Kenapa Bahasa Cinta Pemerintah Indonesia Adalah Cek Ombak Dulu?

Kini warga negara Indonesia memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan melalui platform digital.

BTS
BTS.ID
7 min readJun 15, 2024

--

Photo by Tyler Nix on Unsplash

Pejabat publik di negara ini kalau membuat kebijakan itu seperti cek ombak, kalau dikritik tinggal ditunda/dibatalkan,” kata pengguna X.

Goverment suka banget cek ombak deh akhir-akhir ini, curiga cuma mau ngecoh rakyat buat pengalihan isu besar yang semestinya prioritas jadi malah lupa karena keluar isu-isu baru lainnya,” cuit netizen.

Akhir-akhir ini istilah ‘cek ombak’ melekat erat pada sistem kerja pemerintahan Indonesia. Istilah tersebut lahir dari kebiasaan pemerintah yang sering merevisi aturan hukum yang sudah ditetapkan setelah mendapatkan gelombang protes dari masyarakat di dunia nyata maupun maya (viral). Kenapa pemerintah suka cek ombak?

Saya tidak tahu apakah ini ada hubungannya, tapi saya menemukan artikel ini saat saya akan membuat ulasan tentang sebuah seminar online yang saya ikuti. Dipublikasikan pada 16 September 2023, artikel ini berjudul How rediscovering nodality can improve democratic governance in a digital world karya Helen Margett dan Peter John. Bagi yang ingin membacanya, saya sertakan tautannya di bawah tulisan ini.

Artikel tersebut tentang perubahan nodalitas pada pemerintahan di era digital. Nodalitas adalah sebuah konsep yang mengacu pada kemampuan pemerintah untuk menerima sinyal dan menyebarkan informasi. Sederhananya, nodalitas adalah tentang kemampuan menjadi pusat dalam jaringan sosial dan informasi.

Nodalitas pertama kali diperkenalkan oleh Christopher Hood dalam skema NATO (Nodality, Authority, Treasure, dan Organization). Nodality termasuk salah satu dari empat instrumen pemerintah untuk membuat kebijakan.

Namun semakin menonjolnya platform digital dalam kehidupan publik, konsep nodalitas pun bergeser. Dulu yang memiliki kemampuan sebagai pusat jaringan sosial dan informasi adalah pemerintah.

Akan tetapi kini warga negara juga memiliki kemampuan untuk membangun nodalitas mereka sendiri melalui platform digital. Mereka dapat berbagi informasi, berpartisipasi dalam diskusi publik, dan bahkan meluncurkan gerakan kolektif untuk mempengaruhi kebijakan.

Nodalitas Pemerintah

Sebelum era internet, pemerintah memiliki keunggulan dalam nodalitas. Pemerintah dapat mengumpulkan dan menyebarkan informasi secara luas untuk mempengaruhi perilaku masyarakat. Misalnya, kampanye anti-rokok yang menampilkan dampak buruk rokok dan kematian perokok.

Nodalitas pemerintah juga penting dalam situasi genting, seperti penyebaran informasi terkait COVID-19. Nodalitas adalah instrumen paling murah dan mudah yang dapat digunakan pemerintah. Pemerintah yang lemah dalam nodalitas akan kesulitan menjalankan kebijakan secara efektif.

Perubahan Sifat Nodalitas Pemerintah

Munculnya platform digital, terutama media sosial, membuat pemerintah menghadapi persaingan yang lebih ketat dalam mendapatkan perhatian publik. Kini, warga negara terpapar berbagai sumber dan suara informasi yang membingungkan.

Dominasi pemerintah dalam nodalitas ditantang oleh berbagai pihak, mulai dari media arus utama hingga tokoh masyarakat yang memiliki jutaan pengikut. Contohnya, di Inggris, ahli keuangan Martin Lewis memiliki pengikut di media sosial yang jauh lebih banyak dibanding lembaga pemerintah Inggris mana pun. Jika Lewis menyoroti perlunya perubahan kebijakan, masyarakat cenderung lebih mendengarkannya dan berpotensi menentang kebijakan pemerintah saat ini.

Nah, untuk mempertahankan kekuatan nodalitas di era digital, pemerintah kini bergantung pada platform raksasa seperti Google. Teknologi digital terbaru juga sebenarnya dapat membantu pemerintah untuk meningkatkan pemahaman tentang warga negaranya. Misalnya, penggunaan “data science” dan kecerdasan buatan (AI) untuk membantu mengidentifikasi kelompok rentan dan memahami masalah yang perlu diatasi.

Dengan metode data science, pemerintah dapat mengekstrak dan menggunakan data untuk mengetahui pengalaman warga negara terhadap layanan pemerintah dan tantangan yang mereka hadapi. Informasi tersebut kemudian dapat digunakan untuk meningkatkan layanan dan pengambilan keputusan pemerintah.

