Baraja Carito POLITIK

Prims
carito kito
Published in
4 min readMar 31, 2018

Cerita kali ini diawali dengan menenteng galon sampai ke arah Siteba dan langsung menuju ke tempat nasi uduk. Selesai melahap sepiring nasi uduk dan berbagi satu tusuk telur puyuh bersama MJ, kemudian kami menjemput kembali galon yang sudah terisi. Cerita seru pagi ini setelah sampai di kos MJ berawal pembahasan politik sampai ke partai, perkebunan, perikananan, tidak ketinggalan Pak Malikiyaumiddin sebutan dari MJ. Hahahahhaa.

POLITIK?????

POLITIK?????????

Kita ulas sedikit tentang sejarah politik Islam yaa,, walaupun sebenarnya kurang tertarik untuk membahas politik kalau dipikir-pikir sihhh perlu juga ya buat pengetahuan yaa

Nah ketika orang berbicara politik, ya minimalnya kita tahu sedikitlah tentang sejarah politik islamnya ya guysssss…..

SEJARAH POLITIK ISLAM

Oleh: M Basyir Baick

Dengan dirumuskannya Piagam Madinah oleh Nabi Muhammad SAW setelah beliau hijrah ke Madinah, sebenarnya ini merupakan tonggak utama lahirnya pemerintahan Islam. Menurut Harun Nasution, Piagam Madinah tersebut mengandung aturan pokok tata kehidupan bersama di Madinah, agar terbentuk kesatuan hidup diantara seluruh penghuninya. Kesatuan hidup ini dipimpin oleh Muhammad SAW sendiri. Kesepakatan contract social inilah yang menjadi dokumen konstitusi bagi lahirnya negara yang berdaulat. Dengan demikian, di Madinah nabi Muhammad bukan hanya mengemban tugas-tugas keagamaan sebagai Rasulullah, melainkan juga sebagai kepala Negara.

Piagam Madinah ini merupakan embrio akan terlahirnya praktek politik dikemudian hari yang dialami oleh para khalifah (pemimpin negara) berikutnya sepeniggalnya Nabi Muhammad SAW. Ketika Nabi Muhammad Saw wafat pada tahun 632 M. Pada waktu itu, dengan segala situasinya, beliau tidak meninggalkan wasiat maupun arahan tentang figur atau siapa pengganti beliau. Umat Islam secara politis tidak siap ditinggalkan oleh Nabi. Maka masyarakat di Madinah pun sibuk memikirkan siapa pengganti Nabi sebagai kepala negara sepeninggal beliau. Maka sejak saat itulah mulai muncul benih-benih politik yang tidak bisa dielakkan oleh pemimpin-pemimpin pemerintahan berikutnya, yang dijalankan oleh para sahabat yang empat, yang dikenal dengan sebutan Khulafah al-Rasyidin. Kenyataan praktek perpolitikan semasa pemerintahan dipegang para sahabat ini pada masa-masa awal belum seberapa muncul, namun kenyataan ini semakin tampil nyata pada masa-masa akhir Khulafah al-Rasyidin, sehingga timbul beberapa mazhab politik.

Politik Masa Khulafa al-Rasyidin dan Madzhab Politik

Istilah kekhalifahan dalam bentuk pemerintahan berawal dari Khalifah al-Rasyidin. Khalifah al-Rasyidin sendiri berjalan dalam rentang waktu 29 tahun. Khalifah yang menjalankan roda pemerintahan, dari Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib. Kekhalifahan al-Rasyidin memegang dan menjalankan pemerintahan tetap di Madinah. Periode kekhalifahan pada rentang waktu ini mendapat sorotan dan pujian yang sangat mendalam dalam sejarah, sehingga kekhalifahan ini mendapat gelar Ar-Rasyidin (yang lurus).

