Brand: Mulai Dari Penanda Ternak Hingga Pembangun Mindset

Asal Usul Kata “Brand” dan Perubahan Artinya Dari Masa ke Masa

Sisylia Angkirawan
Brandchitecture
4 min readMay 9, 2020

--

Fungsi brand mulai berubah fokus, dari yang mulanya hanya sebagai penanda produk, menjadi kesan atau opini konsumen terhadap sebuah produk.

Brand atau Branding bukan lagi kata yang asing bagi kita saat ini. Brand telah menjadi senjata yang ampuh bagi para pebisnis di masa kini untuk mempromosikan produk atau jasa. Istilah brand jaman sekarang erat kaitannya dengan identitas sebuah produk atau jasa dimata para para konsumen. Meskipun keberadaan brand dalam dunia bisnis baru dirasakan dalam beberapa puluh tahun terakhir, faktanya, kata brand telah digunakan sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Lantas, seperti apa arti dan konsep branding di jaman dulu?

  1. Tahun 950–1800: Brand Sebagai Penanda Ternak

Kata brand pertama kali ditemukan dalam bahasa Norse kuno, brandr, yang artinya dibakar. Sekitar tahun 950M, kata brand berarti sebuah kayu yang terbakar, atau obor. Beberapa abad kemudian, arti ini dirubah oleh para peternak di Inggris Tengah menjadi proses menandai ternak dengan besi panas.

Besi yang dibentuk sebelum dipanasi

Ujung besi yang telah dibentuk sesuai dengan huruf/gambar yang diingikan, kemudian akan dipanaskan dalam suhu yang sangat tinggi. Besi yang panas ini kemudian akan ditekan pada tubuh ternak dan…. voila! tatto ternak cepat saji pun selesai.

hasil branding pada tubuh hewan (kiri); setiap bentuk menandakan pemilik ternak (kanan)

Dengan bentuk yang berbeda-beda, brand pada ternak ini membantu peternak untuk membedakan peliharaan mereka dengan cepat dan mudah. Beberapa brand pada hewan ternak pun sering ditemui sebagai tanda kepemilikan bersama ternak oleh beberapa orang.

2. Tahun 1820–1950: Brand Sebagai Penanda Produk/Jasa

Tidak hanya digunakan sebagai penanda hewan ternak, brand kemudian juga digunakan sebagai tanda kepemilikan produk atau jasa oleh sebuah perusahaan. Kali ini tidak lagi dengan memanaskan besi, branding pada produk digunakan dengan nama atau logo. Istilah brand, atau merek dalam bahasa Indonesia, menandai keaslian dan kualitas dari sebuah produk atau jasa.

Source: Iklan Jadul Indonesia

Setelah menamai produk mereka, perusahaan kemudian mempromosikan brand tersebut agar dikenal oleh masyarakat. Strategi utama dalam branding produk pada saat itu yaitu dengan menceritakan keunikan dan kualitas produk kepada konsumen. Pada contoh iklan diatas, bisa diamati banyak sekali penjelasan mengenai produk dan kualitasnya seperti “margarine yang terbaik”, “bila perlu boleh diminum”, “sabun dipakai oleh 9 dari 10 bintang film”. Deretan deskripsi ini bertujuan untuk mempromosikan produk dan kualitasnya secara cepat dan efektif. Dengan adanya brand sebagai pembeda, peluang bisnis kini terbuka dengan lebar. Meskipun menjual barang yang sama, Produsen dapat menggunakan brand untuk memenangkan hati pelanggan, bahkan menjual produk tersebut dengan harga yang lebih tinggi.

3. Tahun 1950 – Sekarang: Brand Sebagai Kesan/Opini Konsumen

Transformasi brand terlihat jelas setelah tahun 1950 hingga sekarang. Memasuki tahun millenial dengan segala digitalisasi dan kebebasan berekspresi, brand tidak dapat menjadi penanda produk saja. Fungsi brand mulai berubah fokus, dari yang mulanya hanya sebagai penanda produk, menjadi kesan atau opini konsumen terhadap sebuah produk.

Cara baru brand berkomunikasi dengan konsumen

Di jaman modern ini, brand digunakan untuk membentuk serangkaian mindset terhadap sebuah produk atau jasa. Konsumen menjadi fokus dari kegiatan promosi, dan bukan lagi produk. Perusahaan bahkan tidak perlu repot-repot menjelaskan kualitas produk mereka. Kuncinya hanya satu: apa kesan konsumen terhadap produk mereka?

Bagi penganut marketing aliran jadul, cara komunikasi ini memang terlihat janggal. Melihat iklan sariwangi sebagai contoh, apa hubungan teh dengan dengan membicarakan isi hati?. Nyatanya terdapat makna tersirat dari setiap pesan yang digunakan. Pada contoh diatas, Sariwangi menjadi pendamping dalam quality time bersama keluarga, dan Dove memberikan kepercayaan diri yang dimulai dengan perawatan rambut yang tepat. Cukup masuk akal bukan? Selain bersifat personal, gaya branding ini juga memberikan kesan mendalam pada konsumen. Loyalitas tinggi merupakan bayaran terhadap brand yang memahami isi hati konsumen. Tidak jarang banyak konsumen yang jatuh cinta terhadap brand tertentu bukan karena kualitas produk tersebut, namun karena kesan yang dapat diberikan brand kepada konsumen. Memang kadang-kadang cinta tak ada logika, kan? 😉😉

--

--