Ketika penampilan menjadi tolok ukur akan segala hal

Ferdian Kebe
carito kito
Published in
1 min readMar 6, 2018

Celana jeans sobek di bagian dengkul. Ditambah sepatu mirip buaya layaknya seorang nomaden. Coba bandingkan dengan bagian atas memakai kemeja berlabel “ VERSACE” yang dibeli dari toko ternama. Tak ketinggalan sepatu Salvatore menghiasi jemari kaki. Setelan yang terlihat necis. Begitulah.

Jeans sobek sangat berarti, karena masih layak menutupi bagian aurat, “simple think”, soalnya sobekan bukan pada bagian si ‘Joni’. Anggap saja semua itu bukan demi kepopuleran.

Kalo merasa risih dan buat sakit mata, tak perlu dilihat karena memang bukan “Marilyn Monroe” yang enak dilihat mata dan menambah nutrisi tubuh.

Andai saja jeans sobek bisa memberi nutrisi.

Sayangnya itu hanya anekdot bagi penikmat yang merasakan nikmat; layaknya cerutu Kuba “Havana”.

Mmmm…. lanjut lagi.

Detik terus berdetak-detak, — terus bernafas memompa denyut untuk berjalan, merebut cita dan impian dalam pusaran ingatan. Mengingat drama beradegan srimulat santai untuk ditonton, karena tokoh yang diperankan sudah populer, jadi.. yaaa..nikmati aja.

Tapi itu semua kembali pada dua sisi bagi yang melihat.

Kalo salah sisi.. bisa-bisa merusak pencernaan, bahkan memunculkan rasa, budaya, hingga stigma baru yang memunculkan “si” pro dan “si” kontra.

Masih banyak hal yang tak terlihat oleh mata, hal yang bisa menimbulkan “migrain” alias sakit kepala sebelah itu.

So, “make be happines yourself”.

So, tutup mata, tutup mulut, tutup kuping; kalo emang belum siap untuk mengonsumsinya.

--

--

Ferdian Kebe
carito kito

Orange sejati tak pernah pindah ke lain hati...