Rumah yang Hilang: Siapakah Saya?

Cahaya Gusuran
Cahaya Tanah Gusuran
1 min readNov 2, 2016
Foto: Viriya P. Singgih

Saya tinggal di Sanggar Ciliwung sejak 2002. Sebelumnya saya merantau dari Jawa Tengah. Sehari-hari kesibukan saya bersama anak-anak di sanggar, yang jadi rumah kreatif warga, entah kesenian, musik, sablon, konveksi, intinya semacam industri kreatif rumahan.

Setelah penggusuran, yang jelas rumah sudah enggak ada. Keguyuban, kegotongroyongan, solidaritas, kebersamaan yang selama ini terbangun bersama, hilang. Pembangunan karakter, pembangunan manusia yang sudah kita inisiasi setidaknya sejak 2000, untuk bagaimana warga miskin berpartisipasi terhadap kehidupan kota, ini juga hilang.

Kenangannya yang paling membekas bersama warga adalah bagaimana warga telah mampu menemukan jawaban untuk “Siapakah saya?” dan “Bagaimanakah saya di tengah lingkungan masyarakat kota?”

Ruang kelekatan, bangunan kesadaran itu kan bukan barang yang gampang di tengah stereotip masyarakat Jakarta pada umumnya. Kelekatan ini yang bagi saya sangat berbekas, enggak ada gantinya, enggak bisa saya temukan di tempat lain.

Isnu

--

--

Cahaya Gusuran
Cahaya Tanah Gusuran

Administrator @CahayaTanahGusuran. Ikuti http://medium.com/cahaya-tanah-gusuran untuk bersama memindarkan harapan dan solidaritas untuk tata kota tanpa duka.