Loneliness is My Best Friend — Cerminan Aktualisasi Diri

Killian Lucifer
Booknotations
6 min readJun 9, 2024

--

‎ ‎ ‎

‎ ‎ ‎

Tidak pernah terpikirkan olehku untuk membeli buku ini dan menjelajahi isinya. Buku ini sempat ramai dibicarakan kala ia terbit pertama kali di pasaran. Hampir semua orang di sekitarku membicarakannya, dan ketika sekarang aku baru mulai membacanya, aku baru sadar bahwa mereka telah rampung membaca hingga halaman terakhir bahkan melempar tatapan heran saat aku membicarakan isinya sekarang—tahun 2024, seakan ‘Oh.. Ini. Udah baca lama, sih’, padahal terbitan awalnya baru Agustus 2022.

Buku ini punya pesona tersendiri untukku yang menyukai sampul buku sederhana dengan ilustrasi sederhana pula. Terlebih dominansi warna biru, suasana malam sebuah pemukiman serta senyuman bulan sabit itu, fase bulan kesukaanku! Sekali ini saja aku memborong buku tanpa membaca kisah singkat di belakangnya. Pertama, karena buku ini masih aktif dicetak—Ya.. Boleh dong, kalau aku berpikir buku ini memang berbobot isinya. Kedua, karena buku ini hanya tinggal satu saja di rak toko buku kotaku, tak bisa kutahan lagi rasa cuek mengenai buku ini meskipun ternyata bukunya cukup tebal (±1.5 cm) dan memiliki 306 halaman. Jadi, aku mengoleksinya satu! Aku harap pembaca notasi ini juga bisa ikut memiliki dan merasakan manfaatnya secara langsung, hehe..

‎ ‎ ‎

‎ ‎ ‎

Interesting Part

‎ ‎ ‎

Sekilas aku pikir buku ini akan berisi untaian kalimat indah puitis tentang kesendirian, namun ternyata buku Loneliness is My Best Friend karya Alvi Syahrin ini lebih dari sekadar ekspektasi tersebut. Self Improvement, label tertera saat kucari sedikit informasi sebelum membaca bukunya. Hal menarik yang pertama kali aku temui adalah.. Bagaimana penulis menyusun isi buku dengan cara yang menarik, seakan dalam lembar demi lembarnya, ia berbicara empat mata bersama pembaca, seakan ia tak ingin hanya seorang diri yang banyak bicara. Alvi Syahrin hadir dan menemani pembacanya di setiap lembar yang ada, tak jarang pula bertanya dan melempar opini untuk pembacanya tanggapi. Hal ini membuatku tak sadar telah banyak membalik lembar demi lembar dan.. viola! Aku menamatkannya dalam 2 hari saja. Itu salah satu record membanggakan bagi slow reader sepertiku, walaupun isi bukunya tidak padat.

Penyusunan dan tata letak juga sangat nyaman untuk si pembaca slow reader. Lapang dan tidak padat layaknya buku puisi, makanya aku sempat mengira ini buku puisi, hehe.. Well.. Penyusunan dengan sisa kosong yang luas seperti pada buku ini memang mendukung cara penulis berusaha menghadirkan dirinya dalam buku. Buku self improvement dengan tata letak begini juga tidak memberatkan pembaca yang tipenya malas melihat banyak sekali kalimat dan penempatan padat serta penuh teori A, B, C, Z dalam setiap halamannya. Ah.. Buku ini benar-benar santai dan menurutku sesuai harapan penulisnya, bisa ‘hadir’ menemani pembacanya.

Pada bonus podcast di akhir buku ini juga menjelaskan kalau penulis sebenarnya sangat relate dengan kesendirian, telah lebih dulu melewati masa sulit bernama “kesendirian” tersebut serta menyembuhkan diri sendiri lewat menulis buku untuk para pembacanya ini. Wah.. Sebuah motivasi. Memang sih, menulis terkadang melepas apa yang berat bagi sebagian orang, termasuk aku. Jadi bisa dengar langsung penulis menceritakan serba-serbi buku dari awal sampai akhir, ya..

‎ ‎ ‎

‎ ‎ ‎

Highlights

‎ ‎ ‎

Ini adalah beberapa kalimat dalam buku yang kurang lebih relate dan aku komentari karena menarik!

‎ ‎ ‎

You are rare

Yap, manusia memang semuanya berbeda, bahkan saudara kembar paling identik sekali pun. Takjub betul sama kemampuan Tuhan dalam mencipta.

‎ ‎ ‎

Dan eksprektasi adalah musuh terbesar dalam persahabatan and any other relationship. Ekspektasi adalah sumber datangnya kesepian.

Sangat benar dan cukup menampar.. Menurutmu gimana, ini fakta atau fakta?

‎ ‎ ‎

Supaya saat teman baru datang, you’ll be so much healthier and more valuable

Bagian ini tentang gimana hakikatnya seorang teman. Bahwa walau teman datang dan pergi, tapi mereka punya peran masing-masing dan punya masa kapan peran itu selesai. Begitu juga dengan diri kita. Sedih kehilangan teman, tidak apa-apa, tapi jangan larut sampai melepas diri kita yang sebenarnya menarik—yang sebenarnya bisa mendapat teman baru di lembar kisah yang baru. Mari pikirkan dari sisi kita sendiri, apakah menyenangkan kalau baru kenalan, tapi kita sudah menghadapi sisi tergelap orang tersebut terlalu deras, terlalu kuat? Aku jadi ingat ini :

“Jika kau menatap lama ke dalam gelapnya jurang, jurang yang gelap itu juga akan menatap ke arahmu.” — Friedrich Nietzsche

‎ ‎ ‎

Kenapa teman selalu datang dan pergi, tapi aku selalu bertahan? Mungkin poin utama pertemanan adalah sesederhana meninggalkan bekas kebaikan dalam hidup seseorang.

