Manajemen Waktu Untuk Wanita — Abu al-Hasan bin Muhammad al-Faqih

Dwi's Journal✍️📖
Booknotations
3 min readJun 21, 2024

--

https://images.app.goo.gl/kcDU6q6oimPxiAgy5

Berbicara mengenai waktu, aku teringat dengan sabda Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi,

“Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang” (HR. Bukhari no. 6412)

Kedua nikmat tersebut patut disyukuri setiap insan yang saat ini masih diberikan kesempatan oleh Allah Ta’ala untuk mengarungi kehidupan di dunia ini. Namun kedua nikmat itu pula yang seringkali dilupakan oleh manusia. Aduhai, betapa sedihnya diri ini tatkala mengingat kembali kedua nikmat tersebut.

Pada bagian mukaddimah buku “Manajemen Waktu Untuk Wanita” karya Abu al-Hasan bin Muhammad al-Faqih, dibahas hubungan antara kedua kenikmatan tersebut, beliau mengatakan,

“Kesehatan adalah energi tubuh yang membuat kita sanggup bergerak dan beraktivitas secara optimal dalam kehidupan sedangkan waktu luang adalah energi jiwa yang bisa dirasakan dan dimiliki pada suatu waktu dan hilang di waktu lain. Karena itu, saat kita merasakan perlunya memberdayagunakan energi tubuh ini pada ruang-ruang waktu yang senggang dan kita salurkan energi tersebut pada jalur-jalur yang membawa kemaslahatan dan keselamatan hidup dalam kehidupan kita, maka kita telah dikarunai kenikmatan mensyukuri keduanya dan kita telah memperoleh keuntungan dari memberdayakan keduanya….”

Setelah membaca untaian kalimat di atas, membuatku merenung, bahwa ketika badanku kelelahan, kondisi sakit, lalu letih, aku tidak bisa melakukan kegiatan dengan optimal bahkan harus istirahat dulu hingga sembuh. Akhirnya jadwal yang telah aku atur harus ditunda terlebih dahulu. Jadi ketika tubuh tidak ada energinya dan waktu harus terbuang begitu saja, maka ini menekankan bahwasannya kedua hal tersebut sangat berhubungan. Namun nyatanya, seringkali ketika badan telah sehat, terkadang kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selalu tertunda dengan kata “nanti” seakan-akan kedepannya masih ada kesempatan lain.

Maka dari itu, penulis memulai buku ini dengan mengenali hakikat waktu. Bukan langsung pada inti buku tersebut yaitu langkah-langkah dalam mengelola waktu. Hal ini bukan tanpa alasan, ketika kita mengetahui hakikat waktu dan sadar akan waktu yang begitu berharga dan amanah yag nantinya akan dimintai pertanggungjawaban, maka kita akan berkomitmen untuk menjaga dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin, serta ini merupakan langkah awal dalam mengelola waktu. Sebagaimana yang penulis katakan dalam buku ini,

“Ketahuilah saudariku wanita muslimah, sejauh mana engkau mengenal dan memahami nilai waktu dan hakikatnya dengan benar, dan semakin agung hakikat kedudukan dan keistimewaannya dalam hatimu, maka sungguh engkau telah merealisasikan langkah penting menuju pemahaman yang benar dalam memberdayakan waktu dengan cara yang tepat.”

Setelah menjelaskan betapa pentingnya mengetahui nilai suatu waktu, maka pembahasan berlanjut pada inti dari buku ini yaitu langkah-langkah dalam mengelola waktu. Ada 3 langkah utama dalam mengelola waktu yaitu komitmen dengan perencanaan yang berkesinambungan, introspeksi yang berkesinambungan, dan menghindari faktor-faktor kegagalan. Nah pada langkah ketiga yaitu menghindari faktor-faktor kegagalan, hatiku merasa tergelitik akan sebuah nasihat yaitu,

“Cita-cita yang tinggi tidaklah melemah dan umat manusia tidaklah tertinggal jauh di belakang melainkan ketertinggalan dalam melaksanakan berbagai kewajiban dan kemalasan dari menunaikan tanggungjawab yang dibebankan atas mereka,”

Lemah dan malas adalah kedua hal yang sangat berbahaya, tatkala berkumpul jadi satu, pupus sudah cita-cita yang diimpikan. Ketika lemah dan malas itu menghampiri kita, maka diri kita punya potensi untuk menunda melaksanakan berbagai hal baik bahkan tidak melanjutkan proses-proses dalam mewujudkan rencana-rencana yang telah kita tetapkan. Kedua hal tersebut, bisa kita hempaskan dengan meminta pertolongan kepada Allah. Karena sejatinya kita tidak bisa berusaha sendiri untuk mengatasinya tanpa adanya pertolongan kepada Allah. Kita butuh Allah dalam setiap langkah untuk menjalankan berbagai kegiatan yang menghantarkan kita untuk mewujudkan impian.

Ada sebuah nasihat yang begitu indah tatkala berada di penghujung akhir buku ini sebelum memuntaskannya dan membuatku semakin bersemangat serta bertekad mengerahkan segala kemampuan untuk mewujudkan impian yaitu, seorang penyair berkata,

Aku melihat diriku terbang tinggi dengan usaha dan kecerdasanku
Sebagai balasan dari perut bumi yang terendah
Aku cukupkan jiwaku dan perasaanku dari balasan
Karena usaha dan kerja keras jiwaku aku persembahkan kepada Rabbku

Begitu tersentuh tatkala membaca nasihat tersebut, aku merasa diingatkan bahwa sejatinya, di dunia dengan segala aktivitas dan amalan, seyogyanya dipersembahkan hanya kepada Allah. Kita itu layaknya musafir yang tengah menempuh perjalanan jauh untuk mengumpulkan bekal kebaikan yang berguna untuk kehidupan yang abadi yaitu akhirat. Tatkala kita mempersembahkan seluruhnya kepada Allah, maka kita bisa ikhlas dan sabar dalam menjalani dan menghadapi berbagai macam gangguan.

Mari kerahkan segala daya dan upaya kita untuk meraih kesuksesan, karena kesuksesan tidak akan pernah terwujud apabila sekadar angan-angan belaka dan rencana-rencana yang terabaikan. Bersemangatlah dan bersabarlah..

✍️penabirunyadwi || 15 Dzulhijjah 1445H

--

--

Dwi's Journal✍️📖
Booknotations

Memaknai setiap inci kehidupan dengan menulis, membaca, dan berbagi gagasan.