Namun demikian, pada masa Khulafah al-Rasyidin ini tidak terlepas dari krisis. Krisis yang terjadi bukan merupakan krisis kepribadian diantara keempat Khulafah al-Rasyidin, melainkan krisis otoritas yang sah. Masalah yang diperdebatkan bukanlah siapa, melainkan bagaimana memilih seorang pengganti nabi dan menetapkan cakupan dan kewenangannya.[3] Jadi, pada masa awal sejarah Islam terjadi krisis politik bukan krisis keagamaan, seperti kemelut institusional yang dialami kaum Muslim pada periode awal politik Islam.

Semenjak Abu Bakar naik sebagai khalifah pertama Islam, diskursus politik sangat marak. Baik dalam perbincangan aktor, apakah Abu Bakar sebagai seorang kepala pemerintahan saja atau sebagai sekaligus pemimpin agama. Di mana ditandai dengan perseteruan yang keras antara kalangan Muhajirin yang beretnis Quraisy yang merasa sebagai pembela Islam pertama dengan kalangan Anshor, yang merasa memiliki tanah air Islam pertama. Bahkan perbincangan dengan keputusan Abu Bakar untuk memerangi orang yang tidak membayar pajak, juga telah menimbulkan sejarah baru tentang perkembangan pemikiran politik. Sebab selama Rasul hidup, beliau tidak pernah menjatuhkan hukum perang kepada orang yang tidak mau membayar zakat.

Pergulatan pemikiran politik Islam juga cukup menonjol dalam mensikapi pemerintahan Umar bin Khattab yang sangat tegas tetapi demokratis. Banyak kebijakan-kebijakan politik Umar bin Khattab yang berbeda dengan kebijakan Nabi, semisal dalam persoalan pembagian harta rampasan perang. Apakah ini ijtihadi politik Umar sendiri, atau bukan? Umar bin Khattab juga seorang pemimpin yang ingin meletakkan politik dalam panggung keadilan, hal ini tercemin dalam sikap Umar ketika dilantik menjadi Khalifah. Ia mengangkat pedang tinggi, untuk membela Islam, jika ia tidak selaras dengan Islam, maka ia menyuruh masyarakat mengingatkannya dengan pedang pula.

Demikian juga dalam masa pemerintahan Khalifah Utsman, pemikiran politik tentang koalisi, aliansi tampaknya sangat menonjol. Posisi usia Utsman yang sudah cukup tua, yang kemudian dimanfaatkan oleh kerabat dekat Utsman untuk mempengaruhi roda pemerintahan. Di mana kemudian ditandai dengan kondisi nepotisme dalam pemerintahan Utsman.

Kondisi yang paling menegangkan, sehingga menimbulkan banyak pola pemikiran politik adalah ketika Ali bin Abu Thalib diangkat menjadi Khalifah. Konflik politik berkepanjangan berkaitan dengan pembunuhan Utsman, menjadikan sebab timbulnya perang saudara di sesama Muslim. Bahkan istri Rasulullah sendiri, Aisyah, ikut mempimpin perang melawan Ali dalam perang Jamal (Onta). Yang mana dikemudian hari menjadi diskursus panjang tentang boleh tidak wanita menjadi pemimpin suatu kaum. Dalam masa inilah kemudian, perbedaan kepentingan aqidah dipolitisir lebih jauh menjadi sebuah kepentingan politik. Dinamika politik inilah yang kemudian melahirkan mazhab politik Islam klasik yang terbagi dalam beberapa mazhab besar; yakni Sunni, Syi’ah, Khawarij, dan Mu’tazilah. Dari mazhab-mazhab politik yang masing-masing punya pandangan sendiri ini, di kemudian hari melahirkan derivasi pemikiran yang sangat kompleks dan berkelanjutan.

Nah,,, mungkin dengan sedikit kutipan tersebut bisa membantu kawan- kawan belajar tentang politik islam yaa guysss,,,

Politik itu perlu ya guyss…..

sekian dulu ya Carito Kito.

--

--