Pemerintah juga dapat menggunakan teknologi digital untuk merancang mekanisme baru dalam bertukar informasi dengan warga negara. Hal ini dapat mendorong inovasi demokratis dan pertukaran informasi yang lebih efisien.

Lalu, teknologi digital juga berguna membantu pemerintah meningkatkan kemampuan memprediksi. Teknologi seperti “machine learning” dapat membantu pembuat kebijakan meramalkan tren dan masalah sosial sehingga mereka dapat merencanakan secara efektif.

Metode data science seperti “agent computing” menawarkan cara baru untuk menstimulasi intervensi kebijakan. Hal ini memungkinkan pembuat kebijakan untuk memahami potensi konsekuensi tak terduga dari suatu kebijakan tanpa harus mengalaminya secara langsung.

Nodalitas Warga Negara di Era Digital

Munculnya internet dan media sosial membuat warga negara kini memiliki kemampuan untuk membangun nodalitas mereka sendiri. Nodalitas warga negara terwujud melalui tindakan-tindakan kecil di dunia digital, seperti “like”, “follow”, dan berbagi informasi terkait isu kebijakan.

Tindakan-tindakan kecil ini, jika berskala besar, dapat memicu gerakan kolektif dan mempengaruhi kebijakan publik. Contohnya yaitu All Eyes on Papua, All Eyes on Rafah, hingga Tapera. Nodalitas warga negara memungkinkan mereka untuk mempengaruhi warga negara lain dan berpotensi mempengaruhi pembuatan kebijakan.

Nodalitas warga negara adalah instrumen yang paling mudah diakses dan bisa sangat efektif jika berskala besar. Warga negara dapat menggunakan nodalitas untuk kepentingan individu dan kolektif. Misalnya, menyampaikan keluhan melalui platform online pemerintah, kemudian berpartisipasi dalam gerakan kolektif untuk memperbaiki masalah tersebut. Nodalitas warga negara yang kuat dapat mendorong kebijakan yang lebih baik dan membuat pemerintah lebih transparan.

Mobilisasi Publik melalui Media Sosial

Tokoh masyarakat kini dapat memanfaatkan media sosial untuk memobilisasi publik dan mempengaruhi kebijakan. Contohnya, pesepakbola Inggris Marcus Rashford berhasil menekan pemerintah untuk mendanai program makanan gratis bagi anak sekolah selama libur sekolah di masa pandemi COVID-19. Ia berhasil melakukannya dengan memanfaatkan jutaan pengikutnya di media sosial dan mempopulerkan tagar #HolidaysWithoutHunger.

Interaksi Nodalitas Pemerintah dan Warga Negara

Ada dua bentuk nodalitas, yaitu:

Pemberi Informasi (Nodal Effectors): Pihak yang menyebarkan informasi untuk mempengaruhi perilaku.

Penerima Informasi (Nodal Detectors): Pihak yang mengumpulkan atau menerima informasi untuk memahami situasi sosial dan kebijakan.

Concepts for studying nodality. (onlinelibary.wiley)

Jika Nodal Pemerintah dan Warga Sama Tinggi

Untuk pemerintahan demokratis, idealnya nodalitas pemerintah dan warga negara sama-sama kuat, saling memperkuat dan menciptakan kebijakan yang lebih baik.

Pemerintah dapat menggunakan kemampuan deteksi nodal (nodal detectors) untuk memahami kebutuhan dan merancang intervensi kebijakan. Informasi yang didapat dari warga negara dapat digunakan untuk membuat instrumen nodal effector yang lebih efektif, seperti intervensi perilaku atau kampanye.

Sementara itu, warga negara dapat menggunakan kemampuan mereka untuk mencari informasi (nodal detectors) guna meningkatkan kesejahteraan individu. Peningkatan kesejahteraan individu ini nantinya dapat mendorong warga negara untuk terlibat dengan pemerintah (sebagai nodal effector), misalnya melalui pengaduan, pelaporan, penyampaian ketidakpuasan, atau mengangkat isu di media sosial. Selain itu, warga negara juga dapat berkomunikasi satu sama lain untuk meningkatkan kapasitas kolektif.

Pemerintah kemudian dapat menggunakan sinyal-sinyal dari suara warga negara tersebut untuk mendeteksi tren sosial, misalnya, peningkatan kejahatan online atau indikator layanan yang gagal. Pemerintah perlu melihat sumber informasi yang saling melengkapi untuk memperkuat di berbagai sektor.

Siklus umpan balik yang positif ini kemudian menciptakan lingkaran kebaikan dalam pembuatan kebijakan dan keterlibatan dalam sistem demokrasi. Dengan kata lain, nodalitas warga negara membantu meningkatkan nodalitas pemerintah, yang mengarah pada pembuatan kebijakan yang lebih baik.

