Cerita dari Makelar Kopi

Sebuah ulasan buku Max Havelaar

Fadhila Nur Latifah Sani
Catatan Kaki
3 min readJan 8, 2019

--

Judul : Max Havelaar
Jumlah Halaman : 480 halaman
Penulis : Multatuli
Penerbit : Penerbit Qanita

Mayoritas kita pasti mengetahui paling tidak judul buku ini, yang digadang-gadang sebagai masterpiece seorang penulis Eropa bernama Douwes Dekker. Tapi, pesan apa yang disampaikan oleh penulis bernama pena Multatuli, sedemikian rupa sehingga novel ini begitu melegenda dan dirinya dikenal sebagai salah satu orang yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan mengkritik bangsanya sendiri atas ketidak adilan yang terjadi di Hindia Belanda kala itu?

Dengan segala pertanyaan di atas yang menggerayangi pikiran, saya mulai membaca Max Havelaar dengan ekspektasi cukup tinggi. Namun, nyatanya saya dihadapkan dengan kenyataan pahit, bahasa beliau dalam bercerita sangat susah dimengerti sehingga secara natural buku tersebut kembali ke tempatnya di rak buku. Rasa penasaran itu pun harus dipendam dalam-dalam hingga saya berhasil mendapatkan buku yang sama dari penerbit yang berbeda dengan terjemahan bahasa Indonesia yang lebih mudah saya mengerti.

Eits, tunggu dulu, lalu apakah ketidakjelasan dan ketidakmengertian itu adalah salah penerjemah? Hehe, jangan salah sangka dahulu. Bahkan dalam versi yang saya rasa lebih mudah dimengerti ini pun, membaca dan memahami novel ini butuh perjuangan lebih daripada biasanya. Tapi sungguh, jangan merasa frustasi dulu, justru di situlah spesialnya novel ini.

Pada mulanya, Multatuli mengajak kita untuk mengenal seorang makelar kopi bernama Droogstoppel. Manusia bermartabat, itulah deskripsi yang tepat untuk menggambarkan lelaki yang menghabiskan seumur hidupnya dengan usaha keras mempertahankan standar hidup yang disepakati masyarakat Belanda pada masanya. Sayang, semua usahanya tersebut dikacaukan dengan munculnya seorang kawan lama yang kembali dari Hindia Belanda. Walaupun berusaha keras menghindari Sjaalman yang menghampirinya dengan “tidak pantas” di sudut gang pada suatu malam, mau tidak mau sang gentleman terlibat lebih jauh dengan pria tersebut.

Melalui sekotak dokumen yang dikirimkan Sjaalman sebagai sebuah ‘permintaan tolong’, mulailah kita berkenalan dengan Max Havelaar. Oh, tentu saja Droogstoppel sebetulnya hanya tertarik dengan laporan-laporan mengenai produksi kopi di kepulauan nun jauh sana yang pasti akan menarik pembacanya. Namun, karena dia sudah terlanjur memberikankesempatan pada Stern — salah satu anak buahnya untuk menuliskan buku yang seharusnya berisikan tentang kopi ini — akhirnya secara berantakan (iya, berantakan!) kita akan diceritakan tentang ketidak adilan di Hindia Belanda. Tidak mudah mengikuti bagaimana Stern dan Droogstoppel selalu berebut untuk menceritakan kisah Max Havelaar, berikut dampak dari kisah-kisah tersebut yang menurut sang makelar kopi merusak moralitas keluarganya.

Namun, kira-kira begini kisah yang dituturkan mengenai sosok Max Havelaar. Baik di Natal maupun di Lebak, Max (begitu dia akrab dipanggil istrinya, Tine) dihadapkan pada kondisi-kondisi sulit. Disumpah sebagai pejabat Hindia Belanda membuat Max harus berusaha berlaku adil dan melindungi kepentingan rakyat tanpa mengecewakan pihak pemerintah. Pilihan-pilihannya dalam bertindak tidak jarang mengantarkan Max ke dalam perangkap persekongkolan antara para penguasa yang menyusahkan.

Begitulah, kesewenangan yang dinisbatkan atas nama kepentingan pribadi penguasa pribumi dan pejabat pemerintahan Hindia Belanda, pada akhirnya mencekik rakyat yang tidak bersalah. Dan tentu saja, usaha-usaha seperti yang Max lakukan tidak mendapatkan sambutan yang baik dari pihak-pihak yang berwenang. Sebuah kondisi yang walaupun memiliki dimensi permasalahan berbeda, terdengar masih sangat relevan dengan yang kita hadapi sekarang. Mungkinkah kesewenangan yang sama masih merajai bumi Indonesia hingga sekarang?

Akhir kata, apabila kamu sedang membaca buku ini atau berencana membaca buku ini lalu merasa ingin menyerah di tengah perjalanan karena kamu mengamini perkataanku bahwa buku ini berantakan, maka, satu saranku padamu, kau harus meyakini bahwa semua itu dilakukan Multatuli dengan penuh kesengajaan. Sebuah keberantakan yang akan mengantarkan kita pada sebuah pemahaman unik.

Sampai jumpa di akhir cerita!

--

--

Fadhila Nur Latifah Sani
Catatan Kaki

🌿 Homebody turned explorer 🏙️ | Capturing cityscapes 📸 | Storyteller at heart 📝 | Join me as I wander, discover, and share my adventures ✨