REFLEKSI 8 ABAD DHARMASRAYA DAN 12 TAHUN KABUPATEN DHARMASRAYA

Tanol DoaNk
Bung Tanol
Published in
6 min readFeb 7, 2017
ilustrasi: google

Dharmasraya merupakan nama daerah pusat pemerintahan zaman kerajaan Malayu atau Malayapura yang berada di bagian hulu Batanghari — terdapat pada Arca Amoghapasa — yang ditemukan di jorong Sei. Langsek kenagarian Siguntur kecamatan Sitiung.

Prasasti ini dikirim dari tanah Jawa disebutkan 3 nama daerah yaitu: Suwarnnabhumi, Dharmasraya, dan Bumi melayu. Kata Swarnna yang artinya emas dan bumi artinya tanah. Sehingga arti Swarnnabhumi adalah tanah emas, Dharmasraya sebagai nama daerah lokasi tempat didirikannya Arca Amogphasa, sedang bumi melayu merupakan kerajaan yang berada pada bumi melayu sehingga Dharmasraya menjadi pusat pemerintahan kerajaan tersebut dari tahun 1286 sampai 1347 M.

Sedangkan, nama Dharmasraya berasal dua kata yaitu kata Dharma yang artinya hukum, kebiasaan, tata cara atau tingkah laku yang ditentukan oleh adat, kewajiban, keadilan, kebajikan, kebaikan, adat sopan santun, agama ,pekerjaan baik, hukum atau doktrin, buddhisme, bentuk atau keadaan yang jelas, tabiat, pembawaan, watak, karakter, sifat dasar, sifat khas, dan kata asraya berarti tempat segala sesuatu bergantung atau terletak, tempat duduk, tempat perlindungan, pertolongan, bantuan.

Dengan demikian Dharmasraya diartikan sebagai daerah yang berdasarkan pada hukum dan aturan.

Maka pada tahun 2003 nama Dharmasraya ini mencuat kembali untuk dijadikan nama sebuah kabupaten yang mekar dari kabupaten Swl/Sijunjung dan diresmikan pada tanggal 7 Januari tahun 2004 dengan ibu kota Pulau Punjung. Saat ini Dharmasraya sendiri sudah ada 8 abad sedangkan untuk kabupaten Dharmasraya sendiri baru 12 tahun hal ini mari kita renungkan Sejenak??? berawal dari nama Dharmasraya sendiri!!!!

Apa yang akan dilakukan melangkah kedepannya mari kita runut satu persatu:

  • Tingkah laku

Berusia 12 tahun merupakan keadaan masih labil masuknya pada pendewasaan melalui pikiran sehingga terbentuknya manusia yang berkarakter dengan membina melalui pendidikan sesuai dengan otonomi daerah yaitu untuk menggembangkan Sumber Daya Manusia

  • Hukum dan Adat

Dewasa ini menjadi permasalahan yang mendasar adalah tentang pemahaman hukum dan adat, sehingga bagaimana bisa mesingkronkan hukum dan adat supaya tidak terjadi tumpang tindih dikehidupan sosial masyarakat dan tidak terjadi perdebatan masalah pertanahan ulayat dan wilayat yang dipegang oleh pemangku adat, disini peran Niniak Mamak sangat diperlukan dalam menyelesaikan permasalahan ini.

  • Agama

Agama adalah sebuah perihal yang takkan pernah lepas jika berbicara Dharmasraya, karena agama merupakan dasar dari setiap kegiatan yang dilakukan di Dharmasraya. Namun seiring berjalannya waktu agama tak lagi menjadi sayap untuk terbang bagi masyarakat, hal ini disebabkan oleh tuntutan dunia yang semakin hari mendesak masyarakat untuk mengkesampingkan urusan agama. Fenomena ini meminta segala aspek masyarakat untuk bertanggung jawab dan segera menjadikan Dharmasraya sebagai benar-benar taat kepada Tuhan Yang Maha Esa

  • Ekonomi

Mata pencarian sebenarnya cukup beragam dan lengkap, mulai dari perkebunan, pertambangan, wiraswasta, pertanian , penerimaan jasa dan lain-lainnya. Ekonomi masyarakat pun meningkat dari tahun ke tahun, satu sisi hal seperti ini memanglah berarti baik, namun di sisi lainnya hal ini bisa juga berarti kemunduran.

  • Pendidikan

Sebuah kemunduran yang paling menonjol terlihat adalah pendidikan, hal ini dapat dilihat dari lulusan sekolah-sekolah yang tak mampu bersaing dengan sekolah diluar Dharmasraya. Jika berbicara karakter hal ini juga tentu sangat terlihat, bagaimana para siswa tak lagi memiliki nilai-nilai sosial dalam diri mereka.

Setiap kemunduran yang terjadi jika dirangkum semuanya akan bermuara pada masyarakat Dharmasraya yang tak cerdas dan berbudaya. Ini termasuk pemuda yang dikatakan sebagai kaum emas dalam suatu daerah.

“Berikan aku 1000 orang tua niscaya akan aku cabut Semeru dari akarnya , berikan aku 10 orang pemuda niscaya akan aku goncangkan dunia” — Soekarno

Itulah sebuah keyakinan yang disampaikan presiden pertama Indonesia yaitu Ir.Soekarno. Sebuah keyakinan bahwa pemuda adalah sumber kekuatan yang meraksasa, bahwa pemuda adalah sebuah sumber kontrol dari semua aspek yang khususnya berada pada tanah bumi pertiwi ini. Keyakinan itu tentu bukan tanpa alasan, melihat bagaimana runtutan sejarah-sejarah yang terlewat tentang bagaimana peran dan pengaruh pemuda atas sebagian daerah yang katanya telah merdeka ini.

Namun, yang harus dipahami adalah pemuda yang bagaimana yang disebut Soekarno pada salah satu pidatonya tersebut. Tanpa mengerdilkan pemuda saat ini, kita harus melihat bagaimana pemuda dahulu dan juga apa perbedaan dari pemuda yang berbeda masa ini. Sebut saja Soekarno, Tan Malaka, Imam Bonjol, Hatta dan tokoh-tokoh lainnya adalah beberapa orang pemuda yang paling berpengaruh jika kita kerucutkan pada tanah Sumatera Barat ini.

Mereka adalah pemuda yang awalnya mulai tertarik pada dunia perubahan pada saat muncul 1 pertanyaan pada diri mereka “ada sesuatu yang salah dengan negeri ini bukan ?” dan yang paling bertanggung jawab atas segala tragedy ini hanyalah satu orang. Mereka tak harus mencari jauh-jauh, mereka hanya harus pergi pada sebuah cermin dan mereka akan menemukannya di sana.

Kejadian lain terjadi pada pemuda saat ini, jika mereka bercermin mereka hanya akan melakukan selfie dan tak ada yang tersisa disana.

Pemuda adalah aspek yang berpengaruh sangat vital pada kemajuan dan kemunduran suatu daerah. Namun jika berbicara realita kita hanya akan menemukan kemunduran dari setiap pemuda yang kita temui, entah itu di jalan, warung kopi , dan cafe-cafe yang lebih banyak menuntun pemuda pada hedonisme dan selalu meminimalisir edukasi.

Ada yang harus di garis bawahi untuk edukasi, edukasi bukanlah sesuatu yang hanya didapatkan di bangku akademis, edukasi juga bisa berarti sebuah karya, perkembangan pola pikir, dan setiap perkembangan menyangkut SDM. Hal lain yang mejerumuskan pemuda pada hedonisme adalah budaya mainstream.

Mainstream adalah ide-ide, sikap-sikap atau aktivitas yang dianggap normal atau konvensional. Secara bahasa, mainstream juga dapat diartikan sebagai kegiatan atau sikap yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Secara kosa kata , mainstream dapat dibagi dari dua suku kata yaitu main dan stream.

Dari pembagian suku kata ini kita dapat menyimpulkan bahwa mainstream adalah kegiatan atau sikap yang dilakukan karna mengikuti arus atau main aman saja. Tidak sedikit dari pelaku mainstream yang benar-benar hanya ikut-ikutan.

Tidak ada yang salah sebenarnya dengan ikut-ikutan, bahkan jika kita mau sedikit membuka pikiran kita bisa mendapatkan bahwa apa yang kita lakukan sekarang berawal dari ikut-ikutan. Misalnya saja hobi yang meniru seorang idola, atau cara bicara yang didapat melalui pergaulan dan bacaan yang di baca sehari-hari, atau dandanan dan cara berpakaian yang terinspirasi dari seorang yang dikagumi atau semacamnya.

Namun hal itu akan menjadi masalah jika kita tak mengetahui alasan mengapa seorang bersikap begitu. Dan yang lebih konyolnya lagi saat seseorang tidak mau mencari alasan tersebut dan bahkan bangga dengan apa yang ia lakukan sekarang.

Mainstream mendidik semua orang untuk tidak peduli, mainstream mengajarkan hal terpenting adalah untuk menjaga dirimu sendiri tanpa mengindahkan orang lain, mainstream menuntun orang untuk tidak keluar dari zona nyaman mereka, mainstream memenjarakan pikiran setiap orang dengan kerangka yang sama, mainstream tak pernah berbicara tentang kebebasan dan perdamaian.

Akibatnya kemiskinan , penindasan, korupsi, kriminal , prostitusi, penjajahan oleh bangsa sendiri, Rasis, bentrok antar agama, kepatuhan tanpa syarat dan banyak lagi. Jika kamu ingin sedikit membuka mata kau akan melihat kebenaran dari kata ini.

Kemunduran pemuda juga terkait dengan sistem pendidikan maupun peran dari orang tua mereka. Seperti kata JRX “banyak orang tua mendidik anak mereka hanya untuk berguna bagi mereka sendiri”. Sedikit banyaknya dewasa ini menuntun orang pada hedonis, yang tak peduli dengan sekitarnya selagi hal itu terasa tak merugikan bagi dirinya.

Bagaimana ini bisa terjadi? banyak orang tua belumlah cerdas , dan sesungguhnya belum mampu memberikan pendidikan yang sesungguhnya pada anak mereka. dari segi agama, kehidupan bermasyarakat, kehidupan berbangsa dan bernegara, adat , budaya belumlah bisa diberikan para orang tua secara total.

Orang tua hanya mengajarkan bagaimana cara bertahan hidup tanpa mengindahkan orang lain. Manusia dewasa ini sudah dirancang untuk menjadi manusia yang super sibuk untuk mencukupi kebutuhan diri sendiri, terlena degan semua yang hal-hal serba modern yang memberikan kenikmatan duniawi yang praktis dan sering dijadikan contoh bagi manusia dewasa ini dalam cara hidupnya, sehingga hal-hal yang seperti hidup berbudaya seiring waktu mulai terabaikan mungkin saja bisa terlupakan jika tidak diingatkan.

Ingatkah kita dengan zaman Jahilyah? zaman manusia yang tidak mengenal aturan sehingga kekacauan merajalela dimana-mana. Budaya hanyalah salah satu nilai yang terlupakan dari nilai yang lainnya banyak hal yang seharusnya penting untuk kita Pikirkan bersama.

Melalui tulisan yang sederhana ini kami mengajak semua pemuda dan semua elemen masyarakat untuk memupuk kembali rasa tenggang rasa yang pernah yang dibudayakan oleh nenek moyang kita, tenggang rasa dijadikan sebagai pupuk untuk menjadikan kondisi yang rukun dan menimbulkan rasa lebih peka terhadap dilingkungan, sehingga budaya gotong royong akan mudah untuk dibangun di negeri yang dikenal penuh budaya yang santun ini.

Jika penindasan hari ini dikemas dengan kemasan cantik,
Kami akan melawan dengan cara yang menarik,
Jika tempat kami menuntut ilmu membodohi kami,
Kami akan tuntut bersama ilmu yang pintar,

Jika media massa membohongi kami,
Kami akan sebarkan kejujuran pada massa,
Jika pemerintah mengekang kami dengan aturan,
Kami akan mengatur pembebasan,

Jika bumi kami dirusak,
Kami akan kebumikan setiap perusak,
Jika pembangunan tidak dilakukan secara merata,
Kami akan meratakan setiap bangunan,

Jika kesejahteraan hanya untuk orang tertentu,
Kami akan menentukan batas kesejahteraan,
Coba saja!
Kami akan kembali!

Meski kau potong kepalan ini.
Kepalan kami akan tumbuh lagi bersama api.
Bagaikan bunga edelweis yang abadi.
Cinta ini tak akan mati.
Demi anak-anak kami nanti.

Demi saudara seantero negeri,
Demi bumi pertiwi yang indah ini,
Kami tak akan pernah berhenti,
Menggerogoti setiap kedangkalan yang kalian tanami,

Sampai nanti, Sampai mati!

Coba saja!!!

KAMI MENOLAK DIBODOHI!!!

*) Ditulis dalam rangka memperingati ulang tahun Dharmasraya ke 12, Desember 2015 silam. (dalam bentuk pamflet)

--

--