Ini adalah salah satu cara berpikir positif yang diajarkan dalam buku, tentang mengubah cara pandang kita mengenai suatu masalah. Ya.. benar juga. Walaupun menyesakkan, melihat fakta bahwa kepergian mereka pernah meninggalkan peran kebaikan dan kebahagiaan walau sejenak, kenapa masih terus mengutuk ‘kepergian’ tersebut?

‎ ‎ ‎

Kita perlu melakukan hal-hal sulit untuk berkembang

Apakah kita punya pemikiran yang sama dengan kalimat ini? Menurutku.. Untuk berkembang, belajar, dan berubah ke arah yang lebih baik memang mengorbankan rasa nyaman, karena apa? Karena tidak biasa, alias belum pernah melakukan itu sebelumnya. Tentu terasa sulit pada awalnya.

‎ ‎ ‎

Gimana?

Apakah bagian aktualisasi diri dari highlights terbaik menurutku itu sudah terlihat lebih jelas? ‎ ‎

Setelah membaca bukunya, aku menyadari bahwa sebagian isi buku cukup mempengaruhi pola pikirku karena aku merasa pernah mengalaminya. Aku juga bisa merasakan bahwa penulis ingin pembacanya—terutama yang memang saat ini sedang merasa kesepian, hampa, selalu kurang, selalu tak bahagia dengan apa yang sedang ada—memahami konsep aktualisasi diri yang tersirat dalam setiap kalimat semangat dan membangun yang ia selipkan di semua bab seperti mengembangkan sifat-sifat baru, yang lebih positif dan lebih terbuka sehingga bisa saja membangkitkan potensi diri para pembacanya. Karakteristik aktualisasi diri yang paling kontras dielukan disini adalah berdamai dengan kesendirian, berpikir bahwa sendiri bukan hal yang sial, bukan yang amat menyedihkan melainkan menerima kesendirian itu dengan cara berpikir lain mengenai adanya makna baik dibalik sendirian.

Bisa bikin pembacanya mampu melakukan penerimaan diri sendiri dan orang lain secara begitu apa adanya. Mantap, ya?

Selain dari adanya solusi tentang penerimaan diri sendiri dalam kesendirian, pembaca juga diajak menengok kembali dunia luar—memandang keluar jendela idealis manusia kebanyakan. Ada banyak cara untuk tidak merasa sepi dan sendirian lagi, dan jika harus berdiam dalam kesendirian, pembaca yang benar bisa menyerapi makna buku ini akan ikhlas, berdamai dan merasa sendirian tidaklah seburuk itu lagi.

Banyak sekali sisi aktualisasi diri disini, berhubung babnya banyak sekali dan membahas berbagai variasi permasalahan yang membuat manusia bisa merasa kesepian. Tidak melulu soal teman, sahabat, tapi Alvi Syahrin juga menambahkan hubungan dengan orang tua, keluarga, kekasih, bahkan orang asing. Kesepian juga bisa datang dari orang asing di hadapan kita, lho! Hah.. Kompleks betul memang topik “Kesepian” ini. Lebih lengkapnya, bisa dibaca langsung buku Loneliness is My Best Friend karya Alvi Syahrin ini, ya!

‎ ‎ ‎

‎ ‎ ‎

Ada satu hal yang ingin aku bahas sedikit, yang mana cukup ditonjolkan penulis yaitu unsur keimanan. Sebenarnya aku sedikit menyayangkan cara penulis hanya berbicara menggunakan perspektif agamanya saja. Setidaknya, penyebutan “Tuhan” secara umum atau penambahan kalimat untuk yang bukan islam mungkin bisa diterapkan di buku berikutnya, sejenis.. “Tetap ada Allah, tetap ada Tuhan”. Meskipun aku juga belum baca semua buku dari trilogi Self-Healing ini, ya.. Mungkin saja penulis dapat lebih memperluas untaian kata sejenis ini di kemudian hari. Sedihnya, ini bukan sekali dua kali aku membaca buku self-improvement yang melakukan hal serupa.

Namun, di samping itu.. Kutipan-kutipan suci yang tertera, doa-doa yang ada, kepercayaan penulis yang ikut dibagikan sebagai penenang ini pun ikut menyejukkan pikiran serta hatiku juga. Sailah.. Cihiyy.. Maksudnya, walaupun itu spesifik kepercayaan mayoritas di negara ini, namun kalimatnya memang seindah itu. Aku akui. Beberapa kali mataku berkaca-kaca karena diingatkan tentang hubungan kesepian kita dan Tuhan. Damage kuasa Tuhan gitu, lho.. Gak damage doi doang yang bisa bikin mata berkaca-kaca. Jiakh.. Anak sholeh, anak sholeh vibes.

Meski penyebutan Sang Pencipta itu tidak meluas ke kepercayaan minoritas, tapi sebagai salah satu manusia yang mempercayai eksistensi Tuhan, aku tetap tersentuh dengan unsur kuasa Tuhan yang penulis coba jelaskan. Sangat lembut dan tidak memaksa.

‎ ‎ ‎

‎ ‎ ‎

“Maka Ingatlah kepada-Ku, aku pun akan ingat kepadamu.” (Q.S. Al-Baqarah: 152)

‎ ‎ ‎

Hari-hari terbaik datang saat kita dekat dengan Tuhan.

Hari-hari terburuk hadir saat hati kita terlalu penuh dengan manusia.

‎ ‎ ‎

— Booknotations —

‎ ‎ ‎

--

--

Killian Lucifer
Booknotations

잠시 숨울 고르고, 다시. 힘들고 지친 여정을 마치면, 우리는 세상에 없던. Tuesday Addict — 🇵🇸