Evaluasi 100 Hari Kerja Bupati Termuda

Tanol DoaNk
Bung Tanol
Published in
7 min readJan 29, 2017
ilustrasi Day: 100

Mengawali sebagai Bupati definitif Sultan Riska Tuanku Kerajaan setelah pelantikan secara serentak 12 pasang kepala daerah tingkat kabupaten dan kota di Sumatera Barat pada tanggal 17 Februari 2016, dilantik langsung oleh Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno di aula Gubernuran Sumatera Barat, dengan slogan “ayo kerja-kerja” ini dibuktikan dengan awal bekerja bagaikan kura-kura mencoba untuk berlari cepat melakukan sidak ke Rumah Sakit pada tanggal 24 Februari 2016.

Upacara Pelantikan Kepala Daerah di Gurbernuran Sumatra Barat

Bupati menemukan permasalahan di sana keadaan Rumah Sakit sangat memprihatinkan dari segi fasilitas, pelayanan dan anggaran. Masalah obat-obatan yang paling urgen senada dengan ucapan kepala dinas pihak rumah sakit masih berhutang kepada penyalur obat sedangkan anggaran yang disediakan oleh Pemda 3 M sedangkan keperluan mencapai 5 M jadi anggaran minus 2 M.

Sutan Riska melakukan sidak di RSUD. foto: valora.co.id

Untuk menyelesaikan permasalahan ini Pemda bekerja keras untuk mencari solusi kekurangan dana untuk keperluan Rumah Sakit. Apalagi ini salah satu Rumah Sakit Umum yang sangat membantu masyarakat untuk berobat demi kesehatan.

Keadaan seperti ini menjadi tanda tanya apa yang diperbuat kepala dinas sangat bagus dari segi memenuhi kebutuhan obat-obatan untuk masyarakat sedangkan, tindakan seperti ini harus di evaluasi supaya tidak terjadi tumpang tindih dalam menggunakan anggaran.

Beralih berbicara Anggaran tentu tidak lepas dari pendapatan daerah Dharmasraya, di mana pendapatan daerah Dharmasraya pada tahun 2015 kemarin di targetkan 67.755.812.750, dana perimbangan 604.924.435.830, pendapatan yang sah 133.211.224.193, belanja daerah tidak langsung 393.359.759.449, belanja langsung 406.996.914.780, pembiayaan 34.455.925.341 sedangkan terealisasi 56.694.339.206 atau 83,67%.

Ini langkah kerja yang seharusnya diprioritaskan oleh duet maut Sultan Riska Tuanku Kerajaan dengan Dt. Amrizal Rajo Medan sebagai bahan perbandingan signifikan atau tidak ke depannya demi tercapai kemajuan daerah Cati Nan Tigo.

Setidaknya gambaran ini memberikan sudut pandang. Di mana bentuk keseriusan eksistensi dan rasa optimisme Sultan Riska Tuanku Kerajaan untuk membenahi perubahan dari sistem birokrasi dan administrasi beliau juga melakukan Sidak pada tanggal 29 Februari 2016 ke salah satu Instansi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, langkah yang diambil beliau cukup menarik perhatian masyarakat ketika bertemu dengan Darah Biru tersebut dan sekaligus melakukan interaksi langsung mengenai keluhan warganya dalam mengurus administrasi.

Ia telah mendengar dari telinganya sendiri bahwa telah terjadi pemungutan biaya dalam pengurusan administrasi tersebut. Pemungutan mencapai Rp 50.000 untuk disetorkan PAD Dharmasraya sendiri menurut statement Kepala Dinas sesuai dengan Peraturan Bupati, setelah Kadis menjelaskan hal tersebut kepada sang Darah Biru. Beliau malah menginstruksikan kepada Kadis untuk mencabut peraturan tersebut.

Hal ini sungguh ironis sekali. Apa yang dilakukan Sang Darah Biru terlalu gegabah karena eksistensi Darah Muda berapi-api membakar semangat yang menggebu-gebu dalam mengambil suatu keputusan atau kebijakan sesaat sebagai seorang perfeksionis. Entah pertimbangan dari mana dari pikiran beliau ini untuk melakukan hal tersebut tanpa dasar hukum yang kuat, sehingga pencabutan peraturan tersebut melalui mulut saja.

Selanjutnya, pada tanggal 1 Maret 2016 melalui instruksi beliau ini, bentuk administrasi di Dinas tersebut tidak dikenakan biaya lagi. Seharusnya, langkah yang dilakukan Darah Biru ini tentu mempersiapkan Draf tentang pencabutan Peraturan Bupati tersebut.

Memang kebijakan yang dibuat oleh beliau sungguh sangat efektif dan ideal bila dipandang kaca mata subyektif untuk membantu dan mempermudah masyarakat dalam mengurusi segala urusan administrasi.

Melihat permasalahan perubahan kebijakan ini salah satu langkah yang ceroboh dan akan menjadi ganjalan maupun malapetaka bagi proses Sultan Riska Tuanku Kerajaan dalam bertindak, tanpa tidak sadar memikirkan dampak apa yang akan terjadi di pemerintahan masa kepemimpinannya atau benar-benar tidak mengerti sama sekali sama sistem pemerintahan.

Kebijakan yang telah terlontar dari mulut sang Darah Biru tersebut bukan sebuah formalitas berdasarkan hukum. Entah di mana nantinya akan dialokasikan anggaran untuk menutupi PAD selama kebijakan tersebut belum dicabut secara konstitusional sebagai aparatur negara atau pejabat publik sesuai dengan UU NO. 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana dalam melaksanakan tugas dan kewenangan Kepala Daerah.

Semoga awal kerja yang telah dilakukan Darah Biru bukan semata-mata mengambil hati masyarakat demi pencitraan mendongkrak elektabilitas sehingga tercapai popularitas sebagai Bupati termuda namun tanpa ada kompetensi.

Kejadian dan tindakan yang dilakukan tirani ini dengan kebobrokan melenting jauh dan sangat krusial melihat fenomenanya menjadi tanda tanya indikasi keganjilan negatif namun tidak membuat kobaran api menyala di kalangan elite maupun politikus-politikus Dharmasraya untuk mencuat mengkritisinya.

Entah mereka tuli tidak mendengar ataupun buta tak terlihat lagi tentang keadaan sebenar-benarnya yang telah terjadi. Di sini sangat terlihat jelas kepiawaian Sultan Riska Tuanku Kerajaan untuk meredam percikan-percikan api yang akan membakar tubuhnya.

Dari sekian banyak janji-janji politik yang terlontarkan maupun tersurat tentu akan menjadi momok bagi Sultan Riska Tuanku Kerajaan untuk merealisasikannya, di mana moto beliau yang mencolok “Mandiri dan Berbudaya”.

Berbicara Mandiri tentu mempunyai makna tidak ketergantungan kepada orang lain, tetapi di sela-sela beliau memberikan apresiasi kepada Dinas Pekerjaan Umum mampu manjuluak dana pusat untuk direalisasikan kabupaten Dharmasraya, ini juga membuktikan belum mandiri dalam hal mengurusi pembangunan daerah.

Kata mandiri sangat berbalik dari apa yang terjadi dengan realitanya, sesuai rencana yang akan dilakukan beliau untuk pengembangan Pariwisata Dharmasraya sebagai prioritas masa kepemimpinannya untuk pemicu peredaran uang di negeri petrodolar ini. Tetapi yang diwacanakan beliau masih membutuhkan uluran tangan pusat untuk menyediakan infrastruktur.

Dharmasraya sebagai kabupaten mekar yang mempunyai sejarah emas tentu menjadi daya jual semestinya untuk mengembangkan Pariwisata Sejarah dan Budaya. Masalah budaya merupakan hal yang sangat seksi untuk dikembangkan di Ranah Cati Nan Tigo sebab ini merupakan jati diri atau identitas daerah tersebut untuk menarik perhatian kalangan wisatawan domestik maupun mancanegara untuk datang.

Planning dan terobosan seperti ini yang dirancang oleh sang Darah Biru mendapat apresiasi dari tokoh-tokoh masyarakat untuk pengembangan daerah dari segi sejarah dan budaya. Sebab sejarah Dharmasraya merupakan kejadian masa lampau yang mem-booming di Nasional sampai Internasional. Kebijakan yang dirancang oleh Sultan Riska Tuanku Kerajaan untuk membuat Dharmasraya lebih familiar, lebih kepada mempersiapkan Ikon untuk Ranah Cati Nan Tigo.

Ini adalah sebuah perencanaan yang matang sesuai dengan hasil kunjungan ke situs sejarah dan budaya pada tanggal 9 Maret 2016. Ini merupakan sebuah ide brilian dari Darah Biru tersebut mengabdi kepada daerah demi kemajuan ke depannya. Usaha-usaha untuk mengembangkan kepariwisataan di kabupaten Dharmasraya di bawah payung kepemimpinan Sultan Riska Tuanku Kerajaan ini mendapat dukungan dari civitas akademika Universitas Dharmas Indonesia dengan membuat pergelaran pelatihan pariwisata dua hari di mulai dari tanggal 9 Mei 2016.

Candi Padang Roco Salah Satu Situs Sejarah di Kabupaten Dharmasraya

Kegiatan tersebut bekerja sama dengan Kementrian Pariwisata yang diikuti sebanyak 250 peserta. Langkah strategis politik seperti ini akan mencatat nama Sultan Riska Tuanku Kerajaan di torehan sejarah sebagai Bupati produktif kabupaten Dharmasraya yang menciptakan terobosan baru serta kiprahnya untuk Ranah Cati Nan Tigo, apabila hal tersebut benar-benar terealisasi.

Di samping itu, yang perlu menjadi perhatian adalah objek wisatanya. Objek wisata Kabupaten Dharmasraya yang ada cukup bervariasi, berupa objek wisata alam seperti Gua Timpeh, Air Panas Sungai Belit, dan Puncak Gunung Medan, serta wisata sejarah/budaya misalnya Situs Sejarah Candi Padang Roco, Rumah Kerajaan Koto Besar, Rumah Kerajaan Siguntur, dan Rumah Kerajaan Padang Laweh.

Kendala untuk mengembangkan Pariwisata Dharmasraya lebih kepada akses transportasi ke destinasi wisata di mana letaknya jauh dari pusat Ibukota Kabupaten maupun Pusat Kecamatan.

Kebanyakan jalan menuju objek wisata tersebut masih susah untuk di tempuh dan satu hal yang tidak kalah penting yaitu kurangnya pengelolaan objek atau situs itu sendiri, sedangkan objek-objek tersebut sangat potensial.

Faktor seperti ini membuat minat masyarakat minim mengunjungi Dharmasraya karena kurangnya sarana penunjang dan pendukung walaupun sudah ada sebagian kebijakan pengembangan dari Pemerintahan Daerah.

Sekilas, perjalanan “agresi” Darah Biru hitungan hari sudah menempatkan Dharmasraya sebagai satu-satunya daerah pemekaran yang masuk ke dalam enam besar penyusun dokumen Rencana Kerja Pemerintahan Daerah (RKPD) tahun 2016.

Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit pada acara Musrenbang Provinsi Sumatera Barat bertempat di Hotel Pangeran Beach pada tanggal 18 April 2016 sekaligus diterima Sultan Riska Tuanku Kerajaan.

Penilaian tersebut berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan menempatkan kabupaten Dharmasraya di posisi kedua setelah Kota Sawahlunto. Bentuk keberhasilan yang diraih oleh Darah Biru ini tidak dipungkiri pengembangan daerah sesuai dengan otonomi daerah.

Masalah otonomi daerah tentu tidak lepas dari Sumber Daya Manusia. Di sela-sela datangnya Hari Pendidikan Nasional, Dharmasraya kembali mendapat penghargaan Pengelola Pendidikan tahun 2015 Terbaik Kedua, pengukuhan Dharmasraya sebagai Pengelola Pendidikan dengan memberikan piagam dan penyerahan tropi langsung dari Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit kepada Bupati Termuda Nusantara tersebut pada tanggal 2 Mei 2016.

Pembuktian ini merupakan nilai plus dengan berhasil menghantarkan 704 siswa lulusan SMA dan sederajat masuk Perguruan Tinggi. Prestasi yang telah diraih Dharmasraya di bawah kepemimpinan Darah Biru ini merupakan stimulus dalam pengembangan daerah berbasis otonomi daerah dengan mencetak atau meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia yang handal sesuai dengan disiplin ilmunya sebagai cikal bakal estafet kepemimpinan daerah ke depannya.

Kebanjiran penghargaan yang diraih Dharmasraya merupakan suatu keunggulan potensi dari segi Sumber Daya Manusia di kalangan kawula muda sesuai dengan pemimpin Dharmasraya sendiri yakni Darah Muda daerah. (*)

  • Terbit di harian Singgalang Edisi April 2016

--

--