Tentang Rumah-Rumah yang Hilang
Rumah /ru·mah/ n. 1 bangunan untuk tempat tinggal; 2 bangunan pada umumnya (seperti gedung)
Namun, kita lupa bahwa pada kenyataannya, rumah bukan hanya perkara bangunan fisik, namun juga bangunan non-fisik.
Kampung kota tumbuh karena pembangunan kota hanya berpihak pada pemilik modal hingga ruang yang tersedia untuk tinggal dan melangsungkan hidup tak lagi bisa diakses oleh kelompok ekonomi bawah. Kampung kota pun lahir sebagai siasat pertahanan hidup di tengah kota yang dibangun tanpa keadilan itu. Sistem sosial, ekonomi, serta budaya pun tumbuh dan berlangsung secara organik di dalamnya—seiring dengan siasat pertahanan hidup.
Karenanya, ketika kita bicara tentang penggusuran kampung kota, kita bukan hanya sedang membicarakan pemindahan manusia dari satu struktur bangunan ke struktur bangunan lainnya. Kita bicara tentang pemindahan manusia dari satu struktur sosial ke struktur sosial lainnya yang dilakukan secara paksa—yang kerap kali malah menghancurkan upaya pertahanan hidup itu sendiri. Pemindahan manusia secara paksa ini sendiri bukannya menjawab persoalan ketidakadilan pembangunan kota, melainkan malah mempertajam ketimpangan itu.
Stigmatisasi terhadap kaum miskin kota meluputkan kita dari kenyataan tersebut, hingga penggusuran pun terjustifikasi. Rubrik Rumah-Rumah yang Hilang kami buat untuk mencatat rumah-rumah hilang itu. Rumah hilang yang kami catat di dalam sini bukan lagi kerangka hunian untuk tidur dan bernaung, namun juga rumah dalam arti struktur sosial, ekonomi, dan budaya yang lebih besar lagi.
Cerita tentang Rumah-Rumah yang Hilang kami awali dari para warga Bukit Duri yang kami temui pada kegiatan Cahaya Tanah Gusuran, 16 Oktober 2016. Semoga saja kisah Rumah-Rumah yang Hilang ini menularkan pijar keadilan, diawali dari bagaimana kita memandang rumah di tengah politik tata ruang kota.
Telusuri: Rumah-Rumah yang Hilang.