Jika Nodal Pemerintah dan Warga Sama Rendah

Pemerintah dengan kemampuan deteksi yang lemah akan kesulitan merancang instrumen “nodal effectors” yang efektif. Jika “nodal effectors” pemerintah lemah, warga negara mungkin beralih ke sumber informasi alternatif (yang berpotensi berbahaya) daripada pernyataan resmi dari ahli.

Misalnya, jika pemerintah tidak dapat mendeteksi masalah di pasar keuangan dan menyebarkan informasi keuangan yang dapat dipercaya, warga negara mungkin beralih ke pinjol atau judol untuk mendapatkan bantuan. Masalah sosial akhirnya akan muncul.

Kemampuan deteksi yang lemah pada pihak warga negara (misalnya, dengan tingkat literasi digital yang rendah) juga akan membuat mereka lebih rentan terhadap misinformasi dan kurang mampu melaporkan masalah atau mengungkapkan ketidakpuasan.

Masalah tersebut dapat berdampak pada ketidakseimbangan yang lebih besar dalam sistem politik, seperti pergeseran menuju otoritarianisme. Dalam situasi ini, nodalitas warga negara semakin lemah, sementara nodalitas pemerintah menjadi semakin kuat.

Jika Nodal Pemerintah dan Warga Stagnan

Apabila nodalitas kedua belah pihak rendah mengakibatkan stagnasi dan kurangnya arah karena pemerintah tidak dapat berbicara atau mendengarkan warga negara, dan juga tidak dapat menggunakan pemahaman sosial untuk membuat keputusan kebijakan yang efektif. Selain itu, warga negara juga memiliki sedikit kemampuan untuk membuat pemerintah sadar akan masalah mereka, yang mengarah pada sikap pasrah.

Jika Nodal Pemerintah dan Warga Berat Sebelah

Sedangkan jika nodalitas warga negara kuat dan nodalitas pemerintah lemah, kemungkinan besar akan menyebabkan gejolak dan pembuatan kebijakan yang berlebihan. Sebaliknya, kombinasi nodalitas pemerintah yang kuat dan nodalitas warga negara yang lemah cenderung mengarah pada pemerintahan otoriter, top-down, yang tidak responsif terhadap kebutuhan warga negara.

Solusi Meningkatkan Nodalitas Pemerintah

  1. Menggunakan data science untuk memahami dampak kebijakan. Penggunaan teknologi berbasis data oleh pemerintah menawarkan potensi besar untuk meningkatkan kemampuan deteksi nodality melalui deteksi, pengukuran, prediksi, dan pandangan ke depan.
    Semakin banyak pemerintah mengetahui tentang warga negaranya, semakin baik mereka dalam menyebarkan informasi melalui jaringan masyarakat.
  2. Mengembangkan instrumen “nodal effecting” berdasarkan riset perilaku. Namun, penting untuk dicatat, nodal effecting dapat digunakan untuk memanipulasi opini publik untuk keuntungan politik daripada kebaikan publik. Oleh karena itu, pemerintah harus transparan tentang penggunaan nodalitas mereka untuk membangun kepercayaan dengan warga negara.

Solusi Meningkatkan Nodalitas Warga

Literasi digital

Literasi digital tidak hanya tentang kemampuan menggunakan teknologi, tetapi juga tentang memahami, menganalisis, dan menggunakan informasi secara kritis dan bertanggung jawab. Warga memiliki kemampuan literasi digital baik dapat mengidentifikasi informasi yang akurat dan menghindari informasi yang menyesatkan. Warga akan memverifikasi informasi sebelum membagikannya dengan orang lain.

Dengan tidak mudah termakan hoaks, warga dapat memahami lebih baik masalah publik dan memberi tahu pemerintah tentang apa yang benar-benar mereka butuhkan. Hasilnya, pemerintah menjadi lebih dapat membuat kebijakan yang tepat guna dan inklusif.

Di akhir, penulis artikel ini mengingatkan bahwa dunia digital tidak statis tetapi terus berubah dengan generasi teknologi digital berikutnya. Dengan memanfaatkan kemampuan teknologi terbaru misalnya AI, pemahaman yang lebih mendalam tentang nodality dapat digunakan untuk menghasilkan model keterlibatan warga negara yang lebih bersifat percakapan. Juga berguna mendorong lingkaran kebajikan antara nodality pemerintah dan warga negara.

Begitulah, kata artikel ini. Jadi, kalau bisa saya simpulkan, cek ombak merupakan bahasa cinta pemerintah Indonesia saat ini. Oleh karena itu, warga Indonesia perlu meningkatkan literasi digital agar pemerintah bisa membuat kebijakan yang lebih inklusif dan efektif. Pemerintah juga harus belajar lebih peka untuk memahami bahasa cinta warganya.

Berikut tautannya:

https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/padm.12960

--

--