Seperti kompor
Ambisi perdamaian dunia M. Ridwan
Saya kira dengan judul “Seperti Dilan” di atas Herman bakal membahas Ferdian Kebe. Soalnya sepulang dari menghadiri acara KKL kemarin itu jaketnya menunjukkan tanda-tanda ke arah situ. Rupanya cuma berisi curhat SMA. Karena musim klasik-klasikan beberapa hari ke belakang, saya sempat berpikir yang dibahas Herman adalah Bob Dylan — beranggapan kalau-kalau dia typo sehingga “Seperti Dylan” menjadi “Seperti Dilan”, sungguh dugaan yang tak tahu malu.
Herman itu ternyata mainstream, hihi. Kemarin suka lele, siang tadi juga lele, esok juga lele. Sampai terjadi perdebatan sengit mana yang bersih kolam ikan atau kandang ayam. Seterunya pasti M. Ridwan yang tak mau makan lele di nasi bungkus tadi siang. Apesnya, nasi bungkus pun utang dulu 2000.
To the point saja. Akhir-akhir ini banyak yang berubah dari sosok M. Ridwan kita. Dia anti angguk-angguk. Cak Toddoang mungkin tahu alasannya?
Kebiasaan barunya sekarang asal ngomong. Ngomong yang asalan tadi berujung untuk ngompor-ngompori emosi. Contohnya begini, ketika saya ngobrol sama Herman masalah buku, yang ada di pikirannya malah ngompori saya buat bully buku mahal Herman yang dibeli secara online itu.
“Jadi, baa buku kawan tu?” “Bang Dodi Abdullah ngecek lo mah, kawan maha bana bali buku” “Ndeh, iyo nak bang, mahabana,” itu hanya beberapa contoh dari sekian banyak. Mungkin Andre Gustian atau egis bahricha bisa berikan contoh lain?
Tujuan apa? Coba kawans Carito Kito tebak. Kalau bukan hanya untuk bikin kesal Herman dan memancing tawa orang-orang. Dan puncak kekesalan Prims, Ferdian Kebe, Herman Pelani terjadi dini hari tadi di Sikola Cafe. Saat hujan turun dia langsung menyarankan, “yuk go kito lai?” dan, “iko minta kanai berang go, hari hujan inyo minta balik” kata Ferdian dalam logat Minang yang au lucunya.
Saya malam ini kesal dan jengkel sama dia, hingga tak memberi sedikit ruang pun untuk Ridwan bicara. Mau mulai bicara langsung dipatahkan “kompor”.
Herman menawari “kompor gas”, “kompor minyak tanah?” bla bla bla.
Terakhir di bagian penutup “Seperti Dilan” dengan pedenya Herman Pelani menulis:
“Tidak ada yang diprioritaskan selain Mama” quotes Nita Natassya, dan “tidak ada panutan yang lebih baik dari orang tua,” quotes Michael Jarda.
Yang luput dari ingatan Herman adalah saya tidak pernah bilang kata-kata formal khas orbais seperti ini “tidak ada panutan yang lebih baik dari orang tua” yang ada malah “banyak panutan di luar sana salah satunya (teteh) Madonna,” begitu ya Man ya. :)
Ini theme song betapa mengesalkannya M. Ridwan hari ini: