Menuju Golkar 1

Tanol DoaNk
Bung Tanol
Published in
3 min readJan 29, 2017
Munaslub Golkar 15 Mei 2016. foto: google

Sejak lahirnya beringin pada (Partai Golongan Karya-red) pada tahun 1964 dan merupakan kendaraan Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun sampai reformasi bergulir. Sungguh hebat perjalanannya. Beringin ini sangat dekat hubungan dengan pemerintah. Bahkan menjadi bagian.

Namun sejak reformasi daun-daunnya berguguran. Sekarang di tubuh Beringin sudah hampir 2 tahun terjadi konflik internal dan telah terdapat dua kubu kepemimpinan yakni kubu Aburizal Bakrie hasil MUNAS Bali dan Agung Laksono hasil MUNAS Ancol, ini mungkin awal kerobohan di batang Beringin.

Permasalahan ini berlarut-larut sampai ke ranah Hukum dan Kementrian Hukum dan HAM, namun perselisihan itu bisa dilakukan rekonsiliasi antara dua kubu. Akhirnyapun mendapat benang merah dengan melaksanakan MUNASLUB akan tetapi nama Aburizal Bakrie dan Agung Laksono tidak boleh lagi mencalonkan.

Fakta munas Riau dan Bali menunjukkan, memimpin Beringin yang kemudian dikenal sebagai Golkar adalah pemilik finansial yang memadai. Ini menunjukkan menuju Golkar 1 tentu menghabiskan logistik cukup besar untuk meraih simpatisan pemilik suara.

Pembukaan Munaslub Golkar. foto: sindonews

Sekarang pun akan dilaksanakan Musyawarah Nasional Luar Biasa Golkar dari tanggal 15 Mei 2016 sampai dengan 17 Mei 2016 di Bali, aroma tersebut tercium jauh. Nama-nama calon ketua Setya Novanto, Ade Komarudin, Aziz Syamsuddin, Airlangga Hartarto, Mahyudin, Priyo Budi Santoso, Syahrul Yasin Limpo, dan Indra Bambang Utoyo.

Kandidat Calon Ketua Partai Golkar dan Terlihat Juga Sterring Commite Nurdin Halid. foto: Tempo.co

Steering Committee menetapkan aturan sebagai Bakal Calon Ketua Umum harus membayar iuran wajib Rp 1 M ditanda tangani diatas materai . Namun setelah Bakal Calon mendaftar ada dua yakni Syahrul Yasin Limpo dan Bambang Utoyo tidak mau membayar iuran tersebut.

Ironis sekali setelah ditanda tangani kenapa Syahrul Yasin Limpo mengeluarkan statemen tidak mau membayar iuran wajib Rp 1 M. Suara lantang yang keluar dari mulut Syahrul Yasin Limpo dan Indra Bambang Utoyo begitu pedas apalagi masalah prinsip dan tidak di atur dalam AD/ART partai.

Melihat apa yang akan terjadi kedepan di dunia politik Indonesia, pandangan politik Syahrul Yasim Limpo dan Indra Bambang Utoyo cukup rasional ke depan di dunia politi Indonesia, ini benar-benar membangun demokrasi di Indonesia, bukan pertarungan kekayaan saja.

Tetapi, kebijakan Steering Committee tetap meloloskan Bakal Calon tersebut dengan berbagai pertimbangan demi kemajuan Golkar. Aturan belum matang dan tidak konsisten.

Keadaan seperti ini membuat Golkar dicerca oleh masyarakat dimana-mana. Ini sangat merugikan Golkar sebagai partai bermoto Suara Golkar Suara Rakyat tentu moto tersebut memudar dan dipandang sebelah mata.

Dilihat permasalahan yang terjadi pada penyaringan menuju Golkar 1 menjadi polemik di tubuh beringin ini tentu menjadi tanya bagi publik dimana iuran wajib berubah menjadi sumbangan sukarela, perubahan nama dari iuran wajib menjadi sumbangan sukarela tentu berbeda makna.

Sumbangan wajib tentu nominalnya ditetapkan berbeda dengan sumbangan sukarela. Penulis, melihat sesuatu yang gegabah dibuat oleh Steering Committee pimpinan Nurdin Halid, namun dengan cerdas Nurdin Halid menyikapi permasalahan ini dengan membuat kebijakan meloloskan kedelapan kandidat dikarenakan takut terjadi nada-nada sumbang ditengah-tengah kehidupan publik terhadap partai yang berkuasa selama 32 tahun itu.

Ini akan berdampak negatif pada Citra Golkar sendiri sebagai partai besar yang lebih mengedepankan logistik dalam memimpin sesuai dengan pernyataan Syahrul Yasin Limpo.

Sebenarnya yang terpenting proses rekrutmen kepemimpinan bukan dilihat dari pemilik logistik tetapi dengan mengedepankan ide-ide sehingga tanpa uang akan mendapatkan pemimpin yang berintegritas. (*)

  • Terbit di Harian Singgalang, Mei 2016

--

--