Manusia itu Bernama Zlatan

Sebuah ulasan buku Saya Zlatan, Kisah Saya di Dalam dan Luar Lapangan (Zlatan Ibrahimovic & David Lagercrantz)

Catatan Kaki
Catatan Kaki
5 min readAug 23, 2018

--

Judul Buku : Saya Zlatan, Kisah Saya di Dalam dan Luar Lapangan
Penulis : Zlatan Ibrahimovic & David Lagercrantz
Penerjemah : Norman Erikson Pasaribu
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan : I, 2017
Tebal : 450 halaman

“Orang-orang bertanya kepada saya apa yang akan saya kerjakan kalau tidak menjadi pesepak bola. Saya tak tahu jawabannya. Mungkin saya akan menjadi penjahat.”

- Zlatan Ibrahimovic

Bagi sebagian besar orang ketika mulai membaca, hal pertama yang dibaca adalah beberapa penggal tulisan dan komentar dari beberapa orang yang cukup terkenal mengenai buku tersebut. Kutipan di atas adalah satu-satunya kutipan ucapan seorang Zlatan yang ada pada bagian belakang buku. Sebuah kutipan yang cukup menggambarkan Zlatan dengan segala perangainya yang cukup kontroversial dan juga latar belakang keluarganya.

Pada pembuka buku ini, Zlatan menuturkan hal yang cukup menarik. Dengan blak-blakan dia mengejek seorang Pep Guardiola, pelatihnya kala di Barcelona. Konflik antara pemain dan pelatih lazim terjadi dalam suatu tim. Suatu hal yang tak dapat dihindari manusia. Tanpa konflik, kehidupan manusia tidak akan mengalami suatu kemajuan.

Tiba di Barcelona pada musim gugur 2009, Zlatan disambut oleh 70.000 fans Barca di Camp Nou, stadion kebanggan masyarakat Catalan. Sambutan yang cukup menggembirakan bagi seorang Zlatan yang selalu terbakar adrenalinnya ketika banyak orang yang meneriakinya. Mulanya, semua baik-baik saja, sampai sebuah percakapan terjadi.

“Dengar,” kata Guardiola. “Di Barca, kita berpijak di tanah.”
“Ya,” kata saya. “Pastinya!”
“Misalnya, jangan bawa Ferrari atau Porsche ke sesi latihan.”

Sebuah percakapan yang membuat Zlatan berpikir bahwa Barca adalah sebuah sekolah ataupun institusi pendidikan yang mengekang kebebasan, menganggap semua pemainnya hanyalah bocah SMA, sebuah keadaan yang membuat seorang Zlatan menjadi cukup gila karena merasa menjadi terlalu baik.

Menjadi terlalu baik bagi manusia seperti Zlatan bukanlah hal yang baik, atau mungkin bagi para penggemarnya juga. Watak Zlatan yang cukup blak-blakan, terbuka, dan terkadang seenaknya tak lepas dari latar belakang keluarganya. Tak seperti kebanyakan pemain sepak bola ataupun manusia yang berasal dari tanah Skandinavia yang begitu tenang, tak banya bicara, Zlatan merupakan antonim dari semua sikap itu. Ia punya kebebasan sendiri, memberontak, banyak omong, dsb. Silakan jabarkan sendiri sisanya. Namun, perlu digarisbawahi walaupun negara seorang Zlatan merupakan Swedia yang berada di dataran Skandinavia, darah yang mengalir dalam tubuhnya adalah darah Balkan. Darah yang menjadi korban perang saudara pada konflik Bosnia.

Meski begitu, sebagai seorang professional, Zlatan selalu menunjukkan kerja yang baik. Ketika dalam keadaan konflik bersama seorang Pep, aliran goal dan assist dari kaki yang terasah juga oleh olah raga taekwondo itu menyarangkan 25 goal dan memberikan 13 assist. Inilah yang bisa dijadikan pelajaran, sebuah nilai profesionalisme dan kedewasaan ketika dapat memisahkan antara konflik individu dan pekerjaan.

Penggalan sebuah kalimat “seorang bocah bisa dibawa pergi dari kampungnya, tapi kampung itu akan tetap tinggal dalam tubuh si bocah, menjadi sebuah gambaran bahwa karir Zlatan di Barcelona hanya berlangsung singkat. Salah satu komentarnya dalam suatu wawancara televisi bisa menggambarkan bahwa Barcelona memang menjadi klub impiannya.

