Kisah Sukses Atlet Difabel Melampaui Keterbatasan Demi Tuai Prestasi
Keterbatasan bukan halangan untuk menuai kesuksesan. Buktinya, para atlet difabel pun mampu berjuang untuk berprestasi.
Bermodalkan semangat, kegigihan, dan komitmen untuk tidak menyerah pada akhirnya mengantarkan tiga atlet difabel Indonesia ini pada berbagai kompetisi olahraga berkelas. Seperti apa kisah perjuangan para atlet dengan disabilitas?
Zannika Zarrel, 15 Tahun, Amputee Football
Zannika Zarrel mengalami amputasi kaki kanan di bawah lututnya. Tetapi, Zarrel, panggilannya tetap bisa berprestasi di bidang sepak bola amputasi.
“Awalnya jadi kiper karena masih takut, tapi lama-kelamaan aku semakin enjoy dan berani main jadi penyerang. Dari sekadar main-main di rumah, lalu ingin jadi atlet karena yakin pasti bisa” kata Zarrel.
Sempat belum bisa mengimbangi lawan dan kurang menguasai teknik sepak bola, ia tak pernah menyerah untuk mencoba dan belajar.
“Ternyata amputee football cukup susah. Awal main belum benar dan berantakan. Apalagi pakai tongkat untuk tumpuan lari itu butuh waktu adaptasi. Tapi setelah sering latihan, lama-lama sudah terbiasa,” lanjutnya.
Zarrel juga mengaku sepak bola membuatnya lebih senang. Ia pun bangga dan terharu bisa berprestasi di bidang olahraga tersebut. Tahun ini, Zarrel tengah mengejar target untuk masuk ke Timnas dan bermain di Piala Asia.
“Untuk teman-teman, jangan patah semangat. Kita pasti bisa melampaui keterbatasan dan jangan jadikan kekurangan sebagai halangan.”
Scolastika Nadya Valentin, 20 Tahun, Judo Blind
Menjadi tunanetra tidaklah mudah. Pada masa sekolah, Valen pernah merasa rendah diri. Begitu banyak pelajaran seni yang diajarkan, tetapi tak satu pun ia kuasai. Namun, begitu berkenalan dengan olahraga, jalannya mulai terbuka lebar.
“Sempat sedih karena enggak bisa main musik atau bernyanyi di sekolah. Tapi setelah ikut judo blind, mulai timbul rasa percaya diri. Aku bisa berprestasi di bidang olahraga, enggak harus di kesenian,” ungkap Valen.
Perjuangan menjadi atlet judo pun penuh tantangan dan terasa berat di awal. Valen harus menghafal berbagai teknik bantingan, kuncian, hingga patahan, ditambah lagi latihan fisik yang tidak mudah.
“Latihannya sangat susah sampai sering pingsan. Tapi akhirnya aku bisa melewatinya. Kuncinya adalah banyak istirahat, tidur cukup, dan menjaga pola makan,” jelasnya.
Menjadi atlet judo blind, Valen yang penuh semangat ingin membuat waktunya di masa muda lebih bermanfaat serta membanggakan orang tuanya. Tahun ini, Valen akan berangkat ke Kamboja untuk mengikuti ASEAN Para Games 2023.
Nicodemus Saul Yandewoa, 30 Tahun, Judo Blind
Menceritakan pengalamannya di awal menjadi atlet judo blind, Saul mengaku banyak kesulitan yang ia alami.
“Aku terkadang putus asa karena capek, badan sakit-sakit, teknik salah, dan nggak bisa menguasai gerakan. Namun, pelatihku banyak sabar dan aku juga diberikan semangat oleh orang-orang di sekitarku. Itu semua aku jadikan motivasi dan Puji Tuhan bisa sampai juara,” kata Saul.
Demi meningkatkan kemampuan dalam judo, Saul latihan secara rutin selama seminggu. Mulai dari latihan fisik hingga latihan teknik.
“Saya merasa judo ini bagus untuk tunanetra. Bisa bantu untuk menguatkan feeling saya dalam beraktivitas ke luar rumah jadi lebih berani,” jelasnya.
Dari olahraga ini, Saul berharap bisa memiliki penghasilan sendiri, tidak bergantung pada orang tua, dan menjadi sosok yang mandiri.
Saul pun berpesan untuk teman-teman disabilitas, khususnya tunanetra, agar terus semangat dan berjuang dalam menjalani hidup.