pertama akan membahas tentang statistik balap, sedangkan kesalahan dan penalti akan dibahas di bagian kedua yang akan ditulis suatu saat nanti kalau sempat, tunggu saja ya!

Jumlah Lap Di Atas dan Di Bawah P10

Pertama-tama, mari kita lihat posisi para pembalap selama balapan. Tabel berikut menunjukkan jumlah lap di posisi lebih baik dan lebih buruk daripada P10 selama musim 2017. P10 dipilih sebagai pembatas karena kita memang sedang membahas pembalap yang berada di luar 10 besar klasemen akhir.

Banyaknya lap di posisi lebih baik/lebih buruk daripada P10. Masih meragukan salah satu pembalap F1 terbaik sepanjang masa???

Tidak mengherankan, duo Sauber adalah yang paling jarang membalap di posisi lebih baik daripada P10, dan paling sering membalap di posisi lebih buruk dari P10.

Walau menyelesaikan lap paling sedikit dibanding pembalap lainnya (salahkan mesin GP2!), Fernando Alonso adalah yang paling sering membalap di posisi lebih baik daripada P10, dan paling jarang membalap di barisan belakang. Catatan ini kontras dengan rekan setimnya Vandoorne, yang paling jarang membalap di posisi lebih baik daripada P10 setelah duo Sauber.

Hal menarik diperlihatkan oleh catatan Kevin Magnussen. Terlepas dari statusnya sebagai salah satu pembalap yang paling tidak disukai, rupanya ia adalah yang paling sering membalap di posisi lebih baik daripada P10 setelah Alonso. “Suck my b**ls”, ujarnya kepada para haterz.

Perubahan Posisi di Lap Pertama

Selanjutnya, mari kita tinjau perubahan posisi para pembalap ini di lap pertama. Performa pembalap di lap pertama sangat krusial terhadap peringkat mereka di akhir lomba. Di tabel berikut, kolom pertama adalah rata-rata peningkatan posisi di lap pertama per lomba, sedangkan kolom kedua adalah total peningkatan posisi di lap pertama selama semusim.

Perubahan posisi di lap pertama. Makin terbayang smugface-nya Magnussen.

Baris pertama menunjukkan rata-rata performa Hamilton, Vettel, dan Bottas di lap pertama. Karena mereka sering memulai lomba dari baris-baris pertama, maka kemungkinan untuk tersalip lebih besar dibanding menyalip, sehingga nilai rata-rata dari ketiga pembalap tersebut cenderung negatif (=penurunan posisi di lap pertama). Sepertinya statistik ini lebih cocok digunakan untuk mengukur performa lap awal para pembalap papan tengah-bawah yang sering memulai lomba di baris-baris tengah, dibandingkan para pembalap papan atas.

Dengan rata-rata peningkatan 2 posisi di lap pertama tiap lomba dan total peningkatan 38 posisi di lap pertama selama 2017, Lance Stroll adalah yang terbaik dalam urusan ini dibanding pembalap-pembalap lainnya dalam daftar kita. Pembalap lain yang memiliki catatan di atas rata-rata ialah Magnussen, Vandoorne, dan Ericsson. Sedangkan Wehrlein, walau seringkali memulai lomba di posisi belakang, hampir selalu mengalami penurunan di tiap lap pertama balapan.

Sayangnya, catatan baik Marcus Ericsson di sini tidak merepresentasikan performa lap pertamanya selama 2017. Angka yang terlihat baik ini lebih mencerminkan posisi kualifikasi Ericsson yang hampir selalu menjadi juru kunci. Selain itu, walaupun ia mencatatkan salah satu total peningkatan terbanyak, hal tersebut juga disebabkan oleh insiden di lap pertama yang dialami pembalap lain.

Sebagai contoh, mari kita tilik GP Singapura. Saat itu Ericsson memulai lomba sebagai juru kunci. Tak lama setelah balapan dimulai, terjadi insiden antara Seb-Max-Kimi yang berakibat gugurnya ketiga pembalap tersebut dari perlombaan. Alhasil, Ericsson langsung meraih 3 posisi tambahan di lap pertama. Jika kita koreksi total capaiannya (17) dengan insiden GP Singapura (3), maka Ericsson mencatatkan total peningkatan sebanyak 14 posisi di lap pertama, yang masih lebih rendah daripada rerata para pesaingnya di daftar kita.

“Ding-ding-ding, m**********r

“Klasemen” Sementara

Berdasarkan data-data di atas, mari kita coba untuk melakukan pemeringkatan terhadap para pembalap dalam daftar kita.

Karena kita punya 7 pembalap, pemeringkatan akan dilakukan dengan sistem penilaian sederhana: pembalap terbaik dalam suatu statistik akan diberi 7 poin, dan pembalap terburuk diberi 1 poin. Kami menyadari bahwa satu statistik mungkin lebih penting daripada statistik lainnya, dan pembobotan harus dilakukan. Namun, kami memilih untuk membuat penilaian jadi sesederhana mungkin. Tabel berikut menunjukkan hasil penilaian sementara.

Klasemen sementara berdasarkan statistik balap

Klasemen sementara menunjukkan bahwa K-Mag adalah yang terbaik untuk urusan statistik balap yang barusan dibahas. Ia secara konsisten meraih catatan baik dalam statistik-statistik tersebut. Catatan Lance Stroll pun cukup baik berdasarkan data yang ada. Di sisi lain, Wehrlein menghuni peringkat terbawah dalam analisis ini. Meskipun demikian, jika kita menimbang koreksi-koreksi yang harus dilakukan untuk data Ericsson, mungkin hasil akhir untuk duo Sauber ini akan mirip-mirip saja.

Anehnya, walau meraih peringkat lebih tinggi dalam klasemen akhir 2017 (di belakang Lance Stroll), rupanya catatan Grosjean tergolong biasa-biasa saja dalam statistik ini. Nah, tulisan bagian kedua nanti akan mengupas statistik kesalahan yang berujung pada DNF dan penalti-penalti yang didapat oleh para pembalap dalam daftar. Barangkali statistik-statistik tersebut akan memberikan gambaran mengapa Grosjean bisa menyelesaikan musim 2017 di atas pembalap-pembalap lainnya dalam daftar.

Penasaran dengan hasil analisis akhir? Ikuti akun Twitter Blog Formula Satu untuk info tentang tulisan bagian dua ya!

--

--