“Biarkanlah mimpi indah itu tetap menjadi mimpi. Jangan menjadi kenyataan, ia indah karena mimpi. Ketika ia menjadi kenyataan, mewujud dalam kehidupan, ada kemungkinan getir di dalamnya.”

Masalah karir seorang Zlatan di atas lapangan, tak perlulah dibahas di sini. Anda bisa mencari statistiknya di berbagai laman internet, betapa sukses karir seorang Zlatan. Berpindah dari satu klub ke klub lain bukanlah masalah bagi karirnya. Dia tetap bersinar dan menjadi legenda. Mari menceritakan latar belakan keluarganya.

Terlahir dari kedua orang tua migran, korban dari terjadinya Perang Balkan, kehidupan keluarga ini tak berjalan begitu indah. Harapan untuk menjadi sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis tak terjadi. Kedua orang tua nya bercerai ketika Zlatan baru hidup dua tahun di dunia. Setelah itu, Zlatan dan kakaknya Sanela tinggal bersama ibunya.

Ibunya menjadi cukup bekerja keras untuk menghidupi kedua anaknya dan akhirnya mendidik dengan keras pula pada kedua anaknya. Beliau memberi banyak hukuman apabila sang anak melakukan kebodohan, kesalahan, dsb. Selain itu, kemiskinan yang melanda mereka juga turut membentuk karakter Zlatan menjadi seseorang yang keras pula. Belum lagi kota tempat tinggalnya, Rosengard, merupakan daerah para migran yang dalam bayangan saya mungkin kota yang tidak cukup maju.

Bosan dengan berbagai hukuman, Zlatan tinggal bersama ayahnya. Ayah yang cukup mengayomi seorang Zlatan. Sayangnya, Ayahnya merupakan seorang pemabuk dan seseorang yang masih trauma terhadap Perang Balkan, sehingga beliau selalu menghilangkan traumanya dengan lantunan musik Yugoslavia. Hal ini yang selalu memicu perdebatan antara Zlatan dan Ayahnya, juga menjadi alasan kenapa seorang Zlatan tidak menyukai minuman keras. Tinggal dengan ayahnya membuat seorang Zlatan menjadi orang yang mandiri.

“Terlalu banyak keangkuhan di keluarga saya yang justru mengacaukan keadaan kami, dan saya senang karena setidaknya masih ada sepak bola

Sepak bola menyelamatkan kehidupan Zlatan dan keluarganya.

Di luar semua kegetiran kehidupan kanak-kanak nya. Ada juga kisah lucu dan tawa yang mewarnainya. Semisal, seorang Zlatan yang menjadi pencuri sepeda setelah sepedanya dicuri. Tebak sepeda siapa yang dicurinya ? Asisten pelatih klub pertamanya. Peristiwa yang membuat keadaan tim cukup ramai.

Zlatan dengan terbuka menulis siapa saja orang yang pernah berkonflik dengannya: orang-orang yang ia benci seperti Guardiola; sampai orang yang ia kagumi dan hormati layaknya Mino Raiola. Bajingan. Sial, bajingan sepertinya memang mengagumi bajingan lainnya.

Kisah lainnya di luar lapangan diulas secara menarik olehnya. Buku ini menjadi suatu kolaborasi kisah antara kebahagiaan, amarah, duka, kebencian, dan rasa emosional lainnya yang dapat menjelaskan bahwa seorang Zlatan pun hanyalah manusia biasa: kebahagiaannya dapat berkeluarga dan menikahi Helena, istrinya yang terpaut 11 tahun lebih tua umurnya; kesedihan dan kekhawatirannya ketika anaknya menjalani operasi; amarahnya ketika banyak dibatasi; dan pengungkapan rasa bencinya kepada orang-orang yang pernah menipunya.

Zlatan mendedikasikan bukunya ini untuk orang-orang yang selalu mendukungnya. Selain itu, Zlatan secara khusus mendedikasikan buku ini untuk anak-anak yang selalu dikucilkan dan merasa beda. Zlatan berpesan untuk selalu menjadi diri sendiri. Persetan dengan omongan semua orang karena dengan begitu semua urusan akan selesai. Mendustai diri sendiri itu adalah kejahatan yang paling besar.

Terakhir, walaupun dengan segala glorifikasi pujiannya terhadap dirinya ataupun pujian dari orang lain terhadap dirinya, dengan semua kepercayaan diri yang berlebih itu, Zlatan tetaplah seorang manusia, manusia bernama Zlatan.

-Wahdan Ahmad S.

--

--