Kenapa Saya Mengadakan Workshop Design Sprint 2.0 [Semarang]

Prasaja Mukti🍌
Bikin Aja Dulu!
Published in
4 min readNov 3, 2018

Setelah menjalankan beberapa sesi Design Sprint 2.0 di kantor sendiri sebagai fasilitator, sekarang saatnya menyebarkan metode ini pada orang lain.

Workshop Design Sprint 2.0

Sebagai digital strategist yang kesehariannya bekerja membuat konten, memantau media sosial, dan memahami tren dunia digital, saya sempat merasakan tekanan untuk bekerja dengan efektif.

Di lingkungan kerja, sering sekali ada agenda mendadak untuk brainstorming dan last minute meeting untuk menentukan fitur terbaru produk, strategi konten yang efektif, bahkan mengatasi manajemen krisis yang sempat dialami. Hasilnya? Kebanyakan besar agenda meeting tersebut hanya berakhir di MoM (Minutes of Meeting) atau notulensi rapat yang jarang sekali ditanyakan kembali pertanggung jawabannya.

Hampir di tiap meeting yang saya ikuti, ditutup oleh pemimpin meeting dengan

“Oke, ini bakal gue follow up X minggu lagi ya.”

Sayangnya, setelah beberapa minggu atau pada saat tertentu, yang dikerjakan oleh anggota meeting tersebut bisa berubah atau bahkan tidak dikerjakan sama sekali karena kurangnya kolaborasi dan komunikasi. Padahal, kondisi yang kondusif dalam mengembangkan produk atau jasa yang bagus membutuhkan komunikasi yang baik dalam kolaborasi memecahkan masalah — dan pada akhirnya, menghasilkan solusi teruji.

Salah satu sesi sprint untuk memahami solusi versi masing-masing peserta.

Saya peduli dengan tiap masalah yang dihadapi oleh berbagai sisi bisnis dan ingin memantik sisi kreatif orang-orang untuk menyajikan solusi sesuai versi mereka masing-masing. Maka dari itu, beberapa bulan terakhis saya habiskan untuk mencari metode yang efektif dan menemukan Design Sprint 2.0 yang notabene mampu mempertemukan tiap pengambil keputusan dan ‘ngulik’ solusi bersama-sama hingga pada akhirnya mengujinya.

Pada pelaksanaan Design Sprint 2.0, para pengambil keputusan diharuskan untuk menghabiskan waktu bersama-sama, mengidentifikasi masalah, menyampaikan solusi versi masing-masing anggota, membuat purwarupa (prototype), dan mengujinya langsung pada pelanggan.

Prosesnya?

4 hari saja.

Bayangkan, Kamu bisa menguji solusi dari masalah yang dialami produkmu tanpa perlu menghabiskan 1 minggu, 1 bulan, bahkan bertahun-tahun.

Setelah mengadakan sesi Design Sprint 2.0 dengan teman-teman di divisi kantor saya sekarang, saya memberanikan diri untuk membuat workshop Design Sprint 2.0 di luar kota — pertama, di Semarang.

Bermodalkan pembicaraan singkat mengenai workshop dengan teman yang berdomisili di Semarang, saya mendapatkan beberapa referensi nomor kontak coworking space untuk tempat pengadaan workshop Design Sprint 2.0.

Akhirnya, workshop yang bertajuk “Make Your Digital Product Through Design Sprint“ diadakan di 3/4 coworking space yang terletak di Tembalang, Semarang dan mendatangkan belasan peserta workshop. Saya sendiri cukup merasa puas dengan antusiasme peserta, karena meskipun hari itu semua peserta baru bertemu namun bisa berkolaborasi dengan baik dalam mengkomunikasikan apa yang mereka pikirkan, rasakan, dan harapkan.

Oby, Founder Purata

Workshop di Semarang dimulai dengan studi kasus salah satu startup agregator antara biro perjalanan dan panitia KKL bernama Purata. Keterbukaan Oby sebagai founder Purata untuk dijadikan studi kasus cukup membuat saya senang karena pola pikir seperti inilah yang harus mulai ditanamkan pada tiap pengusaha atau pemilik produk — kolaborasi itu perlu dalam mengatasi masalah besar.

Selama proses workshop berlangsung, para peserta diharuskan untuk memposisikan diri sesuai minatnya tanpa terpaksa harus berpikir seperti founder startup. Ada yang berprofesi sebagai pemilik agensi digital, ada yang masih mahasiswa, ada juga UI/UX designer yang hadir. Antusiasme tiap peserta workshop dalam menyampaikan apa yang ada di pikirannya dalam memahami masalah dan mencari solusi bersama-sama sangat mengejutkan saya pribadi sebagai fasilitator.

Para peserta workshop Design Sprint 2.0 di Semarang

Awalnya, saya hanya berniat untuk menjalankan workshop Design Sprint 2.0 sendirian, tapi kemudian Asep Bagja Priandana mengajak saya membentuk Chloe & Matt yang berfokus pada implementasi metodologi sprint dalam proses membangun produk dan pemasaran merek.

Ke depannya, saya akan terus mengadakan workshop Design Sprint 2.0 untuk mengasah ketrampilan sebagai fasilitator dan memahami berbagai masalah yang dialami oleh tiap produk. Bagi Kamu sendiri yang sedang membangun produk atau memiliki bisnis, coba deh tanyakan lagi pada diri sendiri tentang:

Berapa budget yang dihabiskan untuk membangun bisnismu?

Apakah iya, butuh waktu lama untuk mengatasi masalah bisnis?

Apakah iya, karyawanmu berkontribusi mengatasi masalah yang produkmu alami?

Apapun jawabannya, pertanyaan itu bisa dijadikan patokan seberapa pedulinya Kamu terhadap produk dan bisnismu. Nah, bagi para pemilik UKM atau startup yang benar-benar peduli ingin mengatasi masalah dalam waktu relatif cepat dan budget yang terbatas, coba saja mempraktikkan metode design sprint. Kalaupun bingung ingin memulai dari mana, bagaimana langkahnya, bagaimana mencari pelanggan yang benar-benar sesuai kriteria untuk pengujian purwarupa, silakan mampir ke website Chloe & Matt untuk memahami design sprint sedikit lebih dalam.

Prasaja Mukti🍌 adalah Digital Content Strategist di Advance.Ai dan Head of Facilitator di Chloe & Matt, konsultan desain dan strategi produk yang berpusat di Bali, Indonesia. Ikuti Prasaja di Instagram @orepras dan akun twitter-nya.

--

--

Prasaja Mukti🍌
Bikin Aja Dulu!

UX Writer | Always interested in workplace that bringing their work more effectively & care about employee mental health.