Maacih
Para penulis dan penikmat
Tak dinyana Carito Kito sudah memasuki bulan ke tiga. Oh dua bulan tepatnya ya Herman Pelani? Sorry deh. Publisher ini awalnya hanya dibikin atas inisiatif Herman yang ngrasak-ngrusuk pengin nulis. Pusing tujuh keliling hendak dikemanakan hobi terpendam ia ini dilampiaskan. Tring. Kebuka pikirannya untuk ngeblog lantaran ia mingsih ngerasa belum sreg buat nulis di koran lokal atau nasional, maunya sih langsung gowes sepeda ke Internasional, apalah daya bahasa Inggehnya jauh di bawah level basic. Jangan baper ya Herman Pelani, kenyataan kok.
Itu baru kendala pertama. Kendala selanjutnya, si Herman ini, soal blog apa yang musti digunaken. Soalnya macem2 jenis blog, seperti: Blogger bikinan Google, ada Wordpress, ada Tumblr yang lusa lalu diblock ame pak Mentri Rudi Antara, dan ah macem2lah.
Untunglah malam itu Michael Jarda ada di sampingnya yang sedang happy setelah diajak ngopi sama M. Ridwan. Dan, dia nyaranin buat di Medium aja deh, biar kita bisa nulis rame-rame. Medium bukan hal yang konyol lagi buat dia, pasalnya dia ngelolah Literation Not Bombs yang entah apa kabarnya kini, lalu ambisius ngelayapkan tanpanama.id ke Tanpa Nama (titik) ID, dan terakhir Aksi Kamisan Padang. Jujur aja inspirasi ngemediumnya adalah kesuksesan Ingat65.
Medium dipilih sebagai “medium” penyampaian cerita karena memiliki keunikan. Pertama, tampilan yang mengesankan. Kedua, bisa dengan mudah dioperasikan di smartphone, dan, ketiga ya gratisan. Hehe. Sebenarnya mau versi full bayar Rp. 670.000.
Sepakatlah mereka membuat satu publiser di Medium, kronologinya, selepas makan nasi goreng lada ijo. Dan saat Ridan terkapar puyeng. Minggu dinihari tanggal 28 Januari 2018, lahirlah Carito Kito, yang dalam perjalanannya ramai diperbincangkan masyarakat yang hampir jadi fosil di kantin marjinal STKIP PGRI SUMBAR, belakang gedung A.
Ups, cerita bebas tapi bukan tanpa syarat ya. Sederhana betul syaratnya, tidak boleh menyerempet isu SARA dan harus menghormati keberagaman. Tidak serius, mengalir lancar, kalau perlu curhatkan isi hatimu, tertawai konco bila sudah bosan menertawai dirimu, sekali lagi jangan MELAWAN KEBERAGAMAN! Hehehe, jangan serius amat sama tanda seru itu.
Rencananya memang Carito Kito ini akan diisi setiap hari walau hanya satu kata. Tapi itulah waktu dan mood yang bisa berubah secepat kilat. Ini sangat dimaklumi sekali. Jangan sampai pula keseriusan cerita di Carito Kito mbikin buyar skrispimu. Nggak lucu jadinya. #EmotSedih
Hari ini setelah dicek sudah lebih dari 20 tulisan mengisi ruang Carito Kito. Penulis pun bertambah dan penikmat pun menjalar sampai ke luar Sumatra berkat promosi Prims. Dari yang awalnya tadi jumlah penulis hanya dua orang, semakin hari semakin banyak yang kepengin gabung. M. Ridwan yang karena bosan dibully terus-terusan ya dia ikut gabung. Lalu ikut pula Ferdian Kebe, Prims, egis bahricha (yang ini penikmat), dan diam-diam diikuti pula oleh Cak Toddoang. Hampir terlupakan Andre Gustian, maaf saudara Andre tulisannya belum terpublis ke Publiser, bila ketemu nanti dimasukkan, terima kasih udah nulis, ceritanya bagus driver berkacamata nan unyu, He.
Semakin hari, kabarnya makin tersiar, tak terkecuali ke si telinga Boy. Lalu, ke Nita. Ini berkat Herman Pelani gara-gara “Puja”an hatinya. Haha. Udah rahasia umum ndak rahasia lagi, heuh.
Terkhusus untuk Nita Natassya yang namanya diselewengkan menjadi (A)nitalisme oleh Herman dalam beberapa ceritanya, harap diabaikan, ya Nita, ya. Soalnya Herman itu resek kalau lagi cari inspirasi. Anggap aja angin lalu. Hehe.
Mungkin sekian testimoni ucapan maacih ini, mudah-mudahan Carito Kito ini bisa menjadi album kenangan bak “Percayalah kalian akan merindukan cerita hari ini, ketimbang cerita dikemudian nanti” ups, itu mengutip bio yang tercantum di Medium Cak Toddoang.
Dan, Terima Kasih. Big Hugs, best reggard,